Tentang Kita
Gawai Rani bergetar beberapa saat, Rani melirik layar di gawainya tertulis nama Hani di sana. Dia kembali melanjutkan pekerjaannya, surat-surat yang harus segera ditanda tangani oleh bosnya sore ini sebelum beliau pulang.
Selesai mengantar berkas dia pun kembali ke ruangannya, Rani meraih gawainya dan menghubungi nomor Hani.
"Hai Han, sorry tadi aku lagi sibuk. Si Bos udah nungguin berkas-berkas buat rapat besok," sapa Rani.
"Ah santai saja Ran, kamu masih di kantor ya?" tanya Hani.
"Iya, ini sudah mau pulang kog, bentar lagi lanjut ke kampus, apa kabarmu Han?" tanya Rani.
"Yah begini lah, dapur kasur sumur," terdengar tawa Hani dari sebrang sana.
"Ah lu, namanya jadi istri ya memang itulah tugasnya," sambung Rani.
"Bosan juga aku kayak gini Ran, aku ingin punya anak biar gak sepi," nada suara Hani terdengar gusar.
"Ya kan kamu masih baru meridnya, aku aja udah dua tahun belum dikasih. Kepingin juga punya anak, tapi belum dapet mau diapain ya sabar ajalah. Mungkin Allah juga ragu-ragu mau nitipin momongan," saut Rani sambil tertawa renyah.
"Kamu sih enak ada kesibukan jadi nggak bosan, lah aku begini-begini aja suntuk tau. Kamu tau kan aku ini tipikal orang gak tahan diem di rumah." Hani mencurahkan isi hatinya.
"Carilah kesibukan biar gak bosan, bikin apa gitu di rumah." Rani menasehati sahabatnya.
"Ran ..., rencananya aku mau adopsi anak aja gimana? kemarin ada orang nawarin, jadi ada anak SMA hamil sama pacarnya, terus dia diusir gitu sama nyokapnya, kasian kan jadi anaknya mau ku adopsi, dari pada dia bingung terus anaknya dibuang." Hani berapi-api menceritakan keinginannya.
"Adopsi? yakin, kamu kan masih muda, tunggulah sampai kamu bisa hamil sendiri." Rani tak percaya mendengar keinginan sahabatnya.
"Aku takut gak bisa punya anak Ran, kamu tau kan masa mudaku seperti apa, aku takut Boby meninggalkanku karna aku tidak bisa hamil," suara Hani mulai terdengar parau di ujung sana.
"Apa suamimu setuju dengan rencanamu?" tanya Rani lagi.
"Ah dia mana bisa menolak keinginanku Ran, dia pasti setuju," ucap Hani sangat yakin.
"Ya bagai mana pun suami harus diajak bicara dulu. Sudah siap tidak kalian dengan bayi, baik secara ekonomi atau pun psikologi, kalian juga baru menikah, masih senang-senangnya menikmati waktu berduaan," sambung Rani lagi.
"Nantilah ku bicarakan soal ini dengan Boby." sambung Hani.
"Ok Han udah sore, sudah waktunya aku pulang, nanti aku ketinggalan bis karyawan. Kapan-kapan kabarin aku lagi yah." Rani mengakhiri percakapan mereka di sore itu.
***
Rani menunggu bus karyawan di tempat biasa, tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti di depannya. Seorang pria menyapanya dari dalam mobil setelah menurunkan kaca mobilnya.
"Pulang kemana Bu?" seru pria itu pada Rani, Rani terkejut ada yang menyapanya.
"Oh Pak Daniel mau ke jalan Wahid Hasyim Pak, lagi nunggu bus jemputan." Rani tersenyum ramah, setelah tau si pemilik suara adalah Daniel.
"Yuk barengan, saya ada rapat juga dekat sana, ntar kemaleman lo Bu!" tawar pria yang bernama Daniel.
Daniel ini salah satu investor yang sering datang ke kantor Rani untuk mengurus surat-surat perijinan.
"Duh gak usah Pak, nanti malah Bapak telat meetingnya, saya nunggu bus aja Pak. Trimakasih," Rani menolak ajakan Daniel dengan halus.
"Mana ada lagi busnya Buk, coba lihat ini sudah jam berapa," Daniel meyakinkan Rani karna hari sudah semakin sore.
Rani melihat jam tangannya dan mengumpat dalam hati, rupanya dia sudah ketinggalan bus karyawan. Dia pun ragu menerima tawaran dari Daniel.
"Yuk, keburu malem!" ajak Daniel lagi.
"Beneran, gak ngrepotin nanti?" tanya Rani segan.
Daniel menggeleng dengan senyum manis di bibirnya. Rani akhirnya setuju untuk menumpang mobil Daniel. Baru kali ini dia berbicara begitu dekat dengan pria ini, selama ini mereka hanya berbicara seperlunya saat di kantor.
Wajah Daniel selain ganteng juga berkharisma, dia terkenal ramah dan royal pada siapapun, penampilannya yang low profile bikin namanya cukup disegani di kantor Rani.
Sama siapa saja dia bersikap baik, bahkan sama cleaning service pun dia sangat sopan. Padahal dia ini seorang pengusaha yang terkenal tajir melintir.
"Kalau butuh tumpangan telpon saya saja ya, saya kalau sore pasti ada di seputaran kantor Ibuk." Daniel mulai membuka obrolan, sambil tangannya menyodorkan kartu nama ke Rani.
"Ah Bapak bisa saja, mana mungkin saya minta diantarin pak Daniel, nanti dikira ada apa-apa sama orang kantor," Rani terkekeh malu.
"Ya tidak apa-apa sih, dari pada Ibu naik taksi malam-malam bahaya malahan." Sesekali Daniel melirik pada Rani, sudah lama dia diam-diam mengagumi kecantikan Rani.
"Saya turun di kampus GC ya Pak," ucap Rani.
"Loh masih kuliah toh rupanya, nanti pulangnya jam berapa?" tanya Daniel lagi.
"Saya pulang jam sebelas malam dari kampus Pak," jawab Rani.
"Wah malem sekali, terus rumah Ibuk di mana, mau ku jemput?" tawarnya lagi.
"Deket kog dari kampus, memang saya nyari yang deket, biar pulangnya enak. Kebetulan kalau pulang sama temen kadang dijemput suami," jawab Rani.
"Suami, masa ibu sudah punya suami sih?" Daniel tak percaya.
"Saya sudah menikah Pak," tegas Rani.
"Oh kirain masih gadis," Daniel terkekeh pelan, ada rasa kecewa di hatinya.
Sampai di kampus, Rani berpamitan sebelum dia turun dari mobil Daniel, "Trimakasih tumpangannya ya Pak, maaf udah ngrepotin Bapak."
"Ok, oh ya Buk tolong miss call nomor saya, kalau sewaktu-waktu saya ada perlu bisa langsung telpon Ibuk." Daniel tersenyum lebar menampakkan giginya yang putih bersih, wajah ganteng Daniel semakin terpampang membuat Rani merasa kikuk bertatapan dengannya.
"Baik Pak nanti saya miss call yah." Rani berusaha menghindari tatapan mata Daniel.
Daniel melajukan mobilnya meninggalkan kampus, Ranipun melangkahkan kakinya ke dalam kampus sambil mengirim kabar pada suaminya melalui WA.
Dia mengabarkan kalau sudah di kampus dan pulang diantar pak Daniel salah satu investor di kantornya.
Rani mengetik pesan singkat pada Daniel. 'Ini nomor Rani ya Pak. Trimakasih,' isi pesan singkat Rani.
"Ok trimakasih, selamat belajar ya," balas Daniel.
Rani memasuki ruang kelasnya, mengikuti mata kuliah hingga jam sebelas malam. Dia pun pulang ke rumah bersama dengan temannya yang kebetulan tinggal satu komplek dengannya.
***
Rani menggeliat membalikkan tubuhnya, suaminya sudah tidak ada lagi di tempat tidurnya. Pagi-pagi sekali Arya sudah berangkat bekerja, begitulah hari-hari yang dilalui Rani selama menikah.
Arya suami Rani menjadi orang kepercayaan bosnya, jam kerjanya tidak seperti karyawan biasa. Arya harus selalu bersama bosnya pergi kemanapun, sampai urusan pribadi sang bos juga dia yang mengurus.
Kadang kala Rani ingin protes, tapi itu sudah menjadi konsekuensi pekerjaan suaminya, mendapatkan gaji tinggi tapi jarang bisa bercengkrama dengan istri.
Sebenarnya uang yang diberi Arya sudah sangat berlebih, tapi demi membunuh rasa kesepiannya Rani memilih bekerja lagi, dan itu pun atas persetujuan Arya.
Arya tau istrinya sangat kesepian, makanya dia mengijinkannya bekerja lagi, sejak pengantin baru Rani sudah sering ditinggal sendiri, bahkan waktu untuk bercinta saja kadang tidak pernah ada.
Rani diam tidak pernah protes pada suaminya, meski kadang sebenarnya dia merasa kecewa. Arya berfikir semua itu bisa dia ganti dengan memberikan uang yang banyak, untuk mengobati kesepian istrinya.
Arya juga tidak pernah marah kalau Rani menghabiskan uang pemberiannya dia hanya ingin istrinya merasa bahagia. Biarlah Rani berbahagia dengan caranya, toh selama ini kemana pun Rani pergi dia selalu mengabari Arya, kemana dan bersama siapa.
***
Note : kalau suka dengan cerita ini jangan lupa like dan komen ya. Trimakasih sudah membaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Sept September
semangat kakakkkk 🤗
2020-09-11
0
Aniest.nisya
semangat thorr❤️🤗🤗
2020-08-18
1
Mey Melly Catlover
Mba Wiens semua ceritanya asli oke semua tuk di baca 😘
2020-08-14
1