Keesokan harinya.
Di pagi yang cerah, di dalam sebuah rumah mewah lantai tiga, seorang ibu-ibu berdaster dengan teflon ditangan kirinya sedang menggedor-gedor pintu kamar anaknya.
Tok tok tok!
"Hend ...! Hendra ...!" teriak ibu itu.
"Hend! Hendra ... bangun, Nak!"
Sudah berkali-kali ibu Arini berteriak sambil menggedor-menggedor pintu kamar anaknya, namun belum ada tanda-tanda kalau Hendra sudah terbangun.
"Ampun ... ampun, ini anak susah sekali dibangunkan."
"Hendra! Kalau kamu tidak mau bangun, Mama akan dobrak pintunya!" ancam Bu Arini.
"Iya, Ma. Iya!" Suara sahutan Hendra terdengar dari dalam kamarnya.
"Nah gitu dong, ayo cepetan bangun, mandi, nanti kamu terlambat! Mama sudah buatin kamu sarapan di bawah! Sudah Mama siapin di meja makan!"
Setelah Hendra terbangun, bu Arini pun lalu turun kembali ke lantai bawah untuk melanjutkan pekerjaannya.
Hendra berusaha keras membuka matanya, dia merasa masih sangat mengantuk. Pemuda itu menyibak selimutnya lalu bangun dan bersandar di sandaran tempat tidur.
Dia meraih bingkai foto ukuran 3R yang terpajang di atas meja nakas tepat di samping tempat tidurnya. Bingkai foto tersebut berisikan foto seorang gadis cantik berhijab yang tidak lain adalah Tasya.
"Selamat pagi jodohku, belahan jiwaku." Hendra tersenyum menyapa foto gadis itu kemudian menciuminya. Ritual ini tidak pernah dia lewatkan setiap harinya selama 1 tahun terakhir.
Ya, sudah satu tahun lamanya Hendra mengejar cinta Tasya, tapi hingga detik ini juga dia belum mampu menaklukkan hati gadis tersebut.
Tasya benar-benar berbeda dengan lusinan bahkan kodian mantan-mantan Hendra sebelumnya. Ketampanan dan kekayaan yang dia miliki ternyata tidak mampu menyilaukan mata gadis itu.
Sebelum meletakkan kembali bingkai foto tersebut, Hendra kembali menciuminya. Ini sudah yang ketiga kalinya dia menciumi bingkai foto tersebut.
Usai melakukan ritual paginya, pemuda tampan itu pun lalu beranjak dari tempat tidur. Dia ingin mandi lalu bersiap-siap untuk berangkat ke tempat kerja sekaligus ingin pergi menemui gadis pujaan hatinya.
Pekerjaannya sebagai staf TU di sekolah itu hanya alasan agar dia bisa selalu bertemu dengan Tasya di toko milik omnya.
...----------------...
Toko Mentari
Ada sesuatu saat ku melihat dia
Ada getaran membuatku rindu
Senang hatiku saat ku dengar suaranya
Ingin selalu ada di dekatnya
Saat ku sendiri ku bayangkan dia
Datang padaku dengan cinta
Di keramaian ku merasa sepi
Saat tak ada dirinya
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Saat ku mulai mencari cinta
Tiba-tiba cinta datang kepadaku
Ku harap dia rasakan yang sama
(Tiba-tiba Cinta Datang - Maudy Ayunda)
"Wah, wah, wah ... kayaknya ada yang lagi seneng nih hari ini."
Menyadari kedatangan Dewi, Tasya segera berhenti bersenandung. Gadis itu tersenyum sambil mengelap debu-debu di meja kerjanya, seolah-olah mengiyakan ucapan Dewi secara tidak langsung.
"Tumben, lagi jatuh cinta, ya?" tanya Dewi kepo.
"Mm ... nggak kok, cuma lagi happy aja," bantah Tasya.
"Oh iya Tasy, tadi aku ketemu kak Hendra di depan." Dewi berkata sambil menyimpan tasnya di atas meja.
"Terus?"
"Ini ada kerjaan buat kamu." Dewi meletakkan map yang diberikan oleh Hendra tadi di atas meja kerja Tasya.
"Apa ini?" Tasya mengambil map itu lalu membuka dan membacanya.
"Kayaknya ini gak asing," ucapnya sembari mencoba mengingat sesuatu. "Loh, loh, loh. Ini, 'kan?"
Tasya lanjut membuka isi map itu lembar demi lembar untuk memastikan dugaannya memang tidak salah.
"Benar. Ini memang soal ulangan yang sama yang aku ketik bulan lalu, aku masih ingat dengan jelas. Tapi kok mau dicetak lagi?" tanyanya Heran.
"Ah, masa sih? Kamu keliru kali," kata Dewi seraya mengambil kemoceng untuk membantu Tasya membersihkan lemari etalase toko.
"Iya. Beneran, Wi. Aku yakin aku gak salah." Tasya kebingungan sambil menggaruk-garuk hijabnya.
"Udah, ketik aja," perintah Dewi. "Kalau orangnya udah dateng, terus kamu belum selesai ngerjainnya gimana?" lanjutnya lagi.
"Ck, tau beginikan file yang sebelumnya pasti aku save. Kan biar aku gak usah capek-capek ngetik lagi, mana soalnya banyak banget lagi."
"Udah udah, gak usah ngomel, sana kerja. Kerja, kerja."
Tasya mendengus kasar lalu berkata, "Iya, iya."
Tasya segera menyalakan komputer lalu membuka aplikasi Microsoft Word dan mulai mengetik soal-soal tersebut.
"Oh iya, nanti jam istirahat kak Hendra katanya mau datang kesini buat ngambil soal itu," ujar Dewi.
"Hm ..."
Mendapat pekerjaan yang begitu banyak dalam waktu yang sangat singkat membuat Tasya malas untuk berbicara. Dia ingin fokus untuk cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya tersebut.
...----------------...
Di ruang kerjanya, Hendra sedang mondar-mandir kesana kemari tanpa ada tujuan yang jelas, berpikir sekreatif mungkin untuk membuat alasan yang bagus dan bisa membuat orang percaya begitu saja tanpa adanya rasa curiga sedikit pun.
Sebenarnya lembaran soal itu bukanlah soal dari guru di sekolah, melainkan akal-akalannya saja agar bisa datang ke toko untuk menemui dan mendekati sang pujaan hati.
"Pakai alasan apa lagi ya? Komputer rusak, sudah. Komputer error, juga sudah. Print error, print rusak, tinta abis, sampai alasan mati listrik, juga sudah," ucapnya sambil menghitung-hitung alasan yang pernah dia gunakan menggunakan jemarinya.
Sudah begitu banyak alasan yang Hendra pakai hanya untuk bertemu dengan gadis pujaan hatinya tersebut.
"Hm ... apa ya?" Hendra terus berpikir sambil mencubit dagunya.
Ahha. Tiba-tiba Hendra mendapatkan ide.
"Bagaimana kalau aku bilang, aku lagi sibuk, banyak kerjaan, jadi tidak sempat mengetik soal itu," ucapnya bicara sendiri.
Ide cemerlang. Hendra menjentikkan jarinya. Dia kembali bersemangat setelah menemukan alasan yang bagus.
Sementara itu ditempat kerjanya, Tasya sedang berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menyelesaikan pekerjaannya itu secepat mungkin.
"Gak salah nih gurunya ngasih soal sebanyak ini? 100 Soal, apa gak kebanyakan? Apa mungkin anak-anak jaman now IQ-nya pada tinggi-tinggi semua, ya? Tau ah, bingung aku." Tasya berguman sambil berbicara sendiri.
"Gimana, Tasy, udah mau selesai belum?" tanya Dewi, seraya menghampiri Tasya.
"Belum, soalnya banyak banget," jawab Tasya. "Wi, masuk akal gak sih guru ngasih soal ulangan yang sama berturut-turut?"
Dewi terdiam sejenak seraya berpikir. "Menurut aku masuk akal sih. Mungkin ada beberapa orang anak yang nilai ulangannya dibawah KKM, jadi soal itu dibuat khusus untuk anak-anak yang remedial."
"Iya juga sih." Tasya membenarkan dugaan Dewi.
"Lah, gimana gak remedial coba? Soalnya 100 nomor waktu ujiannya cuma 1 jam. Gak masuk akal, ini namanya penindasan guru terhadap siswa-siswanya. Jangankan ngerjain soalnya, baca soalnya aja gak sampai tuntas waktunya udah keburu abis."
Iya juga sih. Tasya ada benarnya juga, ini benar-benar gak masuk akal. Apa jangan-jangan, ini cuma akal-akalan kak Hendra aja buat deketin Tasya? Kalau emang benar begitu, aku gak usah ikut campur deh. Gumam Dewi dalam hati. Gadis itu tersenyum senang sambil kembali ke kursinya.
Dewi memang sangat mendukung sahabatnya itu untuk menjalin hubungan dengan Hendra. Menurutnya, Hendra itu sosok laki-laki yang baik, berasal dari keluarga baik-baik dan terpandang pula. Namun sayangnya, hingga detik ini Tasya masih enggan membuka pintu hatinya sedikit pun untuk pemuda itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
Mari ani
lanjut
2022-02-27
0
FigurX (IG @mahisa_campaka)
Dari karakternya.. aku kok lbh suka fatkur yah.
2021-11-21
2
FigurX (IG @mahisa_campaka)
eh Tasy, daripada bete ngerjain soal, mau ga jalan2 ke kebun apel?? 😆
2021-11-21
1