Sesekali aku ber-oh panjang. Lalu mengangguk sendiri. Dan kembali khusyuk menatap bulat buku bersampul merah muda di depanku—buku pinjaman dari mba Lila. Berjudul Awe-Inspiring Me. Entah mba Lila sering memaksaku untuk membacanya. Saat merapikan lemari karena menganggur, aku pun menemukan buku itu. Mungkin Lila sudah lupa pernah meminjamkannya.
Aku adalah tipe pembaca cepat, jadi sering melompat per-halaman dengan sesuka hati meski seperti kutu loncat. Hingga aku bertemu bahasan menarik, di halaman 198. Science of Love.
Aku tersadar saat Natan duduk di sampingku. Dia memecah konsentrasiku.
"Lagi ngapain?" tanyanya sok manis dengan nada yang diimut-imutkan.
"Lagi main jailangkung," jawabku malas dan tidak ingin diganggu.
"Hah?"
"Ya, kelihatannya lagi ngapain?"
Natan pun senyum-senyum, lalu garuk-garuk, "Galak bener hari ini."
Aku menghela napas, "Aku sudah galak sejak orok, dan dibesarkan seperti ini," jawabku asal, membayangi film kartun Jungle Book. Bocah laki-laki yang dibesarkan kawanan serigala.
"Baca apa?"
"Koran!"
"Lho, kok koran?"
Ih gemes! Pengen aku gigit ini Natan. Batinku. Padahal dia sudah lihat buku yang kupegang. Natan pun membiarkanku tenggelam dalam buku. Lalu aku pun tersadar, sudah begitu keterlaluan. Baca buku motivasi malah membuatku menjadi serigala. Bukan karena bukunya. Tapi begitulah aku saat ingin fokus, berlaku sama seperti
mengerjakan deadline tugas, dan kerja.
Awe-Inspiring Me. Science of Love. Ternyata cinta itu dipengaruhi oleh beberapa hormon tubuh. Ada aksi kerja hormon dan reaksi kimia bagi orang yang jatuh cinta. Aku memang dulu tidak tertarik dengan hal beginian. Melihat Natan itu aneh. Aku jadi penasaran. Apa hormon yang dihasilkan tubuh Natan itu ada kelainan?
Dalam buku ini, ada 8 hormon manusia untuk jatuh cinta. Ada, Phenyl Ethyl Amine (PEA), Dopamin, Endorfin, Serotonin, Feromon, Oksitosin, Norepinephrine, dan Vasopressin.
Hormon PEA, diproduksi oleh otak. Zat yang berperan mempercepat aliran informasi antarsel saraf sehingga tubuh menjadi sangat excited. Oh, jadi PEA ya pelakunya, yang membuat Natan memintaku menikah dengannya. Menciptakan excited lebay.
Dopamin. Hormon ini membuat tergila-gila. Pleasure feelings yang dirasakan Natan adalah efek dopamin. Ia membahagiakan, meningkatkan energi, membuat bersemangat, tapi juga mengurangi konsentrasi dan nafsu makan. Apa Natan juga overdosis hormon dopamin? Aku meliriknya. Dia pun menemukan ekor mataku.
Matanya pun membulat, seperti bertanya heran. Lalu aku kembali membaca.
Endorfin, memiliki dua fungsi, meredakan nyeri dan meningkatkan sistem imun. Dalam kasus orang yang jatuh cinta, hormon ini memberi rangsangan kepada otak dengan sensasi kebahagiaan, kenyamanan, dan cinta. Oh, seperti ini? Meski aku gila, buluk dan kere, dia bisa naksir aku karena ini?
Serotonin, neurotransmitter dalam otak yang terlibat dalam obsesi. Ketika jatuh cinta, kadar serotonin menurun. Turunnya level serotonin ini menyebabkan jatuh cinta. Hormon ini menyebabkan orang yang sedang jatuh cinta
seperti orang stres. Dan keadaan kimia otak seperti gangguan Obsessive Compulsive Disorder. Natan dulu gila ditinggal Mimi karena ini?
Feromon, hormon yang dapat menimbulkan rasa ketertarikan antara dua orang berlainan jenis. Feromon memberi sinyal akan lawan jenis kita menarik. Aku mengangguk-ngangguk lalu melirik Natan yang sibuk dengan gadgetnya.
Oksitosin, hormon cinta. Saat jatuh cinta, tubuh akan menghasilkan hormon ini, dan membuat bahagia. Mampu meredam stres. Hormon ini yang bertanggung jawab terhadap pengendalian emosi, kebahagiaan, dan libido. Juga, oksitosin banyak dihasilkan ketika wanita melahirkan dan menyapih anaknya. Inilah penyebab Natan bisa move on?
Norepinephrine, hormon ini disekresikan di bagian atas ginjal. Membuat jantung berdetak lebih kencang. Efeknya, merasa bergairah, hiperaktif, bahkan overacting.
Vasopressin, hormon yang sebenarnya bekerja dengan ginjal untuk mengontrol haus. Menurut peneliti, hormon ini juga berfungsi dalam hubungan cinta jangka panjang, dan akan dilepaskan setelah melakukan hubungan intim. Sederhananya, hormon yang membuat setia pada pasangan.
Aku lalu manggut-manggut. Luar biasa ini peran hormon. Lantas, kenapa aku selalu merasa tidak searah dengan
Natan? Apa Natan yang overdosis hormon, atau akunya yang aneh, tubuhku gagal menghasilkan hormon? Atau aku kehabisan stok hormon! Aku pun tertawa bodoh.
Aku pun membolak-balik halaman. Lalu terhenti di halaman 213. Bab cinta hilang karena sebab.
Ternyata hormon-hormon cinta itu hanya bekerja maksimal dalam kurun waktu 3-4 tahun. Itu merupakan hasil penelitian Researchers at National Autonomus University of Mexico, bahwa hubungan cinta pasti akan menemukan titik jenuh, bukan hanya karena faktor bosan, tapi karena kandungan zat kimia di otak yang mengaktifkan rasa cinta itu semakin berkurang, dan lama-lama akan habis.
Jadi, suatu hari nanti, apa Natan juga akan kehabisan hormon-hormon ini? Aku menatap lamat Natan dari balik buku.
***
Aku syok, melihat kekacauan yang terjadi sepulangku dari kantor. Apa ada maling? Aku pun memanggil Natan. Kudapati dia dalam gelap. Vas-vas kaca dan porselen, hp, remot ac, hampir semua aksesori interior rumah yang berada di lemari, dinding, dan meja kini berserakan di lantai.
Natan tampak ketakutan. Aku menariknya untuk duduk di atas springbed. Dia memegang wajahku. Lalu mendekapku erat.
Ada apa ini?
"Janganpergi!"
Aku menggeleng. Meminta penjelasan. Dia hanya diam ketakutan.
"Aku tidak akan pergi." Aku berbisik. "Janji."
"Aku bangkrut, Ri. Bangkrut!" Dia tertekan. "Ditipu sama orang-orang kepercayaanku...."
Jantungku berdegup kencang. Aku hanya bisa diam.
"Kamu tidak akan meninggalkanku, kan?"
Aku menyapu rambut Natan. Tersenyum sendu lalu mengangguk, "Aku tidak akan pernah pergi." Aku tercekik napas. Sungguh menyedihkan melihat kenyataan ini, orang kaya yang di atas tiba-tiba jatuh terbuang.
Kami pun pindah rumah. Kembali ke daerah Pudak Payung Semarang atas, yang jauh dari pusat kota, Kami mengontrak rumah yang menurutku masih oke, tapi pandanganm Natan seperti gubuk derita. Rumah 1 lantai yang masih cukup luas menurutku, secara arsitektural rumah ini standar. Tanpa pembantu, minim furniture, dan tanpa aksesori cantik, juga tanpa tatanan taman, kolam ikan, kolam renang, air pancur. Bahkan mobil gold kebanggaan Natan dan ninjanya harus digadaikannya. Kini hanya ada scoopy dan sepeda milikku yang Natan enggan untuk
melepasnya. Karena katanya itu milikku. Hadiah pernikahan.
Untuk memulai dari awal. Begitu sulit. Apalagi Natan butuh dorongan hebat. Dan kepercayaan diri yang kuat. Rekan-rekan perusahaannya hampir tidak ada yang mempercayainya. Disebabkan perangai Natan yang cuek. Hubungannya dengan papanya juga pun tak baik, jadi tidak begitu membantu. Aku pun full bekerja.
Yang biasanya aku freelance kerja, kini 5 hari dalam seminggu. Uang tabunganku yang cukup banyak itu, kupakai untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kami pun puasa untuk ke dokter, mol, restoran, hotel, dan agenda
yang menghabiskan uang.
Makanan kami pun sederhana, untuk menghemat, aku jarang memasak beef, tapi seringnya aku memasak ikan, dengan menumisnya, karena aku perempuan bugis yang menyukai makanan laut, Natan juga tidak menyukai bau amis. Aku juga menumis lauk sayur terong, dan sambal. Untuk soal makan, Natan tidak banyak protes, asal itu masakanku, dia akan memakannya, meski gosong sekalipun. Dia hanya terpukul melihat perubahan drastis hidup kami.
Tahun 2016. Masa-masa transisi Natan memang sungguh sulit. Sedang, aku bisa dibilang biasa saja, malah aku sering mengalami masa lebih kere dari ini. Karena itu, untuk membuktikan semua baik-baik saja. Mukaku selalu ceria dan tertawa. Seperti bernostalgia.
"Nariswari?" bisik Natan khawatir. Aku saat itu sedang berseluncur di website. Menulis copy writing terbaru untuk promosi kuliner di perusahaan Natan yang baru diamputasi
"Iya?" Aku berbalik tertawa.
"Kamu tidak akan pergi, kan?"
"Pergi. Pergi kerja."
"Maksudku bukan itu, tapi--"
"Aku tidak akan pergi. Janji. Selama kamu juga mau berjuang bersama-sama. Mari tunjukkan si tukang tipu itu kalau kamu tidak mati lantaran kamu ditipunya, atau kamu bisa mengajakku melihat pelakunya, biar aku timpuk dia pake buku fisika." Aku mencoba menghiburnya sebisa yang kulakukan. Bukti-bukti penipuan juga kurang kuat. Selain harus mencari bukti itu, kami berjuang untuk bangkit.
"Semangat?"
"Iya. Aku akan di sampingmu." Aku mengacungkan jari kelingking. Berekting sok manis yang alay. Dia pun mengikat jariku dengan jarinya.
Bagiku kembali hidup sederhana seperti pulang kampung. Dan aku tidak masalah. Ini bukan masalah harta, sebab aku masih ingin di sisi Natan untuk menariknya berdiri. Dan aku lebih bahagia.
Sedang, phobia Natan kambuh lagi. Dia berpikir mungkin hartalah yang menahanku berada di sisinya.
Dan untungnya, dia bisa beradaptasi cepat sebab pembelajaran kemandirian yang pernah dilakukannya. Juga karena istrinya adalah asli orang pelosok yang bisa diajak bahagia dan menderita.
Ini aneh. Hidup di rumah sederhana malah membuatku menjadi diriku yang dulu. Dan aku kembali. Kembali bisa tertawa, dan bercanda. Aku bisa bekerja di rumah bersama Natan, tanpa pembantu. Lalu ke kantor, Natan pun begitu.
Dan yang kami lakukan hanyalah saling percaya dan bangkit bersama.
"Ri, kamu pindah rumah?" tanya Juni melihatku berada di halte, depan kampus.
Aku mengangguk tersenyum, "Tidak usah dipikirkan."
"Kamu baik-baik saja?"
Aku mengangguk lagi.
"Jadi, kamu?"
"Iya?"
"Masih bersama Natan?" tanyanya heran.
"Tentu saja, suami istri, kan, harus saling bersama." Kulihat Juni tersinggung dengan ucapanku.
"Kamu baik sekali. Lagi-lagi karena kasihan, ya." Juni komentar dingin.
"Ke mana kamu selama ini?" tanyaku mengalihkan topik.
"Kamu juga."
"Oh, itu. Itu aku di rumah, mengajari Natan banyak hal. Kalo kamu?"
Juni hanya tersenyum sendu. Terdiam lama. Dia menatap dalam. Seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Kamu kasihan sama Natan?"
Aku mengangguk, "Iya. Aku harus selalu nemenin dia karena--"
"Kamu suka Natan?"
Aku terdiam. Lalu tertawa. "Kenapa?"
Juni menggeleng, "Aku bisa membantumu, Ri."
"Membantu?"
"Ya, perusahaanmu. Aku bisa menyuntik dana untuk membangkitkan usaha Natan. Kita bisa join bersama. Kerjasama." Juni berkomentar.
"Beneran? Wah, kamu baik sekali!"
Juni tersenyum.
***
"Begitu ceritanya. Sepupumu mau membantu." Aku berkomentar lega. Mengulang ceritaku tadi siang. Natan tidak melihatku. Dia berdiri. Menghilang dari balik pintu. Kenapa dia? Aku beranjak kaget, mendengar suara pecahan beling.
"Astaga?!" Lagi-lagi kutemukan pecahan gelas berhamburan. Aku jadi serba salah. Kenapa dia marah? Padahal kami mendapat bantuan. Apa aku harus mengejarnya? Bagaimana kalau dia gantung diri! Ah, tidak mungkin!
"Tapi, kan, dia pernah gila?" Aku mondar-mandir. Lalu berhenti. "Auuu...." segera kulepas pecahan kaca yang menganga di kaki kananku. Dengan kaki pincang aku segera membersihkan kekacauan yang ditimbulkan Natan.
Jujur aku kesal. Tapi, kalau aku kelihatan marah, dia pasti akan menjadi-jadi. Api melawan api, tidak akan selesai. Meskipun aku harus akui, sejak pertamakali menikah hingga sekarang, aku tidak ingat, dia pernah memarahiku. Kalaupun dia marah. Pasti hanya marah sendiri, seperti hidup di dunianya sendiri. Dia juga tidak pernah berkata kasar. Dan tidak menegurku soal Juni. Kenapa. ya?
Juni?
Ya, Juni ingin membantu kami. Lalu, Natan tiba-tiba berubah. Karena Juni? Natan marah karena Juni? Karena aku bertemu Juni? Kenapa dia tidak pernah memarahiku soal ini kalau dia tidak suka? Dia diam saja, bagaimana aku bisa tahu?
Yang kutahu, laki-laki itu pencemburu, melebihi perempuan. Dan Natan membuktikannya.
Aku menemukannya di belakang rumah. Di bawah pohon jambu. Dia memeluk lututnya seperti anak kecil. Aku lalu duduk di sampingnya.
Aku kaget melihat jarinya berdarah. Segera kuberdiri mengambil air bersih, obat luka, dan perban.
Natan melirikku saat kuambil tangannya untuk kubalut, "Maaf. Aku benci aku seperti ini."
"Santai saja." Aku berusaha tertawa. "Kamu marah kalo aku ketemu Juni?" Aku kecoplosan. Lalu menelan ludah. Pertanyaan bodoh apa itu? Jelaslah! Aku yang bodoh! Baru sadar.
Natan diam. Dia pura-pura tersenyum--tampak dari lengkung bibirnya, lalu mencubit pipiku.
"Jangan marah! Kerutanmu entar bertambah!" Aku balas mencubit pipi Natan. Menariknya sehingga bibirnya membentuk bulan sabit.
"Apa aku tambah tua?" Dia lalu memegangi wajahnya. "Tidak mungkin! Umurku, kan, masih 20."
"Hahaha bercanda." Aku pun berdiri. Lalu—
Aku mengaduh. Baru terasa nyeri bekas beling yang baru menancap di kaki kananku. Natan kaget. Dan bertanya kenapa.
"Ah, gak, biasa! Asam urat."
Dan.
Karena ketahuan bohong. Jadilah aku diperban dengan ala-ala Natan yang lebay. Membiarkanku istirahat di tempat tidur. Dia bilang, dia akan mengerjakan semuanya. Dan, aku tidak yakin, dia becus melakukannya! Sampai-sampai kaki kanannya pun ikut pincang.
Lalu dia berjanji tidak akan melempar benda-benda kaca lagi. Syukurlah! Sering-sering saja aku jadi korban.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Chandrika Mugi Fauzan
tdinya aku tdk mngrti dngn jln crtanya,tpi aku trus bca lumayan lah
2020-12-06
0
retno wulansari
sukak banget ama ceritanya
2020-06-30
0