"Kenapa kamu antar anak itu ke rumahnya mas, disana palingan belum ada orang."
"Siapa bilang, ibu sudah menyiapkan semuanya dengan baik, sudah ada orang yang menemani dan melayani dia di rumah itu."
"Ibu ternyata niat banget ya, menjadikan anak itu selir kamu," kataku sinis.
"Sudah ah, aku males ngomongin masalah yang sama terus menerus."
"Yang penting kamu jangan ngilang lagi seperti tadi, aku bisa gila, Rum."
Aku menghela napas, "aku cuman butuh waktu buat sendiri, sampe air mataku mau kompromi dan nggak keluar lagi."
"Aku nggak mau lagi anak itu tidur disini kalau nggak terpaksa mas," lanjutku.
"Iya, aku ngerti. Kamu saja yang sok-sokan bersikap baik sama anak itu."
"Aku memang baik, kok," gumamku pelan.
"Mas..."
"Hmm," Mas Han memandangku lekat, alamat malam ini akan berlalu tanpa dia mau melepasku.
"Mmm, aku pengen tahu, tapi juga nggak ingin tahu," ucapku membuat suamiku bingung.
"Maksudnya? kalau bicara yang jelas Rum. Kata-katamu membingungkan."
"Mmmm...begini aku ingin tahu apa saja yang kamu lakukan dengan anak itu semalam mas, kenapa kamu lama sekali di kamar anak itu?"
Mas Han memandangku aneh, "aku tidak mau membicarakannya, lagi pula kamu aneh, kenapa kamu ingin tahu tentang hal itu?"
"Nah...aku juga gitu mas, aku ingin tahu, tapi di sisi lain aku enggan mendengar jawabannya." Iya, aku memang aneh, tapi rasa penasaranku tak bisa kubendung.
"Lupakan semuanya, Rum. Aku tak mau membicarakannya lagi."
Aku berbaring menghadap Mas Han, satu tangan menopang kepalaku "semalam jam berapa kamu masuk kamar ini mas?" tanyaku. Seingatku lewat tengah malam Mbok Nah masih memijit kakiku.
"Aku lupa."
"Siapa yang memindahkan aku ke ranjang mas?"
"Tentu saja aku, masa iya mbok Nah menggendongmu," jawab Mas Han cemberut.
"Iya, benar juga."
"Selama aku menikahimu delapan tahun ini, kemarin adalah hari yang paling berat buatku Rum, melihatmu menangis sedangkan aku harus berada satu kamar dengan wanita lain, itu sangat menyiksaku."
"Kalau mas merasa berat, apalagi aku," aku berbalik membelakangi mas Han, menghadap dinding.
Tangan Mas Han melingkar pada tubuhku, memelukku dari belakang, "lepas mas, aku gerah."
"Dan baru dua hari belakang ini, kamu menolak untuk aku sentuh berkali-kali. Biasanya tanpa kuminta pun, kamu akan bergelung dalam pelukanku."
Aku tak bisa menjawab, rasa bersalah membuatku tak bisa berkata-kata.
"Sampai kapan kamu akan menolak aku terus seperti ini?"
"Maafkan aku mas."
"Apa sekarang masih gerah, kalau iya, mungkin lebih baik aku keluar saja."
Aku menahan tangan Mas Han, mendekatkan tubuhku, dan berusaha menemukan kenyamanan yang biasanya aku dapatkan.
"Kamu bilang, kamu akan berkorban demi keluarga kita. Sekarang aku ingin meyakinkanmu kalau kita ingin menang dalam pertarungan ini, kita harus berjuang dan berkorban bersama."
Aku mengangguk, "iya."
Malam ini hatiku mulai tenang. Ternyata Mas Han juga memiliki persamaan rasa denganku. Baiklah mas, kita akan berjuang bersama.
...***...
"Rum...!" aku berada di dapur ketika pagi ini aku dengar ibu berteriak masuk ke rumahku.
Yang membuat aku heran, ini masih pagi sekali, kenapa ibu sudah berada disini? Kasihan bapak, sering ditinggal-tinggal oleh ibu seperti ini.
"Iya Bu," aku bergegas menyambut, "ibu pagi-pagi kok sudah disini?" tanyaku hati-hati.
"Kenapa, nggak boleh? Ini rumah aku yang kasih buat Han, apa hakmu melarang ku datang kesini?"
"Maaf, Bu," masih juga salah ucap, padahal sudah hati-hati ngomongnya.
"Aku kesini mau ngomong sama kamu."
"Mari ke ruang tengah, Bu. Jangan disini," di dapur sepagi ini sedang sibuk, banyak abdi berkumpul untuk bekerja.
"Ya, aku tunggu, bersihkan dirimu, kalau perlu mandi dulu, wong banyak pelayan kok senengnya ke dapur, badanmu setiap hari bau bawang," ujar ibu sambil berlalu.
Aku hanya bisa menghela napas mendengar nyinyiran ibu mertuaku.
"Ada apa Bu?" pasti ada sesuatu yang penting sampai pagi-pagi sudah datang.
"Kamu, ya!...tega sekali kamu, meminta Sekar untuk langsung pergi dari sini. Harusnya kamu membiarkan dia disini dulu, kamu lihat dulu bagaimana kesehatannya, apakah dia butuh sesuatu. Kamu kan setuju Han menikah lagi, tapi sikapmu mengecewakan!!" ibu menatap tajam padaku.
"Bukan Rumi yang meminta Sekar untuk pergi dari sini Bu," untung ada Mas Han datang membelaku, dia duduk di sebelahku dan menggenggam tanganku, "dia sendiri yang minta, Nehan juga ingin dia segera menempati rumah yang disediakan ibu, biar punya privasi."
Punya privasi mas? Maksudnya apa mas? aku berusaha melepas genggaman tangan suamiku, tapi mas Han tidak mengijinkannya, tanganku digenggam makin erat.
"Oh...jadi begitu toh ceritanya," ibu membenahi letak tas tangannya, berdiri kemudian merapikan kebaya yang dipakai.
"Ya sudah, kalau begitu ibu akan ke rumah Sekar sekarang, mau lihat kondisi anak itu, aku pikir istrimu keberatan merawat Sekar padahal itu jadi kewajibannya," ibu lagi-lagi sinis padaku.
Aku akan menjawab, tapi Mas Han melarang ku melakukannya, dia memberi tanda kedipan mata, akhirnya aku diam mengurungkan keinginanku untuk menjawab.
Seperti biasa, sebelum benar- benar pergi Ibu mendekati aku dan mengulurkan punggung tangannya, "hati-hati Bu," ucapku sambil mencium punggung tangan yang disodorkan padaku.
"Ibu mau saya antar?" aku melirik Mas Han, kalau tidak ada ibu habis kau mas, apa kamu mau mencari kesempatan dalam kesempitan, mas?
Mas Han balas melirikku, ujung bibirnya sedikit diangkat, aku mengalihkan pandanganku ke tempat lain, "tapi maaf Bu, kita tidak sejalan, dan saya hari ini sibuk sekali."
"Aku tahu, buat apa ibu mengganggumu, ibu juga bawa supir sendiri kok."
Tangan Mas Han kuhentak sedikit, akhirnya genggaman kami terlepas. Kami mengikuti ibu keluar sampai ibu pergi dengan mobilnya.
Aku memutar badan dan meninggalkan mas Han berdiri di teras. Baru beberapa langkah Mas Han meraih tanganku dari belakang, "cemburu ya."
"Cih, males, buat apa cemburu. Pesan bapak, kalau mas mau menanam mawar lain di kebunku, aku boleh memilih untuk pergi dan tumbuh di kebun yang lain, meski aku akan mati lebih dulu, tapi kalau aku bisa bertahan aku akan tumbuh subur nantinya"
Mas Han berhenti ketika mendengarku bicara, tapi kemudian menyusul ku dengan cepat, "tidak akan kuijinkan kamu pergi kemana-mana."
"Idih, aku punya kaki, badan aku milik aku, aku bisa melakukan apapun yang aku mau."
"Rum, aku lapar," Mas Han meraih ujung bajuku.
"Begitu sukanya, kalau aku membicarakan sesuatu yang mas nggak suka pasti mengganti topik pembicaraan, sebel."
"Aku tidak mengganti topik pembicaraan, Rum," kami berdua menuju meja makan, "tapi aku memang lapar, kamu mau tunggu aku makan, atau aku harus cari orang buat menemani aku makan?"
"Terserah kamu mas, ayo...keburu telat kamu mas, kalau mau ditemani orang lain buat makan, biar aku panggilkan mbok Nah dulu."
"Apa-apaan kamu, masa aku makan ditemani nenek peyot."
"Peyot gitu, Mbok Nah yang merawat kamu sejak kecil, ingat itu mas."
Hening sebentar memenuhi ruangan, tapi kemudian ada hal lain lagi terlintas di benakku.
"Mas."
"Hmm," Mas Han sangat menikmati makan paginya.
"Apa kamu ada rencana untuk membagi waktu menginap?"
"Maksudmu?" Mas Han meletakkan sendoknya, "apa aku harus menjawab pertanyaanmu, Rum?"
Dia memandangku jengah, ada kilatan amarah disana.
"Maaf mas, kamu tidak perlu menjawab apapun, lupakan pertanyaanku ya, habiskan makannya, ya mas," pintaku.
"Nggak nafsu lagi," wajahnya masih kaku waktu dia meninggalkan meja makan, tapi baru beberapa langkah mas Han berhenti, memelukku kemudian berkata, "percaya padaku Rum, mmm..."
Aku mengangguk, berusaha meyakinkan diri sendiri untuk memilih percaya pada Mas Han dengan segala konsekuensinya.
...***...
Semua memang pilihan Rum...
Tapi kalau ada pilihan yang lebih baik, kenapa milih yang rumit Rum...
Terimakasih ya gaess sudah bersedia buat baca kisah Rumi dan Nehan.
Kalian juga sama, punya pilihan lo
Silahkan pilih memberi like atau komen
atau milih dua-duanya juga boleh...
Dasar modus 🤪😀
Terimakasih atas apresiasinya ya...😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Masiah Cia
aku TDK suka Sekar Krn hanya pura 2 baik sama rum, kasian rum smg Han TDK berubah Krn lebih menyakitkan kalau suami yg awalnya menolak poligami tapi akhirnya lebih cinta dengan istri keduanya bahkan TDK perduli lagi dg istri pertama
2022-01-13
1
Ish_2021
next
2021-12-15
0