NovelToon NovelToon

Tentang Kita

Rutinitas Rani

Gawai Rani bergetar beberapa saat, Rani melirik layar di gawainya tertulis nama Hani di sana. Dia kembali melanjutkan pekerjaannya, surat-surat yang harus segera ditanda tangani oleh bosnya sore ini sebelum beliau pulang.

Selesai mengantar berkas dia pun kembali ke ruangannya, Rani meraih gawainya dan menghubungi nomor Hani.

"Hai Han, sorry tadi aku lagi sibuk. Si Bos udah nungguin berkas-berkas buat rapat besok," sapa Rani.

"Ah santai saja Ran, kamu masih di kantor ya?" tanya Hani.

"Iya, ini sudah mau pulang kog, bentar lagi lanjut ke kampus, apa kabarmu Han?" tanya Rani.

"Yah begini lah, dapur kasur sumur," terdengar tawa Hani dari sebrang sana.

"Ah lu, namanya jadi istri ya memang itulah tugasnya," sambung Rani.

"Bosan juga aku kayak gini Ran, aku ingin punya anak biar gak sepi," nada suara Hani terdengar gusar.

"Ya kan kamu masih baru meridnya, aku aja udah dua tahun belum dikasih. Kepingin juga punya anak, tapi belum dapet mau diapain ya sabar ajalah. Mungkin Allah juga ragu-ragu mau nitipin momongan," saut Rani sambil tertawa renyah.

"Kamu sih enak ada kesibukan jadi nggak bosan, lah aku begini-begini aja suntuk tau. Kamu tau kan aku ini tipikal orang gak tahan diem di rumah." Hani mencurahkan isi hatinya.

"Carilah kesibukan biar gak bosan, bikin apa gitu di rumah." Rani menasehati sahabatnya.

"Ran ..., rencananya aku mau adopsi anak aja gimana? kemarin ada orang nawarin, jadi ada anak SMA hamil sama pacarnya, terus dia diusir gitu sama nyokapnya, kasian kan jadi anaknya mau ku adopsi, dari pada dia bingung terus anaknya dibuang." Hani berapi-api menceritakan keinginannya.

"Adopsi? yakin, kamu kan masih muda, tunggulah sampai kamu bisa hamil sendiri." Rani tak percaya mendengar keinginan sahabatnya.

"Aku takut gak bisa punya anak Ran, kamu tau kan masa mudaku seperti apa, aku takut Boby meninggalkanku karna aku tidak bisa hamil," suara Hani mulai terdengar parau di ujung sana.

"Apa suamimu setuju dengan rencanamu?" tanya Rani lagi.

"Ah dia mana bisa menolak keinginanku Ran, dia pasti setuju," ucap Hani sangat yakin.

"Ya bagai mana pun suami harus diajak bicara dulu. Sudah siap tidak kalian dengan bayi, baik secara ekonomi atau pun psikologi, kalian juga baru menikah, masih senang-senangnya menikmati waktu berduaan," sambung Rani lagi.

"Nantilah ku bicarakan soal ini dengan Boby." sambung Hani.

"Ok Han udah sore, sudah waktunya aku pulang, nanti aku ketinggalan bis karyawan. Kapan-kapan kabarin aku lagi yah." Rani mengakhiri percakapan mereka di sore itu.

***

Rani menunggu bus karyawan di tempat biasa, tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti di depannya. Seorang pria menyapanya dari dalam mobil setelah menurunkan kaca mobilnya.

"Pulang kemana Bu?" seru pria itu pada Rani, Rani terkejut ada yang menyapanya.

"Oh Pak Daniel mau ke jalan Wahid Hasyim Pak, lagi nunggu bus jemputan." Rani tersenyum ramah, setelah tau si pemilik suara adalah Daniel.

"Yuk barengan, saya ada rapat juga dekat sana, ntar kemaleman lo Bu!" tawar pria yang bernama Daniel.

Daniel ini salah satu investor yang sering datang ke kantor Rani untuk mengurus surat-surat perijinan.

"Duh gak usah Pak, nanti malah Bapak telat meetingnya, saya nunggu bus aja Pak. Trimakasih," Rani menolak ajakan Daniel dengan halus.

"Mana ada lagi busnya Buk, coba lihat ini sudah jam berapa," Daniel meyakinkan Rani karna hari sudah semakin sore.

Rani melihat jam tangannya dan mengumpat dalam hati, rupanya dia sudah ketinggalan bus karyawan. Dia pun ragu menerima tawaran dari Daniel.

"Yuk, keburu malem!" ajak Daniel lagi.

"Beneran, gak ngrepotin nanti?" tanya Rani segan.

Daniel menggeleng dengan senyum manis di bibirnya. Rani akhirnya setuju untuk menumpang mobil Daniel. Baru kali ini dia berbicara begitu dekat dengan pria ini, selama ini mereka hanya berbicara seperlunya saat di kantor.

Wajah Daniel selain ganteng juga berkharisma, dia terkenal ramah dan royal pada siapapun, penampilannya yang low profile bikin namanya cukup disegani di kantor Rani.

Sama siapa saja dia bersikap baik, bahkan sama cleaning service pun dia sangat sopan. Padahal dia ini seorang pengusaha yang terkenal tajir melintir.

"Kalau butuh tumpangan telpon saya saja ya, saya kalau sore pasti ada di seputaran kantor Ibuk." Daniel mulai membuka obrolan, sambil tangannya menyodorkan kartu nama ke Rani.

"Ah Bapak bisa saja, mana mungkin saya minta diantarin pak Daniel, nanti dikira ada apa-apa sama orang kantor," Rani terkekeh malu.

"Ya tidak apa-apa sih, dari pada Ibu naik taksi malam-malam bahaya malahan." Sesekali Daniel melirik pada Rani, sudah lama dia diam-diam mengagumi kecantikan Rani.

"Saya turun di kampus GC ya Pak," ucap Rani.

"Loh masih kuliah toh rupanya, nanti pulangnya jam berapa?" tanya Daniel lagi.

"Saya pulang jam sebelas malam dari kampus Pak," jawab Rani.

"Wah malem sekali, terus rumah Ibuk di mana, mau ku jemput?" tawarnya lagi.

"Deket kog dari kampus, memang saya nyari yang deket, biar pulangnya enak. Kebetulan kalau pulang sama temen kadang dijemput suami," jawab Rani.

"Suami, masa ibu sudah punya suami sih?" Daniel tak percaya.

"Saya sudah menikah Pak," tegas Rani.

"Oh kirain masih gadis," Daniel terkekeh pelan, ada rasa kecewa di hatinya.

Sampai di kampus, Rani berpamitan sebelum dia turun dari mobil Daniel, "Trimakasih tumpangannya ya Pak, maaf udah ngrepotin Bapak."

"Ok, oh ya Buk tolong miss call nomor saya, kalau sewaktu-waktu saya ada perlu bisa langsung telpon Ibuk." Daniel tersenyum lebar menampakkan giginya yang putih bersih, wajah ganteng Daniel semakin terpampang membuat Rani merasa kikuk bertatapan dengannya.

"Baik Pak nanti saya miss call yah." Rani berusaha menghindari tatapan mata Daniel.

Daniel melajukan mobilnya meninggalkan kampus, Ranipun melangkahkan kakinya ke dalam kampus sambil mengirim kabar pada suaminya melalui WA.

Dia mengabarkan kalau sudah di kampus dan pulang diantar pak Daniel salah satu investor di kantornya.

Rani mengetik pesan singkat pada Daniel. 'Ini nomor Rani ya Pak. Trimakasih,' isi pesan singkat Rani.

"Ok trimakasih, selamat belajar ya," balas Daniel.

Rani memasuki ruang kelasnya, mengikuti mata kuliah hingga jam sebelas malam. Dia pun pulang ke rumah bersama dengan temannya yang kebetulan tinggal satu komplek dengannya.

***

Rani menggeliat membalikkan tubuhnya, suaminya sudah tidak ada lagi di tempat tidurnya. Pagi-pagi sekali Arya sudah berangkat bekerja, begitulah hari-hari yang dilalui Rani selama menikah.

Arya suami Rani menjadi orang kepercayaan bosnya, jam kerjanya tidak seperti karyawan biasa. Arya harus selalu bersama bosnya pergi kemanapun, sampai urusan pribadi sang bos juga dia yang mengurus.

Kadang kala Rani ingin protes, tapi itu sudah menjadi konsekuensi pekerjaan suaminya, mendapatkan gaji tinggi tapi jarang bisa bercengkrama dengan istri.

Sebenarnya uang yang diberi Arya sudah sangat berlebih, tapi demi membunuh rasa kesepiannya Rani memilih bekerja lagi, dan itu pun atas persetujuan Arya.

Arya tau istrinya sangat kesepian, makanya dia mengijinkannya bekerja lagi, sejak pengantin baru Rani sudah sering ditinggal sendiri, bahkan waktu untuk bercinta saja kadang tidak pernah ada.

Rani diam tidak pernah protes pada suaminya, meski kadang sebenarnya dia merasa kecewa. Arya berfikir semua itu bisa dia ganti dengan memberikan uang yang banyak, untuk mengobati kesepian istrinya.

Arya juga tidak pernah marah kalau Rani menghabiskan uang pemberiannya dia hanya ingin istrinya merasa bahagia. Biarlah Rani berbahagia dengan caranya, toh selama ini kemana pun Rani pergi dia selalu mengabari Arya, kemana dan bersama siapa.

***

Note : kalau suka dengan cerita ini jangan lupa like dan komen ya. Trimakasih sudah membaca.

Mudik

flash back Rani

Waktu itu bulan puasa, Rani hendak pulang ke kampung halamannya di daerah Jawa Timur. Di pesawat dia duduk bersebelahan dengan seorang pria, Rani tersenyum saat mereka saling bertatapan mata.

"Mau mudik ya mbak?" sapa pemuda itu membuka percakapan di antara mereka, sudah hampir satu jam bersama diperjalanan mereka belum juga saling bicara.

"Oh iya Mas, Mas mau mudik juga?" jawab Rani sambil menoleh sekilas.

"He he iya, ngomong-ngomong pulang kemana mana tau kita satu arah?" pria itu penasaran dengan Rani.

"Banyuwangi Mas," jawab Rani singkat. Rani sebenarnya enggan menjawab karna mereka baru saja berkenalan.

"Wah Banyuangi, saudara saya juga ada di sana. Mbak Banyuwangi mana?" lagi-lagi pria ini penasaran.

"Genteng," jawab Rani singkat.

"Apanya stasiun radio, mmm radio apa itu ya?" pria itu mencoba mengingat-ingat.

"Ya dekat-dekat situ lah," jawab Rani agak ketus.

Rani mencoba memejamkan matanya, menghindari percakapan yang menurutnya tidak perlu, dia juga sudah mulai mengantuk. Terdengar sayup-sayup pria itu masih berbicara padanya sebelum dia benar-benar terlelap dalam tidurnya.

***

Beberapa saat lagi pesawat akan tiba di Surabaya, Rani masih tertidur bahkan tanpa sadar kepalanya sudah bersandar di pundak pria di sampingnya.

Pria itu mengambil hp dan mengambil foto kejadian itu sambil menahan tawa, dia menyimpan foto itu untuk kenang-kenangan.

"Mbak, Mbak!" pria itu mencoba membangunkan Rani yang masih tertidur, sebentar lagi pesawat akan mendarat.

"Heh hmm ..."

Rani terbangun dan kaget saat menyadari kepalanya sedang bersandar di pundak orang.

"Duh maaf ya Mas," Rani tersipu malu.

"Gak apa kog, Mbak capek sekali kelihatannya?"

"Iya tadi malam saya gak bisa tidur, biasalah orang mau mudik sibuk ini itu. Mmm kalau Mas pulang kemana?" Rani mulai berusaha ramah.

"Saya ke Madiun Mbak, deket saja kog."

Pesawat sudah mendarat dengan sempurna, satu persatu penumpang mulai turun, Rani dan pria itu turun paling belakang menunggu penumpang sudah sepi.

"Bawa bagasi ya Mbak?" tanya pria itu pada Rani.

"Ada Mas dua koper, oleh-oleh buat ponakan."

"Nanti naik apa ke Banyuwanginya?"

"Saya naik travel saja Mas."

"Ya udah nanti aku bantu carikan travel ya. Sendirian gitu nanti malah dimanfaatkan sama orang."

Entah kenapa pria itu mulai mencemaskan Rani. Dia juga mengambilkan barang Rani dari antrian bagasi, lalu mencarikan travel tujuan Banyuwangi.

Setelah urusan travel Rani beres pria itupun akan melanjutkan perjalanannya sendiri.

"Mas trimakasih ya sudah dibantuin, semoga masnya selamat sampai tujuan ya," Rani berpamitan sebelum dia masuk ke mobil travel.

"Eh Mbak namanya siapa ya?"

"Rani."

"Aku Arya, minta nomor hpnya boleh, mana tau bisa main-main nanti?"

Arya tidak mau kehilangan kesempatan untuk mengenal Rani lebih dekat.

"Baiklah, ini nomor hpku."

Rani menyodorkan kartu nama. Arya menerima dengan mata berbinar hatinya bahagia. Rani kemudian menghilang bersama mobil travel yang membawanya.

Arya melanjutkan perjalanan ke rumahnya, sesampainya di rumah dia disambut suka cita oleh keluarganya. Sudah lama Arya tidak pulang menemui orang tuanya.

Setelah bercengkrama dengan keluarganya, Arya pergi mandi dan hendak beristirahat di kamarnya. Dia teringat dengan Rani, sudah sampai manakah gadis itu sekarang.

"Hai Jeng sudah sampai mana?" isi pesan Arya pada Rani.

"Baru sampai Pasuruan, macet ini. Mas udah sampai di rumah ya?"

Mendapat balasan dari Rani hati Arya berbunga-bunga.

"Iya, aku udah mandi dan udah wangi," jawab Arya.

"Nggak nanyak!"

Arya mengernyitkan dahi membaca balasan dari Rani, kambuh lagi ketusnya ini anak bathin Arya.

"Ya aku ngasih tau aja, habisnya kamu gak suka nanya-nanya," balas Arya.

"Ya kan gak tau mau nanya apa," balas Rani.

"Ya nanya aja sih apa gitu, biar gak suntuk di jalan, jadi aku temanin lewat chat."

Lama menunggu balasan namun Rani tak juga membalas akhirnya Arya ketiduran.

***

"Kamu sudah punya calon belum Arya?" tanya bu Siti ibu Arya.

"hmmmm belum Mah," jawab Arya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang sedang tidak gatal.

"Nunggu apa lagi, kamu udah tiga puluh lebih umurnya nanti keburu tua,"

"Adekmu saja sudah mau nikah, apa kamu masih ngarep sama Cintia itu, yang sudah ninggalin kamu?"

"Ya belum ketemu yang cocok Mah, mau gimana lagi, menikah kan gak segampang itu. Mama mau aku salah pilih istri?" Arya balik bertanya pada ibunya.

"Ya nggak sih, Mama selalu doakan kamu dapat istri yang baik dan bisa menjaga kamu, sayang sama kamu." ucap bu Siti pelan.

"Nanti lah Mah, kalau sudah jodoh pasti ketemu juga. Arya cuma gak mau bikin anak orang menderita hidup denganku."

"Ya paling tidak kamu punya pacar gitu, biar mama gak mikir macam-macam. Kamu masih suka sama perempuan kan?" selidik bu Siti yang mulai curiga.

"Apaan sih Mamah! memangnya aku suka sama laki-laki," Arya mulai sewot.

"Syukurlah kalau anak Mamah normal. Mamah takut ini jaman sudah gila, Mama lihat di tivi-tivi yang kayak begitu banyak."

Bu Siti selama ini khawatir kalau Arya tidak menyukai wanita, dia takut anaknya menyukai laki-laki seperti yang dia baca diberita.

Arya memang hanya dua kali berpacaran selama hidupnya, pertama waktu dia sekolah SMA, dan saat dia sudah merantau pernah punya pacar bernama Cintia.

Cintia tiba-tiba meninggalkan Arya tanpa sebab, sejak itu Arya tidak pernah lagi pacaran, dan itu membuat ibunya sangat cemas, Arya pernah benar-benar patah hati kala itu.

***

Rani di kampung juga tak beda jauh dengan Arya, orang tua Rani juga menginginkan anaknya itu secepatnya menikah. Rani juga belum menunjukkan tanda-tanda dekat dengan seseorang.

Sementara Ratih adiknya sudah ada yang meminang dan sebentar lagi mau menikah. Ranilah yang menyuruh adiknya untuk segera menikah.

Rani bukan tidak mau menikah, sebenarnya dia sudah beberapa kali menjalin hubungan dengan beberapa pria, akan tetapi orang tuanya selalu meminta Rani memiliki pasangan dari suku Jawa. Sedangkan Rani tengah menjalin hubungan dengan pria yang bukan dari Jawa.

"Mbak Rani gak apa-apa kalau aku langkahin?" tanya Ratih suatu sore.

"Kenapa? gak usah terlalu ngikut omongan orang, kalau kamu sudah ketemu yang cocok ya nikah saja. Nggak usah nunggu Mbak, Mbak bukan gak laku, tapi Bapak yang selalu menolak calon Mbak, karna calon Mbak bukan orang Jawa."

"Ya Mbak carilah pacar orang Jawa, mungkin Bapak takut kalau Mbak menikah tidak dengan orang Jawa, nanti Mbak gak bisa pulang kesini lagi," Ratih menasehati kakaknya.

"Mbak belum pernah ketemu sama orang Jawa yang cocok ha ha. Tenang, Mbakmu ini nanti pasti menikah kog santai saja."

Mereka bercengkrama melepas kerinduan. Rani tidak pernah lama kalau pulang kampung, biasanya paling lama cuma satu minggu karna dia harus kembali bekerja.

"Ping ..."

Sebuah pesan pendek masuk di gawai Rani. Rani melihat gawainya, tertulis nama Arya disana.

"Apa kabar Mas?" balas Rani.

"Kamu masih di kampung?" balas Arya

"Masih, paling 3 hari lagi disini," balas Rani.

"Aku boleh main ke rumahmu nggak?" tanya Arya.

"Jangan Mas, bisa-bisa nanti langsung disuruh ngelamar kalau Mas datang kesini sama Bapak."

"Bagus dong, sekalian aja kita langsung menikah," Arya tertawa sendiri.

"Ah kamu gak lucu," Rani bersungut-sungut kesal.

"Ya kalau disuruh nikah aku mau kog, aku belum punya istri kamu belum punya suami, pas kan Jeng," balas Arya dia senyum-senyum sendiri membalas pesan Rani.

"Ye maunya situ kalee, aku mah ogah,"

Rani mulai kesal, gila aja baru kenal cuma sebentar ngajak nikah.

"Coba kirim alamatmu, biar aku main kesana mana tau Bapakmu suka sama aku terus kita dinikahin, asik kan."

Arya semakin penasaran dan menggoda Rani membuat Rani merasa kesal lalu mematikan hpnya.

***

Saatnya Rani kembali ke perantauan. Sebelum berangkat ke bandara ayah ibunya memeluknya bergantian. Ratih memeluknya dan matanya berkaca-kaca, Rani tersenyum mencoba menyembunyikan kesedihannya.

"Jaga dirimu di rantau nak, jangan mencari musuh, kamu sendirian di sana gak ada saudara, jaga diri baik-baik ya." Pak Rahmat ayah Rani menasehatinya, sambil mengelus kepala Rani.

"Iya Pak, Rani selalu ingat pesan Bapak. Bapak juga jangan capek-capek, Bapak sudah tua kurangi ke sawahnya," Rani memeluk Bapaknya dengan hangat.

"Ibu pingin kamu cepat menikah, biar Ibu gak cemas. Kalau kamu punya suami setidaknya ada yang jagain kamu di sana, cepatlah mencari pasangan hidup," bisik bu Maemunah ibu Rani sambil memeluk Rani.

"Doain ya buk," balas Rani sambil mencium pipi dan punggung tangan ibunya.

"Mbak... hati-hati ya disana, selalu kabarin Ratih, kalau nanti Ratih menikah Mbak bisa pulang kan?" Ratih memeluk erat kakaknya.

"Iya adekku Sayang jaga Bapak sama Ibuk ya, doain Mbak juga."

Rani memeluk adiknya saudara kandung satu-satunya. Mobil yang mengantar Rani sudah datang, sopirnya pun mulai memasukkan barang bawaan Rani ke dalam mobilnya.

Rani bersalaman dengan keluarganya sebelum berangkat, perlahan mobil yang di tumpangi Rani melaju dan menghilang dibalik tikungan. Ayah dan ibu Rani mengusap air matanya, melepaskan kepergian anak sulungnya.

***

Note : kalau suka dengan cerita ini jangan lupa like dan komen ya. Trimakasih sudah membaca.

Bram

Enam bulan berlalu sejak perkenalan Rani dengan Arya di pesawat, Rani sudah melupakan pertemuan itu. Dia sibuk dengan pekerjaannya, dan Arya juga sama dia harus mengurus pekerjaannya di Singapura.

Rani saat itu memiliki seorang kekasih, akan tetapi karena ayah Rani tidak setuju kalau Rani menikah dengan pria yang berasal dari daerah lain Ranipun mencoba menjaga jarak dari kekasihnya Bram.

Bram kekasih Rani berasal dari Medan, ayahnya Medan ibunya Jakarta, dia lahir dan besar di Medan, dia juga salah satu pemilik saham di tempat Rani bekerja saat ini.

Hubungan Rani dan Bram tidak diketahui orang di kantor Rani, Bram juga hanya ke kantor Rani kalau sedang ada rapat pemegang saham.

Rani tipe orang yang tidak suka memamerkan hubungannya, dia sangat tertutup untuk masalah pribadinya. Banyak pria berusaha mendekati Rani karna mengira Rani masih sendirian, akan tetapi Rani sangat sulit didekati.

Sudah beberapa kali Rani menghindari ajakan Bram, Rani cuma tidak ingin hubungan mereka semakin dalam, dan hanya berakhir kecewa karna tak bisa bersatu juga pada akhirnya.

Siang itu Bram menghubungi Rani, beberapa kali Rani mengabaikan telpon dari Bram, kali ini Rani tak tega dan memilih untuk mengakatnya.

Rani sebenarnya sudah sangat rindu. Bram pria yang baik dan sangat romatis, dia selalu memberi Rani kejutan-kejutan kecil yang membuat Rani bahagia. Tidak ada yang buruk menurut Rani, Bram pria yang sempurna, yang kurang hanyalah satu dia bukan orang Jawa.

Gawai Rani kembali berdering, akhirnya Rani mengangkat gawainya.

"Hallo Yang," sapa Rani mesra.

"Hai Sayangku, tumben mau ngangkat telponku, kirain kamu sibuk jadi gak bisa angkat telpon dariku."

Bram sudah sangat rindu, sejak Rani balik dari kampungnya mereka belum berjumpa langsung, hanya saling telpon itupun sangat jarang.

"Kan ini lagi jam istirahat. Kamu lagi dimana?" tanya Rani.

"Di hatimu dong beb mmmmuah," Bram merayu membuat Rani tersenyum sendiri, Bram memang selalu genit dengannya.

"Idih kagak muat, hatiku kan kecil," Rani tertawa menggoda.

"Muat sini ku masukin, muat kog sayang mau dicoba?" rayu Bram sambil cengingisan.

"Mulai deh siang-siang ngomong mesum," jawab Rani malu sendiri.

"Sudah lama aku gak ketemu kamu, udah pusing kepalaku, yuk keluar aku udah menunggu di parkiran ini."

"Hah di parkiran?" Rani masih tidak percaya.

"Iya bener, kamu gak percaya aku naik ya ke kantormu, sini cepetan turun!" ancam Bram.

Rani bangkit dan mengemasi berkas di mejanya, kemudian dia meraih tas kecil dan segera melangkahkan kakinya menemui Bram.

Sesampainya di parkiran Rani langsung masuk ke mobil Bram. Bram langsung mendaratkan ciumannya pada bibir Rani membuat Rani gak bisa bernafas karna kaget mendapat serangan dari Bram yang tiba-tiba.

"Ah sudah dong, nanti dilihat orang malu," Rani mendorong tubuh Bram.

"Aku kangen banget sayang, kamu jahat sih menghindariku."

Bram masih terus memagut bibir Rani, Ranipun membiarkan dan membalas ciuman Bram. Nafas mereka beradu Bram meremas pinggang Rani, tangannya mulai berpindah meraba paha.

"Sudah ah, jangan macam-macam, yuk jalan."

Rani memperbaiki baju dan roknya yang acak-acakan karna ulah Bram. Bram tersenyum mengerlingkan matanya dengan genit, lalu menghidupkan mobilnya dan membawa keluar dari parkiran.

***

Bram membawa Rani ke sebuah restoran sea food di pinggir pantai. Sesampainya disana Bram memilih tempat yang paling ujung dan sepi agar bebas berbincang berdua.

Setelah memesan makanan dan menunggu pesanan datang, Bram duduk di sebelah Rani, dia menggenggam tangan Rani dan mengelusnya mesra.

"Kapan aku boleh ketemu orang tuamu Sayang?" tiba-tiba Bram membuka pembicaran.

"Hah, hmmm buat apa?" Rani tidak menyangka Bram akan bicara soal itu dengan tiba-tiba.

"Ya apa lagi, karna aku mau serius sama kamu,"

Pembicaraan merekapun terhenti saat pelayan resto datang menyajikan pesanan mereka. Bram dan Rani kemudian menikmati makanan di depannya, sesekali Bram menyuap Rani seperti menyuap anak kecil membuat iri orang yang melihat kemesraan mereka.

Setelah makan siang Bram mengantar Rani ke kantornya. Sebelum turun Bram mengecup mesra kening Rani dan mencium lembut tangan Rani.

"Nanti sore ku jemput yah," ucap Bram sebelum Rani turun.

Rani mengangguk dan tersenyum, kemudian dia keluar dari mobil Bram menuju ke kantornya. Wajah Rani merona bahagia, dia tersenyum sendiri jika mengingat perlakuan Bram padanya.

************

Seperti janjinya Bram sudah menunggu Rani di parkiran, dia merebahkan kursi mobilnya menunggu Rani datang, Bram mengirimkan pesan singkat pada Rani.

"Kanda sudah di bawah ya Dinda."

Rani tersenyum membaca pesan yang masuk di gawainya.

"Tunggu bentar ya Sayang," balas Rani.

Setelah membereskan berkas-berkas di ruangannya Rani segera turun menemui Bram.

"Aku pulang duluan ya Sob,"

Sapa Rani pada teman-teman kantornya yang belum pulang.

"Mau dianterin Ran?"

Robi menawarkan diri, Robi ini salah satu cowok di kantornya yang juga menyukai Rani.

"Makasih Rob, aku pulang bareng teman udah ditunggu di bawah," balas Rani ramah.

"Malem minggu kita nonton yuk Ran?"

Rani tak menjawab hanya melempar senyum dan melambaikan tangannya pada Robi. Teman-teman Robi yang di ruangan cekikikan melihat Robi yang terus mengejar Rani tapi selalu ditolak.

"Kejar terus Rob, jangan kasih kendor!" celetuk Firman saat Rani sudah menghilang di balik pintu.

"Pokoknya sebelum janur kuning melengkung masih ada harapan coi." Robi mengepalkan tangannya, disambut gelak tawa orang di ruangan itu.

Rani masuk ke dalam mobil Bram, Bram yang hampir ketiduran langsung menegakkan kursi mobilnya.

"Lama nunggunya ya? harusnya tadi kamu pulang aja, kayaknya kamu capek banget Sayang," Rani membelai rambut Bram.

"Kan aku udah janji mau jemput kamu. Sudah lama kita gak bersama, kita pulang ke apartemenku ya sayang?" Bram mencolek lembut pipi kekasihnya.

"Ngapain?" tanya Rani.

Rani agak enggan kalau Bram mengajaknya ke apartemennya, dia takut terjadi hal yang di luar kendali kalau hanya berduaan di apartemen.

"Bikin anak, masa mau main masak-masakan sih Yang." Bram menggoda Rani.

"Ogah ah, mulai lagi deh," Rani cemberut kesal.

"Ya udah main kuda-kudaan aja gimana yah yah," Bram kembali terkekeh senang.

"Isshh kamu nakal deh ah." Rani mencubit Bram wajahnya langsung memerah, Bram tertawa puas menggoda Rani.

Mobil Bram terus melaju dan memasuki sebuah mall, Rani hanya diam menikmati lampu kota yang mulai menerangi sepanjang jalanan. Bram memarkirkan mobilnya, dan mengajak Rani keluar.

"Yuk makan, terus cari baju," ajak Bram.

Bram menggamit tangan Rani dengan mesra. Rani mencoba menarik tangannya karna masih kesal tapi Bram memegang tangan Rani dengan erat.

Mereka makan di salah satu restoran di mall, Rani masih irit bicara, dia merasa kesal dengan candaan Bram padanya. Bram memang selalu bicara vulgar kalau sudah bersama Rani, kadang Rani merasa tidak nyaman dan merasa malu.

Setelah makan Bram mengajak Rani ke toko baju, dan menyuruh Rani memilih baju yang dia sukai, Rani sebenarnya tidak mau karna belum butuh baju baru.

Bram terus memaksa dan memilihkan beberapa baju formal dan baju santai. Bram juga membelikan baju tidur yang cukup seksi, Rani tidak bisa menolak keinginan Bram, akhirnya dia diam saja menerima apa yang dibelikan Bram untuknya.

Itulah istimewanya Rani di mata Bram, dari sekian perempuan yang pernah dia kencani Ranilah wanita yang tidak pernah meminta apa pun dari Bram. Bram selalu membelikan barang-barang buat Rani, bahkan kartu kredit pemberian Bram juga jarang Rani gunakan.

Bram pernah menawari mobil buat Rani tapi dia menolak, padahal kalau Rani mau apapun yang dia minta pasti akan Bram kasih.

Bram benar-benar membawa Rani pulang ke apartemennya, Rani menoleh pada Bram alisnya mengernyit seolah berkata tidak saat mau masuk kesana.

"Yang!" Rani kesal.

"Apa? yuk keluar," Bram mengeluarkan belanjaan Rani dari mobil.

"Aku gak mau!" ucap Rani kesal, pada sikap Bram.

"Nggak apa-apa, aku gak bakalan perkosa kamu, kecuali kamu yang minta heh heh," Bram menggoda Rani yang tidak mau keluar dari mobil.

"Ayok, disini banyak nyamuk cepet masuk, mau ku gendong kayak bayi." seru Bram.

"Aku gak mau pokoknya!" jawab Rani ketus.

"Gak diapa-apain juga kog. Ayolah Sayang masuk yuk, jangan kayak anak kecil, malu sama orang nanti ada yang lihat," rayu Bram pada Rani.

Rani mendenguskan nafasnya lalu keluar sambil membanting pintu mobil, Bram hanya tersenyum melihat tingkah Rani yang sedang marah. Bibir Rani yang manyun malah membuat Bram semakin gemas dibuatnya.

Bram dan Rani memasuki lift menuju kamar apartemen. Di dalam lift Rani hanya diam memalingkan wajahnya dari Bram, sampailah mereka di apartemen Bram, dia membuka pintu dan mempersilahkan Rani masuk setelah menghidupkan lampu di apartemennya.

***

Note : kalau suka dengan cerita ini jangan lupa like dan komen ya. Trimakasih sudah membaca.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!