Episode 5

"Rum...sini kamu!"

Teriakan Mas Han membuatku berlari menuju kamar, ada apa sih teriak sampai sebegitu kerasnya, tidak malu apa didengar orang lain.

"Apa sih, mas?!" wajahku merengut.

Bukannya menjawab, Mas Han malah memeluk tubuhku, "kamu masih marah?"

"Memangnya Rumi tadi marah?" godaku.

"Iya, kamu pergi keluar kamar tanpa ngomong apa-apa, itu tandanya kamu sedang marah."

Aku tersenyum, menikmati tatap mata ketakutan milik Mas Han, "kamu takut aku marah? aku kira laki-laki tak akan peduli kalau istrinya marah," kubelai pipinya lembut.

"Jangan marah Rum, aku ngobrol sama siapa di rumah ini, kalau kamu marah?"

"Sama mbok Nah," jawabku sekenanya.

"Terus kami ngobrolin harga bawang, nggak mau ah."

"Aku minta maaf Rum, tadi aku kelepasan, bukan maksudku untuk nyakitin kamu."

Aku menarik nafas panjang dan dalam, ada rasa perih yang muncul meskipun sebentar.

"Kamu tidak menjawab Rum, kamu tidak mau memaafkan aku?" suaranya memelas, membuatku tidak tega.

"Jangan begitu, laki-laki tidak boleh lemah di depan wanita mas, kamu kelihatan tidak keren kalau bersikap begini."

"Biar saja, aku tidak keren, yang penting kamu mau sama aku," tubuhku ditarik mendekat, tangannya melingkar erat mengelilingi pinggangku.

"Aku tidak marah, buat apa marah, memang begitu keadaannya kan, tapi terus terang aku sedih dan merasa kecil mas, karena aku gagal membuatmu menjadi seorang lelaki seutuhnya."

Mas Han berdiri kemudian menarikku keluar kamar, hari belum juga petang, "Pak Dul tolong siapkan mobil, saya mau kencan sama pacar saya."

"Siap ndoro Kakung," meskipun kelihatan bingung, pak Dul segera menyiapkan mobil, pacar siapa? kira-kira itu yang dipikirkan Pak Dul.

"Pak Dul bingung ya waktu saya bilang pacar," Mas Han menepuk bahu Pak Dul sambil menerima kunci mobil.

"Ini pacar saya," tunjuk Mas Han menggandeng tanganku, alisnya digerak-gerakkan naik turun.

"Hahaha...ndoro Kakung bisa saja, saya pikir perempuan yang dibawa ndoro sepuh kesini tadi."

Ganti aku yang menahan tawa, candaanmu sepertinya menjadi senjata makan tuan mas.

"Sudah ah, ayo Rum."

"Eh mas, mau kemana? aku mau ganti baju dulu, aku pakai daster ini, nggak lucu ah...kalau dilihat orang."

"Sudah, ayo, perjalanan kita agak jauh, lama lagi nanti kalau nunggu kamu ganti."

Aku yang masih bingung didorong mas Han masuk mobil, "kita mau kemana mas?" tanyaku.

Mas Han tidak menjawab, dia malah sibuk memasangkan sabuk pengaman di tubuhku. Sebelum menarik diri ke posisinya semula, dia sempat-sempatnya mengecup bibirku sekilas.

"Kita jalan-jalan, aku suntuk dirumah."

Sore ini kami habiskan waktu diluar rumah berdua. Menikmati suasana kota senja hari, ketika lampu jalanan satu persatu mulai menunjukkan cahaya warna-warni nya menggantikan matahari yang mulai sembunyi di kaki langit.

Mas Han menghentikan mobilnya di salah satu tempat parkir. Kami berjalan bergandengan, melangkahkan kaki seirama muda-mudi yang tertawa lepas dan menikmati masa muda dengan segala romansa nya.

Setelah berkeliling beberapa saat, Mas Han memutuskan untuk berhenti dan duduk di sebuah bangku dibawah lentera taman, "aku iri dengan mereka Rum," bisik suamiku tepat di telinga.

"Kalau aku, malu pada mereka mas," jawabku.

"Apa?" wajah jenaka mas Han makin menonjolkan ketampanannya.

"Lihat bajuku mas, aku malu, masa iya ada pangeran jalan-jalan ditemani sama Upik abu," jawabku cemberut.

"Aku ingin punya banyak waktu yang bisa kita habiskan bersama nanti dan nanti, sama seperti muda mudi yang disana itu, aku iri pada mereka."

"Bersyukurlah mas, kita akan punya waktu berdua, kalaupun tidak, waktu yang selama ini aku habiskan bersamamu adalah saat-saat terindah dalam hidupku."

"Jangan ngomong seperti itu, aku akan pastikan kalau kita punya banyak waktu sama-sama, aku beruntung memilikimu Rum."

"Aku juga mas, tapi sekarang aku hanya ingin pulang."

"Hahaha...," tawa mas Han membuat beberapa mata malah melihat ke arahku, aku memukul lengan Mas Han, "aduh, sakit Rum."

"Tertawamu menarik perhatian orang mas."

"Aku tak bisa menahannya, maunya romantis, kamu dari tadi malah minta pulang terus."

Salah satu senja terindah dalam hidupku, semua beban yang mengganjal sejak pagi sirna ditelan riuhnya suara jalanan, tawa mereka menular padaku yang berkali-kali tergelak karena hal-hal sepele. Hatiku juga kembali hangat, entah karena genggaman tangan mas Han yang tak mau lepas atau karena rasaku sendiri yang ingin bebas.

Kala pagi datang, kami masih saling berpelukan, suasana semalam membawa kehangatan pada kami sampai ranjang. Aku bangun karena harus menyiapkan banyak hal untuk Mas Han yang harus berangkat bekerja.

"Mas, bangun, subuh hampir habis, malu sama ayam."

"Hmmm," menggeliat sedikit.

"Ayo, bangun," aku basahi tangan dan kugerakkan sedikit diatas wajahnya.

"Rum," akhirnya bangun juga.

"Mandi langsung sholat," pintaku, dia langsung bangkit dan menuju kamar mandi. Ah...lucunya laki-laki, dia akan menjadi sangat penurut ketika semua kemauannya dituruti.

Hem warna biru laut membuat tampilan suamiku pagi ini luar biasa tampan.

"Hari ini aku akan sangat sibuk Rum, mungkin malam baru pulang," mode serius sedang on. Tapi dia menikmati makan paginya dengan lahap.

Meskipun aku hanya ada di area dapur dan kasur, aku akan selalu berusaha tampil cantik ketika suami berangkat kerja, aku lepas apron, dan aku pakai baju rumahan tetapi rapi, "iya, mas, selamat bekerja, semangat ya," aku cium punggung tangannya dan dia akan membalas mengecup keningku.

Aku bawakan tas kerja dan jasnya sampai dia masuk mobil, "kalau mau kemana-mana minta antar Pak Dul, Rum," tidak lupa Mas Han mengatakan hal yang sama tiap harinya.

Setelah Mas Han berangkat aku akan sibuk dengan kesenanganku merangkai bunga. Aku tidak begitu suka berkegiatan diluar rumah, jadi aku selalu berusaha menyibukkan diri meski di rumah saja.

...***...

Jam di dinding menunjukkan pukul empat sore ketika mas Han masuk kamar sambil membanting pintu.

Aku terkejut setengah mati, bukannya tadi dia bilang kalau pulang agak malam, tapi baru jam segini sudah sampai rumah. Apalagi wajahnya menunjukkan aura gelap, tidak ada senyum sedikitpun di bibirnya. Pasti ada masalah.

Belum sempat aku bertanya pada suamiku, ada apa, nada notifikasi pesan di handphone ku berbunyi. Ternyata ibu mengirim pesan.

Ibu tunggu di rumah satu jam lagi, datang kesini tanpa Nehan.

Kemudian datang lagi pesan, masih dari ibu.

Jangan bilang Nehan kalau kamu menemui ibu.

Ada apa ini sebenarnya, "kenapa pulang awal mas?"

"Jangan ganggu aku Rum," mode jutek on. Kalau sudah begini, dia akan lama kembali seperti biasanya. Lebih baik aku tinggal dulu.

"Aku keluar sebentar ya mas," pamitku setelah mengganti baju.

"Jangan lama-lama, minta Pak Dul buat ngantar kamu Rum," bicara sambil berbaring di ranjang dengan tangan menutup matanya.

"Iya, lebih baik mas mandi dulu, biar segar," pesanku sebelum pergi, biar apapun yang sedang mengganggu pikirannya akan luruh masuk dalam selokan bersama air mandi.

"Nanti saja," jawab suamiku. Aku tahan rasa ingin tahuku, nanti saja sepulang dari rumah ibu aku tanya lagi. Bahkan dia tidak bertanya kemana aku pergi.

Aku berjalan ke arah dapur dimana Mbok Nah sering menghabiskan sebagian besar waktunya, entah apa saja yang dilakukannya di tempat itu.

"Mbok, tolong bilang Pak Dul untuk siapkan mobil, saya mau keluar sebentar, saya tunggu di teras ya mbok."

"Baik ndoro putri."

Aku meninggalkan dapur menuju teras, duduk di kursi yang sering kami duduki berdua.

"Mari ndoro putri," kadang aku kagum dengan pengabdian semua abdi di rumah ini yang sangat luar biasa, mereka begitu cepat dan cekatan.

"Ke rumah Ibu ya Pak Dul."

Seperti biasa tanpa banyak bertanya mereka akan langsung berkata iya dan segera melaksanakan tugasnya.

Ibu tidak tampak ketika aku datang. Bapak duduk dengan berwibawa sambil mengepit cangklong di bibirnya, satu kebiasaan yang sudah jarang dilakukan di jaman sekarang.

"Selamat sore pak," aku mencium punggung tangan laki-laki yang sangat kuhormati ini.

"Sore, Nduk, apa ibumu memanggilmu?' tanya bapak.

"Injih pak," jawabku hormat, bapak sudah aku anggap seperti bapakku sendiri karena aku kehilangan orang tua laki-laki sejak kecil.

"Rum..." suara ibu terdengar lantang dari dalam, bapak menganggukkan kepala, memberi tanda agar aku segera menemui ibu.

"Sini," di atas meja dekat ibu duduk tergeletak sebuah map kertas.

"Duduk terus baca," titah ibu padaku.

Sekeras apapun aku menerka apa isi di dalam map itu tetap saja aku gagal mengira-ngira.

"Kenapa kamu diam? dibuka terus dibaca, jangan cuman dilihat saja."

Aku raih map itu, di dalamnya ternyata ada sebuah surat. Yang aku lihat pertama adalah tanda tangan yang tertera di bawah, ada namaku, mas Han dan nama Sekar. Juga ada beberapa saksi.

Setelah melihat tanda tangan yang ada dibawah aku baru melihat dari atas dan membaca surat itu. Ya Allah, apakah ini yang membuat Mas Han pulang awal dan dalam keadaan emosi? Aku memandang ibu mertuaku, benar-benar aku tidak mengerti dengan jalan pikirannya.

Terpopuler

Comments

Uthie

Uthie

Bukan hanya ada anak durhaka, tapi Orangtua yg Durhaka juga ada.... kaya gtu tuhhh 😡

2022-01-22

1

lihat semua
Episodes
1 Episode 1
2 Episode 2
3 Episode 3
4 Episode 4
5 Episode 5
6 Episode 6
7 Episode 7
8 Episode 8
9 Episode 9
10 Episode 10
11 Episode 11
12 Episode 12
13 Episode 13
14 Episode 14
15 Episode 15
16 Episode 16
17 Episode 17
18 Episode 18
19 Episode 19
20 Episode 20
21 Episode 21
22 Episode 22
23 Episode 23
24 Episode 24
25 Episode 25
26 Episode 26
27 Episode 27
28 Episode 28
29 Episode 29
30 Episode 30
31 Episode 31
32 Episode 32
33 Episode 33
34 Episode 34
35 Episode 35
36 Episode 36
37 Episode 37
38 Episode 38
39 Episode 39
40 Episode 40
41 Episode 41
42 Episode 42
43 Episode 43
44 Episode 44
45 Episode 45
46 Episode 46
47 Episode 47
48 Episode 48
49 Episode 49
50 Episode 50
51 Episode 51
52 Episode 52
53 Episode 53
54 Episode 54
55 Episode 55
56 Episode 56
57 Episode 57
58 Episode 58
59 Episode 59
60 Episode 60
61 Episode 61
62 Episode 62
63 Episode 63
64 Episode 64
65 Episode 65
66 Episode 66
67 Episode 67
68 Episode 68
69 Episode 69
70 Episode 70
71 Episode 71
72 Episode 72
73 Episode 73
74 Episode 74
75 Episode 75
76 Episode 76
77 Episode 77
78 Episode 78
79 Episode 79
80 Episode 80
81 Episode 81
82 Episode 82
83 Episode 83
84 Episode 84
85 Episode 85
86 Episode 86
87 Episode 87
88 Episode 88
89 Episode 89
90 Episode 90
91 Episode 91
92 Episode 92
93 Episode 93
94 Episode 94
95 Episode 95
96 Episode 96
97 Episode 97
98 Episode 98
99 Episode 99
100 Episode 100
101 Episode 101
102 Episode 102
103 Episode 103
104 Episode 104
105 Episode 105
106 Episode 106
107 Episode 107
108 Episode 108
109 Episode 109
110 Episode 110
111 Episode 111
112 Episode 112
113 Episode 113
114 Episode 114
115 Episode 115
116 Episode 116
117 Episode 117
118 Episode 118
119 Episode 119
120 Episode 120
121 Episode 121
122 Episode 122
123 Episode 123
124 Episode 124
125 Episode 125
126 Episode 126
127 Episode 127
128 Episode 128
129 Episode 129
130 Episode 130
131 Episode 131
132 Episode 132
133 Episode 133
134 Episode 134
135 Episode 135
136 Episode 136
137 Episode 137
138 Episode 138
139 Episode 139
140 Episode 140
141 Episode 141
142 Episode 142
143 Episode 143
144 Episode 144
145 Episode 145
146 Episode 146
147 Episode 147
148 Episode 148
149 Episode 149
150 Episode 150
151 Episode 151
152 Episode 152
153 Episode 153
154 Episode 154
155 Bukan Bab baru (Pengumuman)
Episodes

Updated 155 Episodes

1
Episode 1
2
Episode 2
3
Episode 3
4
Episode 4
5
Episode 5
6
Episode 6
7
Episode 7
8
Episode 8
9
Episode 9
10
Episode 10
11
Episode 11
12
Episode 12
13
Episode 13
14
Episode 14
15
Episode 15
16
Episode 16
17
Episode 17
18
Episode 18
19
Episode 19
20
Episode 20
21
Episode 21
22
Episode 22
23
Episode 23
24
Episode 24
25
Episode 25
26
Episode 26
27
Episode 27
28
Episode 28
29
Episode 29
30
Episode 30
31
Episode 31
32
Episode 32
33
Episode 33
34
Episode 34
35
Episode 35
36
Episode 36
37
Episode 37
38
Episode 38
39
Episode 39
40
Episode 40
41
Episode 41
42
Episode 42
43
Episode 43
44
Episode 44
45
Episode 45
46
Episode 46
47
Episode 47
48
Episode 48
49
Episode 49
50
Episode 50
51
Episode 51
52
Episode 52
53
Episode 53
54
Episode 54
55
Episode 55
56
Episode 56
57
Episode 57
58
Episode 58
59
Episode 59
60
Episode 60
61
Episode 61
62
Episode 62
63
Episode 63
64
Episode 64
65
Episode 65
66
Episode 66
67
Episode 67
68
Episode 68
69
Episode 69
70
Episode 70
71
Episode 71
72
Episode 72
73
Episode 73
74
Episode 74
75
Episode 75
76
Episode 76
77
Episode 77
78
Episode 78
79
Episode 79
80
Episode 80
81
Episode 81
82
Episode 82
83
Episode 83
84
Episode 84
85
Episode 85
86
Episode 86
87
Episode 87
88
Episode 88
89
Episode 89
90
Episode 90
91
Episode 91
92
Episode 92
93
Episode 93
94
Episode 94
95
Episode 95
96
Episode 96
97
Episode 97
98
Episode 98
99
Episode 99
100
Episode 100
101
Episode 101
102
Episode 102
103
Episode 103
104
Episode 104
105
Episode 105
106
Episode 106
107
Episode 107
108
Episode 108
109
Episode 109
110
Episode 110
111
Episode 111
112
Episode 112
113
Episode 113
114
Episode 114
115
Episode 115
116
Episode 116
117
Episode 117
118
Episode 118
119
Episode 119
120
Episode 120
121
Episode 121
122
Episode 122
123
Episode 123
124
Episode 124
125
Episode 125
126
Episode 126
127
Episode 127
128
Episode 128
129
Episode 129
130
Episode 130
131
Episode 131
132
Episode 132
133
Episode 133
134
Episode 134
135
Episode 135
136
Episode 136
137
Episode 137
138
Episode 138
139
Episode 139
140
Episode 140
141
Episode 141
142
Episode 142
143
Episode 143
144
Episode 144
145
Episode 145
146
Episode 146
147
Episode 147
148
Episode 148
149
Episode 149
150
Episode 150
151
Episode 151
152
Episode 152
153
Episode 153
154
Episode 154
155
Bukan Bab baru (Pengumuman)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!