Pemilik Sidik Jari

                                      

"Hasilnya?"

Aku syok. Membacanya ulang. Sidik jari dan bercak darah itu milik—

Sidik jari milik Natan, bercampur dengan sidik jariku, Aziz dan Adi. Sedang noda darah itu milik beberapa orang, dari golongan darah itu membuatku berspekulasi, lalu aku menanyakannya satu persatu, dan semuanya hampir betul, itu milik teman-temanku di kampus. Mereka yang menjadi korban adalah cowok-cowok pengangguran yang sering menggodaku.

Jadi, Natan yang menghajar mereka? Apa untuk memberi pelajaran? Untuk melindungiku? Apa itu boleh? Itu, kan, kejahatan!

Anak geng motor itu adalah Natan? Aku mengingat dia yang memiliki luka lebam saat kabar geng motor menyerang di kampusku. Saat itu, Natan masih lemah, dan sudah bisa bawa motor setelah aku mengajarinya naik scoopy, lalu Pak Surip yang mengajarinya membawa ninja. Anak itu, bisa seperti malaikat dan iblis.

Apakah kebenaran ini akan aku singkap?

Aku terdiam. Tertunduk.

Natan. Bagaimana kamu di sana?

Dia baik-baik saja? Tidak gila, kan? Dia tidak boleh ditinggal sendiri!

Aku sengaja tinggal di kontrakan Bu Lastri dekat dengan rumah Natan. Berada di gang pertama, kanan jalan. Aku bisa mengontrol aktivitas Natan, dan makanannya, "Tolong sembunyikan minuman Natan kalau Ibu temukan lagi, ya," pintaku.

"Dia bisa gila, kalau minum begituan lagi!" tambahku.

Aku pergi. Sebenarnya tidak benar-benar meninggalkan dia. Tidak ada alasan untuk meninggalkannya. Terpenting, aku harus cari tahu, apa yang telah terjadi?

Diam-diam aku selalu melihatnya, mengecek kondisinya, makanan, dan semuanya. Entahlah dia tahu itu atau tidak. Pintanya, kan, hanya tidak ingin melihatku.

"Mba Nar."

"Mas e sakit lagi?" tanyaku khawatir.

"Iya." Wanita tua itu mengangguk.

"Minum minyak tanah." Aku langsung berkomentar datar.

"Nda. Mas e mabok berat...."

Aku pun berlari ke rumah Natan. Kudapati dia masih meneguk minuman keras itu sambil terbatuk-batuk. Ya Allah, dia seperti orang yang mau bunuh diri. Aku pun mengambil botol itu. Dia pun mengamuk.

"Kembalikan!" jeritnya.

"Natan, kamu bisa mati!"

"Balikin, gak?" Natan mencengkeram kuat lenganku. Aku pun sigap menenangkannya, menyuruhnya duduk di sofa.

"Kamu masih tidak mau melihatku?" Aku memegang wajah payahnya.

Dia limpung mengucek matanya, "Kamu?" Matanya melembut. Lalu beberapa detik kemudian. Tangannya lalu menepisku. "Tidak mau! Pergi! Tiap melihatmu. Juni mengejekku!" Dia pun mendorong tubuhku.

Apa maksudnya? Kenapa Juni? Lagi-lagi Juni!

Aku harus segera bertemu dengannya!

***

Aku menatap kosong Brown Canyon. Pertamakali ke sini bersama Juni aku begitu bahagia. Rasanya seperti berada di Texas. Tapi sekarang--

"Kamu sakit?" Juni membuka percakapan.

"Bukan aku." Aku berembus berat. "Tapi Natan."

"Oh." Juni cuek tidak peduli.

"Kamu tahu kenapa?"

"Kenapa apa?" tanyanya tampak tidak suka dengan percakapan kami.

"Dia selalu menyebut namamu saat dia mabuk. Mungkin kamu melakukan sesuatu?"

"Cih!" Juni membuang muka.

Aku lalu berdiri di depannya. Menatap, "Apa betul?"

Juni menggeleng, "Hanya mengembalikan apa yang dia kasih."

"Maksudnya?"

"Aku tahu suatu hari kamu akan datang, kamu boleh melihatnya." Juni pun meraih beberapa lembar foto dari tas hitam di punggungnya.

Aku bergetar melihat foto dan beberapa lembar kertas itu, foto bangkai Cambollong, surat berantai yang mengolok-ngolok orangtua Juni, dan surat hinaan yang begitu kejam, "Apa yang terjadi?"

"Natan sengaja menabrak Cambollong, lalu dia memasukkannya ke dalam box, dan dikirimnya ke aku, tidak hanya itu, dia bilang, orangtuaku pantas mati, dan dia mendoakanku agar aku juga mati."

"Apa itu betul?" tanyaku syok.

Juni mengangguk dingin, "Itu semua buktinya, bukti perbuatan suamimu!" Dia memandangiku. Aku lalu menunduk. Dan jatuh terduduk di kaki Juni. "Kamu masih mau kembali sama Natan?"

Aku diam tak menjawab. Sibuk dengan pikiranku sendiri. Aku tidak tahu Natan seambisius itu. Apa yang harus kulakukan?

Tapi sekarang dia sakit, dia tidak boleh mati dalam keadaan seperti itu!

"Bagaimana kamu membalasnya, Juni?"

Juni diam.

"Kamu ngelakuin apa ke Natan?" Aku mengulang pertanyaanku.

"Aku hanya memberikan bukti kalo kamu tidak pernah mencintainya, dan itu sudah hampir membunuhnya." Juni tertawa jahat. "Lemah."

Mereka ini kenapa? Jahat sekali!

"Jadi, karena itu?"

Juni pun menyapu rambut ikalnya. Terlihat bekas jahitan di dekat telinganya. Dia pun menunduk.

"Ini Natan yang ngelakuin?"

"Aku tidak bohong! Aku jujur!" Juni begitu marah. "Kamu harus hati-hati. Jurus yang dulu kuajarkan, kamu bisa memakainya. Tahu, gak, bahkan, sejak Natan melamarmu, dia telah mengirimku ke rumah sakit. Hari di mana aku hilang, sejak kamu menikah. "

Aku terdiam mematung. Natan kejam sekali! Apakah dia Natan yang lembut sikap dan tuturnya yang selama ini bersamaku? Yang selama ini aku kenal? Dia yang membawa payung saat hujan, menyingkirkan batu di lubang agar aku tidak tersandung? Yang selalu melindungiku?

Terus apa yang harus kulakukan? Natan hanya berpikir aku tidak mencintainya. Apa itu sederhana?

Kini, aku merasa was-was pada Natan. Kalau kucing saja bisa tega dia tabrak, lalu meneror Juni. Apalagi aku?

Sejujurnya aku ingin menghentikan sikapku yang mengkhawatitkannya. Tapi, tak bisa kulakukan.

***

"Berhenti Nat, kamu bisa mati!" Aku mengelus wajahnya. Dia masih mengacuhkanku. Kini wajahnya kuyu, dan kurus, dia sudah tampak seperti pecandu alkohol. Dia masih meneguk botol wine itu. Aku lalu mengambil air. Dan kusiram ke wajahnya.

"Asuuu!" Tangan kuat itu mendarat ke wajahku. Sebelah pipiku pun memerah panas.

Aku menatapnya dalam. Rasanya seperti tercekik napas. Aku pun diam memegangi pipi, pipi yang sering dicubitnya. Lalu aku terduduk di sampingnya. Tubuhku rasanya lemas. Aku begitu lelah. Hatiku lelah. Natan pun diam. Aku ingin berhenti. Ingin menyerah. Dan aku hanya bisa menangis.

Natan pun berhenti, ia duduk, dan berusaha menyadarkan diri. Dia meninju-ninju pipinya membangunkan dirinya, aku pun menghentikannya.

Dia masih memandangi tangan kirinya. Lalu--

Dia memelukku, "Nariswari. Aku takut," bisiknya terisak.

Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku lega dia sadar. Aku pun menenangkannya, "Aku di sini. Tidak akan pergi."

"Jangan pergi lagi." Dia merajuk. Aku mengangguk. Dia pun melepas rengkuhannya, menatapku. "Kenapa pipimu lebam?"

Aku lalu menggeleng. Menutupinya, "Aku tadi makan seblak." Aku lalu berpura-pura tertawa.

Dia mengangguk. Mencoba mengingat, "Aku memukulmu?"

"Tidak...."

"Tidak! Aku tadi memukulmu!" Dia pun menampar keras dirinya. Aku segera menahannya lagi.

"Natan. Aku tidak apa-apa. Itu tidak sakit. Yang membuatku sakit. Kalau kamu minum."

Natan menggeleng. Dia menangis, "Aku janji tidak akan minum." Dia mengelus pipiku.

"Kalau kamu minum lagi. Kamu mungkin tidak bisa melihatku lagi," bisikku. "Aku percaya kamu. Kamu suami yang baik, akulah istri yang buruk. Aku akan berusaha menjadi istri yang baik."

"Aku akan berusaha membuatmu mencintaiku," balas Natan mencoba sadarkan diri. Ia menggoyang-goyangkan kepalanya.

"Kamu beneran percaya sama kata-kata Juni?"

"Hah?"

"Apa aku harus bilang? Cinta itu bukan untuk dikatakan. Aku bisa muntah kalau mengatakannya." Aku menggaruk rambut Natan. "Kamu lupa, aku selalu ada saat kamu kaya, miskin, sehat, dan sakit."

"Itu karena kasihan!" Natan tertawa getir.

"Ah, sudahlah!" Aku memandang dingin. Natan lalu merengkuhku.

Kukira dialog itu akan menjadi prolog happy ending yang akan aku jalani. Rasanya baru kemarin, baru kemarin Natan berjanji untuk benar-benar berhenti meminum wine.

Aku masih bisa di sisinya meski ia melanggar sumpahnya. Menegak alkohol saat ia merasa sempit, tapi kini ia memiliki---

Kupikir cinta Natan seperti Qais yang mencintai Laila. Dan ternyata, aku bukanlah Laila.

 

 

Terpopuler

Comments

Fleur Liu

Fleur Liu

top

2020-07-05

0

retno wulansari

retno wulansari

seruuu

2020-06-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!