Mudik

flash back Rani

Waktu itu bulan puasa, Rani hendak pulang ke kampung halamannya di daerah Jawa Timur. Di pesawat dia duduk bersebelahan dengan seorang pria, Rani tersenyum saat mereka saling bertatapan mata.

"Mau mudik ya mbak?" sapa pemuda itu membuka percakapan di antara mereka, sudah hampir satu jam bersama diperjalanan mereka belum juga saling bicara.

"Oh iya Mas, Mas mau mudik juga?" jawab Rani sambil menoleh sekilas.

"He he iya, ngomong-ngomong pulang kemana mana tau kita satu arah?" pria itu penasaran dengan Rani.

"Banyuwangi Mas," jawab Rani singkat. Rani sebenarnya enggan menjawab karna mereka baru saja berkenalan.

"Wah Banyuangi, saudara saya juga ada di sana. Mbak Banyuwangi mana?" lagi-lagi pria ini penasaran.

"Genteng," jawab Rani singkat.

"Apanya stasiun radio, mmm radio apa itu ya?" pria itu mencoba mengingat-ingat.

"Ya dekat-dekat situ lah," jawab Rani agak ketus.

Rani mencoba memejamkan matanya, menghindari percakapan yang menurutnya tidak perlu, dia juga sudah mulai mengantuk. Terdengar sayup-sayup pria itu masih berbicara padanya sebelum dia benar-benar terlelap dalam tidurnya.

***

Beberapa saat lagi pesawat akan tiba di Surabaya, Rani masih tertidur bahkan tanpa sadar kepalanya sudah bersandar di pundak pria di sampingnya.

Pria itu mengambil hp dan mengambil foto kejadian itu sambil menahan tawa, dia menyimpan foto itu untuk kenang-kenangan.

"Mbak, Mbak!" pria itu mencoba membangunkan Rani yang masih tertidur, sebentar lagi pesawat akan mendarat.

"Heh hmm ..."

Rani terbangun dan kaget saat menyadari kepalanya sedang bersandar di pundak orang.

"Duh maaf ya Mas," Rani tersipu malu.

"Gak apa kog, Mbak capek sekali kelihatannya?"

"Iya tadi malam saya gak bisa tidur, biasalah orang mau mudik sibuk ini itu. Mmm kalau Mas pulang kemana?" Rani mulai berusaha ramah.

"Saya ke Madiun Mbak, deket saja kog."

Pesawat sudah mendarat dengan sempurna, satu persatu penumpang mulai turun, Rani dan pria itu turun paling belakang menunggu penumpang sudah sepi.

"Bawa bagasi ya Mbak?" tanya pria itu pada Rani.

"Ada Mas dua koper, oleh-oleh buat ponakan."

"Nanti naik apa ke Banyuwanginya?"

"Saya naik travel saja Mas."

"Ya udah nanti aku bantu carikan travel ya. Sendirian gitu nanti malah dimanfaatkan sama orang."

Entah kenapa pria itu mulai mencemaskan Rani. Dia juga mengambilkan barang Rani dari antrian bagasi, lalu mencarikan travel tujuan Banyuwangi.

Setelah urusan travel Rani beres pria itupun akan melanjutkan perjalanannya sendiri.

"Mas trimakasih ya sudah dibantuin, semoga masnya selamat sampai tujuan ya," Rani berpamitan sebelum dia masuk ke mobil travel.

"Eh Mbak namanya siapa ya?"

"Rani."

"Aku Arya, minta nomor hpnya boleh, mana tau bisa main-main nanti?"

Arya tidak mau kehilangan kesempatan untuk mengenal Rani lebih dekat.

"Baiklah, ini nomor hpku."

Rani menyodorkan kartu nama. Arya menerima dengan mata berbinar hatinya bahagia. Rani kemudian menghilang bersama mobil travel yang membawanya.

Arya melanjutkan perjalanan ke rumahnya, sesampainya di rumah dia disambut suka cita oleh keluarganya. Sudah lama Arya tidak pulang menemui orang tuanya.

Setelah bercengkrama dengan keluarganya, Arya pergi mandi dan hendak beristirahat di kamarnya. Dia teringat dengan Rani, sudah sampai manakah gadis itu sekarang.

"Hai Jeng sudah sampai mana?" isi pesan Arya pada Rani.

"Baru sampai Pasuruan, macet ini. Mas udah sampai di rumah ya?"

Mendapat balasan dari Rani hati Arya berbunga-bunga.

"Iya, aku udah mandi dan udah wangi," jawab Arya.

"Nggak nanyak!"

Arya mengernyitkan dahi membaca balasan dari Rani, kambuh lagi ketusnya ini anak bathin Arya.

"Ya aku ngasih tau aja, habisnya kamu gak suka nanya-nanya," balas Arya.

"Ya kan gak tau mau nanya apa," balas Rani.

"Ya nanya aja sih apa gitu, biar gak suntuk di jalan, jadi aku temanin lewat chat."

Lama menunggu balasan namun Rani tak juga membalas akhirnya Arya ketiduran.

***

"Kamu sudah punya calon belum Arya?" tanya bu Siti ibu Arya.

"hmmmm belum Mah," jawab Arya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang sedang tidak gatal.

"Nunggu apa lagi, kamu udah tiga puluh lebih umurnya nanti keburu tua,"

"Adekmu saja sudah mau nikah, apa kamu masih ngarep sama Cintia itu, yang sudah ninggalin kamu?"

"Ya belum ketemu yang cocok Mah, mau gimana lagi, menikah kan gak segampang itu. Mama mau aku salah pilih istri?" Arya balik bertanya pada ibunya.

"Ya nggak sih, Mama selalu doakan kamu dapat istri yang baik dan bisa menjaga kamu, sayang sama kamu." ucap bu Siti pelan.

"Nanti lah Mah, kalau sudah jodoh pasti ketemu juga. Arya cuma gak mau bikin anak orang menderita hidup denganku."

"Ya paling tidak kamu punya pacar gitu, biar mama gak mikir macam-macam. Kamu masih suka sama perempuan kan?" selidik bu Siti yang mulai curiga.

"Apaan sih Mamah! memangnya aku suka sama laki-laki," Arya mulai sewot.

"Syukurlah kalau anak Mamah normal. Mamah takut ini jaman sudah gila, Mama lihat di tivi-tivi yang kayak begitu banyak."

Bu Siti selama ini khawatir kalau Arya tidak menyukai wanita, dia takut anaknya menyukai laki-laki seperti yang dia baca diberita.

Arya memang hanya dua kali berpacaran selama hidupnya, pertama waktu dia sekolah SMA, dan saat dia sudah merantau pernah punya pacar bernama Cintia.

Cintia tiba-tiba meninggalkan Arya tanpa sebab, sejak itu Arya tidak pernah lagi pacaran, dan itu membuat ibunya sangat cemas, Arya pernah benar-benar patah hati kala itu.

***

Rani di kampung juga tak beda jauh dengan Arya, orang tua Rani juga menginginkan anaknya itu secepatnya menikah. Rani juga belum menunjukkan tanda-tanda dekat dengan seseorang.

Sementara Ratih adiknya sudah ada yang meminang dan sebentar lagi mau menikah. Ranilah yang menyuruh adiknya untuk segera menikah.

Rani bukan tidak mau menikah, sebenarnya dia sudah beberapa kali menjalin hubungan dengan beberapa pria, akan tetapi orang tuanya selalu meminta Rani memiliki pasangan dari suku Jawa. Sedangkan Rani tengah menjalin hubungan dengan pria yang bukan dari Jawa.

"Mbak Rani gak apa-apa kalau aku langkahin?" tanya Ratih suatu sore.

"Kenapa? gak usah terlalu ngikut omongan orang, kalau kamu sudah ketemu yang cocok ya nikah saja. Nggak usah nunggu Mbak, Mbak bukan gak laku, tapi Bapak yang selalu menolak calon Mbak, karna calon Mbak bukan orang Jawa."

"Ya Mbak carilah pacar orang Jawa, mungkin Bapak takut kalau Mbak menikah tidak dengan orang Jawa, nanti Mbak gak bisa pulang kesini lagi," Ratih menasehati kakaknya.

"Mbak belum pernah ketemu sama orang Jawa yang cocok ha ha. Tenang, Mbakmu ini nanti pasti menikah kog santai saja."

Mereka bercengkrama melepas kerinduan. Rani tidak pernah lama kalau pulang kampung, biasanya paling lama cuma satu minggu karna dia harus kembali bekerja.

"Ping ..."

Sebuah pesan pendek masuk di gawai Rani. Rani melihat gawainya, tertulis nama Arya disana.

"Apa kabar Mas?" balas Rani.

"Kamu masih di kampung?" balas Arya

"Masih, paling 3 hari lagi disini," balas Rani.

"Aku boleh main ke rumahmu nggak?" tanya Arya.

"Jangan Mas, bisa-bisa nanti langsung disuruh ngelamar kalau Mas datang kesini sama Bapak."

"Bagus dong, sekalian aja kita langsung menikah," Arya tertawa sendiri.

"Ah kamu gak lucu," Rani bersungut-sungut kesal.

"Ya kalau disuruh nikah aku mau kog, aku belum punya istri kamu belum punya suami, pas kan Jeng," balas Arya dia senyum-senyum sendiri membalas pesan Rani.

"Ye maunya situ kalee, aku mah ogah,"

Rani mulai kesal, gila aja baru kenal cuma sebentar ngajak nikah.

"Coba kirim alamatmu, biar aku main kesana mana tau Bapakmu suka sama aku terus kita dinikahin, asik kan."

Arya semakin penasaran dan menggoda Rani membuat Rani merasa kesal lalu mematikan hpnya.

***

Saatnya Rani kembali ke perantauan. Sebelum berangkat ke bandara ayah ibunya memeluknya bergantian. Ratih memeluknya dan matanya berkaca-kaca, Rani tersenyum mencoba menyembunyikan kesedihannya.

"Jaga dirimu di rantau nak, jangan mencari musuh, kamu sendirian di sana gak ada saudara, jaga diri baik-baik ya." Pak Rahmat ayah Rani menasehatinya, sambil mengelus kepala Rani.

"Iya Pak, Rani selalu ingat pesan Bapak. Bapak juga jangan capek-capek, Bapak sudah tua kurangi ke sawahnya," Rani memeluk Bapaknya dengan hangat.

"Ibu pingin kamu cepat menikah, biar Ibu gak cemas. Kalau kamu punya suami setidaknya ada yang jagain kamu di sana, cepatlah mencari pasangan hidup," bisik bu Maemunah ibu Rani sambil memeluk Rani.

"Doain ya buk," balas Rani sambil mencium pipi dan punggung tangan ibunya.

"Mbak... hati-hati ya disana, selalu kabarin Ratih, kalau nanti Ratih menikah Mbak bisa pulang kan?" Ratih memeluk erat kakaknya.

"Iya adekku Sayang jaga Bapak sama Ibuk ya, doain Mbak juga."

Rani memeluk adiknya saudara kandung satu-satunya. Mobil yang mengantar Rani sudah datang, sopirnya pun mulai memasukkan barang bawaan Rani ke dalam mobilnya.

Rani bersalaman dengan keluarganya sebelum berangkat, perlahan mobil yang di tumpangi Rani melaju dan menghilang dibalik tikungan. Ayah dan ibu Rani mengusap air matanya, melepaskan kepergian anak sulungnya.

***

Note : kalau suka dengan cerita ini jangan lupa like dan komen ya. Trimakasih sudah membaca.

Terpopuler

Comments

W.Willyandarin

W.Willyandarin

aku mampir kak

2020-09-13

0

om ratno

om ratno

istriku juga Banyuwangi.... salam laros

2020-06-21

1

Candy Tohru

Candy Tohru

Ribet jg ya, kalo mau punya suami banyak syaratnya.. nanti ditanyain bibit, bobot dan bebet nya juga lagi

2020-06-08

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!