Sebuah Sandiwara

Arya dan Rani sudah tiba di rumah orang tua Arya, keduanya turun dari mobil disambut Anita kakak Arya yang sedang menyapu halaman.

"Kamu sudah siap?" tanya Arya sebelum mereka masuk ke dalam rumah.

Kali ini Rani tak se kikuk awal mula dia datang ke rumah ini, keluarga Arya sebenarnya sangat open dan menyenangkan.

"Ma..., Mbak Rani sudah datang," teriak adik Arya.

Mama Arya keluar dari kamarnya dengan senyum sumringah menyambut kedatangan Rani. Wanita ini sangat berbeda dengan ibu Rani yang suka ngomel-ngomel tiap hari.

"Kamu nginep dimana Nduk? ngapain tidur di hotel, disini ada kamar Arya, biar dia tidur di ruang tamu,"

"Mboten Buk, nanti gak enak sama tetangga," jawab Rani.

Arya berlalu meninggalkan Rani bersama mamanya, dia masuk ke kamarnya membuat Rani celingukan mencarinya.

"Kamu wes maem, itu tadi mamah belikan kikil, kata Arya kamu lagi pingin makan kikil,"

"Nanti saja Buk,"

Rani jadi tersipu malu, kog jadi tau soal dia kepingin kikil sih orang tua ini.

Kalau saja ini orang tuanya Bram, pasti Rani sangat senang. Bram bahkan belum mengenalkan Rani pada orang tuanya.

"Nduk ini cincin Mama, Mama ingin memberikannya padamu, karna kamu calon mantu perempuanku satu-satunya,"

Mama Arya tiba-tiba memberi Rani sebuah cincin.

"Tapi bu, Rani dan Arya masih belum...,"

Belum selesai Rani bicara mama Arya sudah menyematkan cincin itu dijari Rani.

"Sudah terimalah, Arya anak lelaki ku satu-satunya,"

"Aku tau dia menyukaimu aku titip anakku padamu, tolong bahagiakanlah dia," wajah mama Arya memohon.

Rani tercekat lidahnya tiba-tiba terasa kelu. Dia tidak bisa berkata-kata hanya mengangguk ragu.

"Kami akan segera berkunjung ke rumah orang tuamu, untuk melamarmu,"

"Kalaupun kamu sudah harus kembali bekerja tidak apa-apa, ini sebagai silahturahmi kami dengan keluargamu,"

Rani menelan ludah, tiba-tiba jadi terasa sangat pahit, ini apa bagaimana bisa begini. Ayah Rani pasti akan senang dan setuju dengan lamaran ini.

Dia dan Arya juga belum ada perasaan apa-apa. Bagaimana dengan Bram nanti, bagaimana cara Rani menjelaskan padanya pikiran Rani semakin kalut.

Arya keluar dan sudah berganti pakaian. Rani memandangnya seolah minta tolong agar segera dibawa keluar dari tempat itu.

"Makan yuk Ran, itu ada kikil kesukaanmu," ajak Arya.

Rasa itu tiba-tiba sudah hilang, Rani bangkit dan mendekati Arya. Rasanya tempat yang dia duduki bagaikan bara api.

"Saya permisi ya Bu" pamitnya pada mama Arya.

Mama Arya tersenyum lalu meninggalkan Arya berduaan bersama Rani.

"Mas antar aku ke hotel sekarang!" bisik Rani wajahnya memerah.

"Kamu gak makan dulu?" tanya Arya.

"Nafsu makanku hilang," jawab Rani.

"Makanlah sedikit, biar mamaku tidak curiga,"

Arya menggandeng tangan Rani membawanya ke ruang makan, Rani bagaikan patung tak berdaya mengikuti langkah Arya. Arya mengambil piring, lalu mengambilkan kikil buat Rani. Rani masih tak bergeming.

"Makanlah kikilnya saja," Arya menyuap Rani.

Rani memandang Arya dengan kesal, wajah Arya memohon agar Rani mau makan. Dengan sedikit melotot Rani membuka mulutnya. Rasanya susah sekali untuk menelan makanan itu. Perasaannya kesal dan serba salah.

"Setelah ini antar aku ke hotel!" bisik Rani setengah melotot.

"Iya, iya sabar," jawab Arya.

Setelah berpamitan pada keluarga Arya, Rani dan Arya kembali ke hotel. Rani diam seribu bahasa sepanjang jalan, Arya juga tidak berani bersuara.

Sesampainya di hotel Arya tidak turun dari mobilnya, dia ingin langsung pulang. Tapi Rani mengajaknya turun.

"Mas kita perlu bicara," kata Rani.

"Mmmm baiklah, sekarang?" tanya Arya.

"Nggak, lebaran monyet!" jawab Rani ketus.

"Kapan itu?" tanya Arya.

"Ya sekarang lah, jangan bikin aku marah!" mata Rani melotot.

"Oh maaf, baiklah jangan melotot nanti matanya copot," Arya mencoba mencairkan ketegangan.

"Bodok!"

Rani keluar dan membanting pintu mobil. Arya mengikutinya dari belakang. Sesampainya di kamar hotel, Rani duduk di kursi balkon kamarnya, sambil menikmati udara malam dan suasana jalan kota surabaya dari balkon hotel.

Arya juga duduk di dekatnya, dia tak berani menanyakan apa maksud Rani. Rani melepas cincin di jarinya, lalu menyerahkan kepada Arya.

"Mas, ibumu tadi memberiku ini. Malah mau menemui orang tuaku lagi, bagaimana ini?" Rani gusar.

Arya sebenarnya senang sekali mendengar ini, biarlah cinta datang belakangan, yang penting Rani jadi miliknya lebih dulu.

"Mas...!" gertak Rani.

"Mmmm, apa... gimana?" Arya kaget.

"Ya kamu ini kog malah nglamun sih, cari solusi dong!" Rani mulai marah.

"Ran... bagaimana kalau kita jalani aja dulu," kata Arya.

"Jalanin gimana maksudmu?"

Rani memijit pelipisnya, kepalanya berdenyut-denyut dan terasa sakit.

"Ya kita jalani saja dulu ikatan ini," jawab Arya.

"Ya nggak bisa gitu dong, mana bisa bertunangan tanpa cinta," wajah Rani memerah.

"Aku tidak akan menyentuhmu sampai kamu menerimaku," kata Arya.

"Akan seperti apa hidupku kalau begitu," Rani menitikkan air mata.

"Aku akan membahagiakanmu Ran, aku berjanji padamu,"

Arya meraih tangan Rani, Rani menolak dan membuang muka.

"Aku menyukaimu Ran,"

Tiba-tiba Arya berlutut di depan Rani, Rani memandang lekat wajah Arya.

"Mas carilah wanita lain, aku sudah tidur dengan Bram," ucap Rani.

Deg...

Arya terkejut dia memandangi wajah Rani dengan lekat. Mata mereka beradu. Arya mencoba bertanya kelubuk hatinya, masihkah dia menginginkan Rani setelah mendengar ini. Tapi mata itu, mata Rani membuat hati Arya tenang. Arya bahkan tak merasa sakit hati.

"Kita hidup di jaman apa, aku tidak mempermasalahkan itu Ran," bisik Arya.

Hah apa maksud laki-laki ini pikir Rani, kenapa dia tidak bergeming sedikitpun.

"Aku mencintaimu Ran," kata Arya lirih.

Rani diam membisu, tak berkata-kata lagi. Matanya memandang langit, memandangi bintang yang berkelipan di atas sana.

"Apa arti pernikahan buatmu Mas," tanya Rani.

"Aku hanya akan menikah sekali seumur hidupku Ran, tentunya aku akan menjaga pernikahanku sampai ajalku," jawab Arya.

"Apa kamu bahagia memilikiku?" tanya Rani lagi.

"Pria mana yang tidak bahagia jika memiliki mu, Bram pasti bilang begitu, benarkan Bram nama pria beruntung itu?"

Rani mengangguk pelan, Rani memiliki harapan bersama Bram tapi restu orang tuanya juga sangatlah penting.

"Aku pulang besok Mas, aku butuh membicarakan soal ini dengan Bram, kalaupun berakhir aku mau berakhir dengan baik-baik,"

"Jika orang tuaku menerimamu, aku butuh waktu untuk menerimamu di hatiku," ucap Rani lirih.

"Aku akan menunggunya Sayang,"

Arya meraih tangan Rani. Namun Rani mengelak. Arya mengerti dia hanya butuh waktu untuk membuat wanita di hadapannya itu menerimanya.

Arya pulang ke Rumahnya, hatinya bahagia dia akan meminta mamanya untuk segera melamar Rani. Dia yakin suatu saat Rani pasti menerima cintanya.

***

Note : kalau suka dengan cerita ini jangan lupa like dan komen ya. Trimakasih sudah membaca.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!