Tasya merasa kebingungan dan tidak bisa berkata apa-apa melihat sikap Fathur yang menurutnya sedikit berlebihan dan sedikit tidak wajar.
Sudah saatnya aku mencari kesempatan untuk menyatakan perasaanku pada Tasya. Aku harus memenangkan hati Tasya sebelum Hendra mendahuluiku. Batin Fathur.
"Tasy, sebenarnya apa hubunganmu dengan Hendra?"
Saat ini badan Fathur setengah menghadap ke arah Tasya, tangan kanannya masih menggenggan ponsel gadis itu.
"Gak. Aku gak punya hubungan apa-apa sama dia."
"Sepertinya dia suka sama kamu."
Sebelum menyatakan perasaannya, terlebih dulu Fathur berbasa-basi. Dia ingin melihat seperti apa reaksi gadis itu jika mereka membahas tentang Hendra, rivalnya.
"Aku tau kak Hendra suka sama aku, tapi aku gak punya perasaan apa-sama dia."
"Kamu yakin gak punya perasaan apa-apa sama dia?" tanya Fathur, dia terus memancing Tasya untuk berbicara.
"Iya, aku yakin. Lagian aku cuma sukanya sama-" Sontak saja Tasya menutup mulutnya dengan tangan. Hampir saja dia keceplosan.
Fathur tersenyum. "Sama siapa hayo?"
Fathur terus memancing Tasya. Pemuda itu menyandarkan sikunya pada setir kemudi mobilnya kemudian menopang kepalanya menggunakan tangan kanannya.
"Udah, lupain aja. Ayo kita jalan sekarang. Aku udah gak sabar pengen liat kampusnya." Tasya mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Dia pasti akan merasa sangat malu dan canggung jika sampai ketahuan kalau dirinya menyukai pemuda yang sedang menginterogasinya itu.
"Nanti dulu. Aku gak bakalan menjalankan mobilnya sebelum kamu ngasih tau aku siapa orang yang kamu sukai itu."
"Gak ada. Ayo jalan."
"Aku 'kan udah bilang kalo aku gak bakalan menjalankan mobilnya sebelum kamu ngasih tau aku siapa orangnya."
"Fathur, ih. Nyebelin banget. Kalau gitu aku turun aja di sini. Aku pulangnya naik ojol." Tasya merasa sangat kesal karena merasa dipojokkan oleh Fathur. Gadis itu mencoba membuka pintu mobilnya tapi sayangnya tidak bisa terbuka karena Fathur sudah menguncinya.
"Jangan dong. Kenapa kamu gak mau ngasih tau aku sih? Apa jangan-jangan kamu sukanya sama aku ya?" Fathur tiada hentinya menggoda Tasya.
"Gak!" Karena malu Tasya langsung menutupi seluruh wajahnya dengan kain hijab yang menjuntai di depan dadanya. Gadis itu merasa sangat malu sekali.
Apakah aku segitu gak becusnya menyembunyikan perasaaku? Kenapa Fathur bisa langsung tau kalau aku suka sama dia? Mau ditaroh dimana mukaku sekarang?
Fathur tersenyum bahagia melihat reaksi Tasya. Dengan begini, dia menjadi sangat yakin kalau Tasya juga pasti menyukainya.
"Hei, kenapa wajahnya harus ditutup? Ayo buka," kata Fathur, sambil tertawa.
Tasya bersikeras menutupi wajahnya dengan kain. Saat ini dia merasa sangat malu sekali pada Fathur.
"Buka dong cantik." Fathur tiada hehentinya menggoda Tasya, tapi gadis itu tetap ngotot tidak mau membuka kain yang menutupi seluruh wajahnya.
"Baiklah kalau begitu. Biar aku yang buka. Kain ini menghalangiku melihat wajah calon istriku." Fathur langsung menarik ujung kain hijab yang dipakai Tasya untuk menutupi wajahnya.
Tasya terkejut, sekaligus dia juga merasa sangat bahagia mendengar pernyataan Fathur. Dia tidak pernah menyangka, kalau ternyata selama ini Fathur juga mencintainya.
"Ap-apa ...? Apa aku gak salah dengar?" Tasya bertanya pelan.
"Gak, kamu gak salah dengar. Aku bilang, kamu adalah calon istriku."
Fathur memperbaiki posisinya. "Tasya, asal kamu tau, aku sudah lama mencintai kamu. Kamu mau 'kan jadi pendamping hidup aku kelak?"
Tasya melongo tidak percaya. Pasti aku sedang bermimpi sekarang. Ayo bangun Tasya. Bangun.
Tasya menampar-nampar pipinya sendiri. Fathur yang menyaksikan hal itu malah tertawa.
"Kamu ini kenapa? Bikin aku gemes aja." Saking gemasnya Fathur sampai mencubit hidung mancung nan mungil milik gadis yang dicintainya itu.
"Aduh." kata Tasya.
Fathur merasa sangat bahagia sekali, begitu pula dengan Tasya. Gadis itu memang sudah menyukai Fathur sejak dia masih remaja, dan ternyata Fathur juga merasakan hal yang sama padanya.
Meski pun keduanya sudah saling mengetahui perasaan masing-masing, tapi mereka memutuskan untuk tidak berpacaran sesuai dengan permintaan Tasya. Gadis itu ingin dirinya dan Fathur terhindar dari dosa-dosa yang mungkin saja bisa timbul jika mereka memutuskan untuk berpacaran.
...----------------...
Keesokan harinya.
Pagi ini giliran Tasya yang berjaga di toko, karena kemarin jatah liburnya ditukar dengan jatah libur Dewi.
Setelah selesai bersih-bersih, Tasya duduk didepan menunggu pembeli. Pagi ini tidak seramai hari sebelum-sebelumnya mengingat hari ini adalah hari minggu. Tasya duduk sendiri sambil senyum-senyum menatap foto selfie dirinya bersama Fathur.
Ternyata seperti ini rasanya saling mencintai. Ah indah banget. Batin tersenyum sambil membentangkan kedua tangannya ke samping.
Plak!
"Eh apa itu?" Tasya terkejut begitu tangan kanannya tidak sengaja menampar sesuatu.
"Aduh, aduh. Hidungku sakit sekali, " keluh Hendra sambil memegangi hidungnya yang tidak sengaja ditampar oleh Tasya.
Karena tadi Tasya sangat bersemangat, jadi kekuatan pukulan tangannya jadi sedikit lebih kuat dan menyakitkan. Apalagi yang ditamparnya itu adalah bagian hidung, pasti rasanya nyut-nyutan.
"Astagfirullah. Maaf ya, Kak. Sayq gak sengaja." Tasya meminta maaf sambil mengatupkan kedua tangannya pada Hendra.
Sementara itu Hendra mau mengambil kesempatan dari kejadian ini.
"Aduh, aduh, sakit sekali. Auwh." Hendra berpura-pura meringis kesakitan. Padahal sakitnya masih bisa dia tahan tapi dia berpura-pura merasa kesakitan yang teramat sangat agar Tasya merasa bersalah padanya.
Terserah Tasya mau bilang aku mirip banci kek, lemez kek, aku tidak peduli. Yang jelas, sekarang tugasku hanyalah membuatnya merasa bersalah padaku dan mau melakukan sesuatu untukku agar aku mau memaafkannya. Hehe. Rencana yang bagus. Semoga berhasil! Semangat 45 Hendra.
"Aduh, saya beneran minta maaf, Kak. Saya gak sengaja. Saya tadi gak liat kalau Kak Hendra duduk disitu," jelas Tasya. Gadis itu benar-benar merasa sangat bersalah melihat Hendra kesakitan.
"Berdarah tidak?" tanya Hendra, sambil memegangi hidungnya.
"Gak kok, Kak. Emang sesakit itu, ya?"
"Iyalah! Masa aku pura-pura?! Air mataku sampai mau keluar begini!" Hendra berkata dengan nada tinggi. Dia berpura-pura marah agar Tasya merasa percaya dan semakin merasa bersalah padanya.
Baru kali ini aku lihat kak Hendra marah. Pasti dia benar-benar kesakitan. Tapi salah sendiri, siapa suruh muncul tiba-tiba seperti hantu begitu. Huh, menyebalkan. Kalo begini 'kan yang repot aku juga. Pasti nanti aku disuruh bertanggung jawab.
"Sa-saya beneran gak sengaja, Kak. Jangan marah dong. Saya minta ma ... af banget." Tasya kembali mengatupkan kedua tangannya di depan Hendra.
"Apa kamu pikir minta maaf saja sudah cukup? Hei kamu sudah menyakitiku, menyakiti hidungku. Kamu harus bertanggung jawab, dan sebagai permintaan maafmu, kamu harus ikut denganku."
"Hah? Ikut ke mana? Saya lagi jaga toko, Kak. Gak boleh kemana-mana, nanti bos saya marah, terus saya dipecat."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments