"Soal toko, kamu tidak perlu khawatir. Aku sudah meminta Om Rahmat untuk menutup tokonya hari ini." Hendra berkata dengan serius sambil melepaskan tangannya yang sedari tadi memegangi hidungnya.
"Hah? Oh jadi semua ini sudah Kak Hendra rencanakan sebelumnya?" Seketika Tasya menjadi kesal pada Hendra.
"Rencana? Rencana apa? Memangnya aku yang merencanakan tanganmu untuk menampar hudungku, hah?" Hendra berusaha membela diri dari tuduhan Tasya.
"Memang bukan Kak Hendra, tapi siapa suruh Kak Hendra tiba-tiba muncul di situ seperti hantu." Kali ini Tasya tidak terima dirinya disalahkan.
"Jangan banyak alasan. Yang jelas kamu sudah menyakitiku. Jadi kamu harus bertanggung jawab," kata Hendra.
"Sudahlah tidak usah mengajakku berdebat. Mengalah sajalah. Oke," imbuh Hendra.
"Gak. Pokoknya kalo saya bilang gak mau ya gak mau. Titik. Saya paling gak suka dipaksa." Tasya semakin kesal karena Hendra terus memaksanya dirinya.
"Baiklah. Kalau kamu tidak mau, aku akan menuntutnya dan melaporkanmu kepada pihak yang berwajib," ancamnya.
"Apa? Gak masuk akal. Apa yang tadi itu termasuk tindakan kriminal?" tanya Tasya tidak percaya. Gadis itu tidak pernah menyangka jika Hendra akan mengancamnya dengan alasan sekonyol itu.
"Bisa saja. Kalau aku bilang aku keberatan kamu menampar hidungku kamu mau apa?" jawab Hendra menantang.
"Kak Hendra udah gila kali, ya? Seumur-umur saya belum pernah mendengar orang dipidanakam hanya karena gak sengaja menampar hidung orang." Tasya masih berusaha membela dirinya. Dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Hendra.
"Ya, kamu benar. Aku memang sudah gila, dan kamu yang sudah membuatku gila seperti ini. Siapa suruh kamu membuatku tergila-gila padamu?" Ucapan Hendra telak, Tasya sampai tidak bisa membalas ucapannya.
"Ayo, kamu ikut aku sekarang juga," ajak Hendra. Tapi Tasya tetap diam saja tidak mempedulikan ajakan pemuda itu.
Melihat Tasya diam saja, Hendra kembali berjaya, "Ayo jalan. Aku tahu kamu tipe cewek yang tidak mau disentuh sembarang laki-laki. Jadi jangan biarkan aku menarikmu."
Hendra lalu berjalan keluar menuju mobil Tayoto Laris kuningnya.
Tasya tidak punya pilihan lain. Gadis itu akhirnya memutuskan untuk mengikuti Hendra. Daripada dirinya harus dipidanakan dengan kasus sepele yang tidak masuk akal itu, lebih baik dia mengabulkan permintaan laki-laki itu.
Dasar cowok nyebelin. Aku gak pernah menyangka kalo ternyata dia selicik itu. Dia emang sengaja memojokkan aku sehingga aku merasa bersalah dan mau menuruti keinginannya. Dia bahkan mengancamku dengan alasan di luar nalar manusia. Lagipula, aku masih muda, masa depanku masih panjang. Aku gak mau punya catatan kriminal.
Ini lagi, dia sebenarnya mau bawa aku ke mana sih? Kalau Fathur tau aku pergi sama cowok lain, dia pasti bakalan marah sama aku. Aduh, gimana ini? Batin Tasya khawatir.
Sementara itu, Hendra tertawa puas melihat ekspresi marah dan kesal Tasya padanya.
Hahaha. Kenapa dia terlihat semakin menggemaskan ketika marah. Aku tidak pernah menyangka akan menggunakan cara selicik ini untuk membawanya pergi bersamaku. Tapi tidak apa-apa, yang penting aku sudah berhasil membawanya ikut bersamaku. Batin Hendra.
Dengan perasaan kesal bercampur marah, ditambah wajah cemberut, Tasya mulai memasuki mobil Hendra.
Setelah Tasya duduk di samping Hendra, pemuda itu mencari kesempatan untuk memakaikannya safety belt pada Tasya. Baru saja Hendra menggerakkan tangannya, Tasya sudah langsung menolaknya.
"Gak usah. Saya bisa sendiri." Tasya berkata dengan ketus sambil memakai safety belt sendiri.
Hendra tersenyum lalu melakukan mobilnya.
"Kamu semakin membuatku tergila-gila kalau kamu seperti itu."
"Kamu jangan macam-macam sama saya ya atau saya yang akan menelpon polisi." Tasya memberikan peringatan pada Hendra.
"Memangnya siapa yang mau macam-macam? Aku juga tidak akan melakukan hal yang merugikan gadis yang aku cintai sebelum menikahinya." Hendra berkata dengan santai sambil sesekali melirik Tasya.
Tasya terkejut mendengarnya, tapi gadis itu berusaha bersikap biasa-biasa saja.
"Baguslah kalau kamu seperti itu. Sebenarnya kamu mau membawa saya ke mana?"
"Rahasia," jawab Hendra singkat.
"Jangan bawah aku ke tempat yang aneh-aneh ya."
Hendra tersenyum. "Tidak akan. Kamu lihat saja nanti. Aku berani jamin kalau kamu pasti suka dengan tempatnya."
Setelah melajukan mobilnya selama hampir satu jam, melewati jalan desa demi desa, sampailah mereka disebuah lorong jalan tani.
Melihat Hendra melajukan mobilnya menuju lorong tersebut, Tasya menjadi sangaybketakutan dan khawatir. Dia takut Hendra melajukan hal yang tidak senonoh padanya.
"Ka-kamu mau bawa saya ke mana?"
"Sudah tenang saja. Aku tidak akan melakukan hal-hal yang merugikan kamu, dan aku berani jamin, aku akan membawamu pulang salam keadaan selamat tanpa lecet sedikit pun. Jadi kamu tidak usah takut dan khawatir aku akan berbuat macam-macam padamu. Mengerti?" Hendra mencoba menenangkan Tasya agar gadis itu berhenti takut dan panik.
"Ta-tapi kenapa Kak Hendra membawa saya ke tempat seperti ini, Kak? Saya takut."
"Kamu tidak ingat kata-kataku tadi. Aku bukan laki-laki kalau kata-kataku tidak bisa dipegang," ujar Hendra mencoba meyakinkan Tasya.
Tasya merasa sedikit tenang mendengar kata-kata Hendra barusan. Gadis itu menarik napasnya dalam-dalam lewat hidung lalu mengeluarkannya lewat mulut. Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri dengan cara berpikir positif dan mempercayai semua ucapan pemuda yang telah membawanya itu.
Setelah beberapa menit menyusuri lorong jalan tani, melewati pemandangan indah persawahan. Buah padi yang mulai berwarna kuning keemasan. Berbagai jenis burung beterbangan menikmati hangatnya mentari pagi. Serta gunung-gunung yang terlihat dari kejauhan mengelilingi seperti dinding benteng.
Udara yang segar, angin sepoi-sepoi yang menerpa tubuh secara perlahan. Suasana yang tentram dan damai jauh dari hiruk pikuk kendaraan. Saluran air pertanian yang mengalir jernih menambah indahnya suasana pagi ini.
Tasya sudah melupakan ketakutan dan kekhawatirannya tadi. Dia mengeluarkan tangan dan kepalanya lewat jendela mobil, menikmati pemandangan dan segarnya udara pagi.
Hendra tersenyum. "Bagaimana, apa kamu suka?" tanyanya sesekali melirik Tasya.
"He'em," gumam Tasya disertai anggukan.
"Coba kamu lihat rumah panggung di tengah sawah sana, itu tempat yang akan kita kunjungi." Hendra menunjuk rumah kayu yang terlihat tidak jauh dari pinggir jalan tani.
Tasya kembali pada posisi duduknya semula. "Memangnya itu tempat apa, Kak?"
"Nanti kamu akan tahu sendiri."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
......Maiko.....
ok lanjuuuut gas keuuun ah 😂😂😂😂
2021-12-18
2