Author PoV
Di dalam sebuah apartemen di pusat kota Marakas, seorang pemuda tampan sedang mengemasi barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam koper.
Pemuda itu adalah Fathur Rahman/Fathur, putra orang terkaya nomor satu sekecamatan Sabangpiri. Saat ini Fathur sudah menyelesaikan studinya di salah satu universitas bergengsi di kota Marakas, yaitu di Universitas Sahanuddin (UNSAH).
Sekarang pemuda berusia 25 tahun tersebut ingin kembali ke kampung halamannya untuk mengelola usaha dan bisnis besar milik kedua orang tuanya.
Di dalam keluarganya, Fathur adalah anak laki-laki satu-satunya. Jadi dialah yang akan menjadi penerus bisnis sarang burung walet beserta toko tani terbesar milik kedua orang tuanya. Kakaknya seorang perempuan, sudah menikah dengan pengusaha sukses, punya dua orang anak, dan menetap di kota Marakas.
Setelah selesai mengemasi barangnya, Fathur pun segera memakai jaket jeans berwarna hitam ditambah kacamata hitam kesayangannya. Setelah itu dia segera berangkat.
Dret dret.
Ponsel Fathur tiba-tiba berdering begitu dia baru saja memasuki mobilnya.
"Halo, Ma." Fathur menjawab panggilan telepon tersebut yang ternyata dari mamanya, ibu Susi.
"Halo, Fathur." Terdengar suara sahutan bu Susi di ujung telpon.
"Iya Ma."
"Kamu sudah di mana sekarang Sayang?"
"Ini Ma, Fathur baru mau berangkat," jawab Fathur, sambil mengenakan safety belt.
"Oh. Ya sudah, hati-hati di jalan yah, Nak," pesan bu Susi sebelum menyudahi obrolan mereka di telepon.
"Iya, Ma."
Setelah panggilannya dengan sang mama ditutup, Fathur pun segera tancap gas menuju desa kelahirannya.
"Bismillah, semoga selamat sampai tujuan."
Sudah lama Fathur tidak kembali ke kampung halamannya. Terakhir kali dia kembali tiga tahun yang lalu, itupun hanya menginap semalam saja di rumah orang tuanya lalu kembali lagi ke kota Marakas. Dia sangat jarang pulang kampung dikarenakan kesibukannya yang sangat padat.
Selain urusan kuliah, pemuda itu juga mempunyai banyak urusan lainnya. Ditambah lagi perjalanan dari kota Marakas menuju desa Tadanpili yang hanya bisa ditempuh menggunakan jalur darat. Butuh waktu setengah hari untuk bisa sampai.
Setiap Fathur rindu pada kedua orang tuanya ataupun sebaliknya, Bu Susi lah yang akan datang berkunjung ke kota Marakas untuk bertemu dengan kedua anaknya. Kadang juga Pak Rahman ikut, itu pun kalau beliau sedang tidak sibuk.
..._____________...
Tidak terasa jam sudah menunjuk angka pukul 17.00 waktu setempat. Sekarang sudah waktunya Tasya dan Dewi pulang. Kali ini mereka pulang lebih awal karena saat itu pekerjaan di toko tidak begitu banyak. Biasanya saat mereka sibuk, mereka bisa sampai lembur hingga pukul 9 malam.
Karena hari ini Dewi tidak membawa motor, Tasya pun memutuskan untuk mengantar sahabatnya itu pulang terlebih dahulu sebelum dia sendiri kembali ke rumahnya.
Sementara itu di waktu yang sama namun tempat yang berbeda.
"Selamat Datang di desa Tadanpili." Fathur bergumam seraya membaca tulisan sambutan selamat datang di wilayah perbatasan antara desa Tadanpili dengan kelurahan Talatunra.
"Huft ... lamanya baru pulang kampung, sudah banyak sekali perubahan di desa ini, mulai dari jalanannya sampai bangunan-bangunannya. Berarti pembangunan dan perekonomian masyarakat di desa ini pasti mengalami banyak peningkatan dibandingkan beberapa tahun yang lalu." Fathur berbicara sendiri sambil mengangguk-anggukkan kepalanya saat memperhatikan keadaan desa tempat dia di lahirkan 25 tahun silam.
"Ah ... lama-lama nyetir pegel juga ya ternyata," keluh Fathur sambil menggoyang-goyangkan bahunya dan sesekali dia juga mengangkat bokongnya.
Dari arah yang berlawanan, dia melihat seorang gadis cantik berhijab yang sedang mengendarai skuter matic merah merek Foni.
Cewek itu sangat mirip dengan Tasya, apa kabar ya dia sekarang? Pasti sekarang dia sudah besar. Fathur membatin sambil senyum-senyum sendiri.
Terakhir kali mereka bertemu saat acara syukuran yang diselenggarakan di rumah pak Ahmad, pamannya Fathur 5 tahun silam. Saat itu setelah mereka makan bersama, Fathur pun mengantar Tasya bersama Tania dan juga Tantri untuk pulang ke rumah. Tania dan Tantri adalah kedua adik kandung Tasya.
Fathur tidak sadar kalau ternyata gadis yang dia lihat barusan itu memang benar Tasya. Dia tidak terlalu mengenali gadis itu karena mereka berdua sudah bertahun-tahun tidak pernah bertemu ditambah lagi Tasya yang kini sudah berhijab.
"Oke ... sudah sampai, Wi." Tasya menghentikan laju motornya tepat di depan pintu gerbang kayu kediaman Dewi beserta keluarganya.
"Oke Tasy, makasih ya." Dewi berucap seraya turun dari motor.
"Sepuluh ribu aja, Bu." Tasya bercanda seraya menengadahkan tangannya ke arah Dewi. Kedua gadis itu pun lalu tertawa bersama.
"Mampir dulu yuk, Tasy."
"Lain kali aja, Wi. Soalnya udah mau malam nih," tolak Tasya.
"Oh, ya udah kalo gitu."
"Oke. Aku balik dulu yah. Dah ...!"
"Oke dadah ... jangan ngebut-ngebut, kasian 'kan kak Hendra kalo kamu sampe kenapa-kenapa." Dewi memang sangat senang sekali menggoda sahabatnya itu. Melihat Tasya marah membuatnya gemas sendiri.
"Idih ... kok dia yang kasian. Bukannya aku yang kasian kalo aku sampe kenapa-napa? Kamu ini gimana sih, Wi?" Tasya memicingkan matanya ke arah Dewi. Dia tidak habis pikir dengan cara berpikir sahabatnya tersebut. Sepertinya Dewi lebih memikirkan orang lain ketimbang sahabatnya sendiri.
"Iya, karena kak Hendra itu sayang banget sama kamu. Hehe. Kamunya aja yang gak mau buka hati."
"Ih ... bener-bener ya nih orang. Jangan pernah ngomong kayak gitu lagi ke aku, aku geli mendengarnya." Tasya bergidik.
"Aku 'kan udah bilang, kalau aku gak suka sama dia. Kalo kamu suka ya dia buat kamu aja," kata Tasya menekankan, sepertinya dia mulai kesal pada sahabatnya tersebut.
"Jangan marah-marah, Bu. Nanti cantiknya luntur. Haha."
"Ya udah, pulang sana. Aku gak tahan liat cewe cantik marah-marah," goda Dewi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
N Hayati
next
2022-06-12
1
Gadies
kota marakas? 🤣🤣🤣
2021-11-20
1
FigurX (IG @mahisa_campaka)
klo di tmptku yg nmanya fatkur rahman itu jualan motor bekas 😆
2021-11-20
1