Episode 2

Aku masih berdiri di tempatku. Tidak mampu beranjak. Tanganku ku ulurkan dan menyentuh gagang pintu, tapi kemudian kutarik kembali. Ku keluarkan ponselku, aku mengetuk nama Pak Dul. Aku balik arah, sambil berjalan aku menghubungi Pak Dul, "pak, tunggu saya di depan lobi, kita pulang."

Melihatku berjalan tergesa, petugas resepsionis di meja depan mengejarku, "maaf Bu, apakah sudah bertemu dengan bapak?"

Aku lupa kalau ekspresi dan sikapku bisa mengundang tanya, "sudah, sudah...tidak apa, mmm..., tolong jangan sampaikan sama bapak kalau saya kesini ya," pintaku.

"Baik, Bu."

"Selamat jalan Bu," aku masih mendengarnya memberikan salam terakhir sebelum aku pergi, aku tersenyum dan masuk dalam mobil.

"Kok cepat, Bu?"

"Bapak tidak ada?" tanya Pak Dul yang heran karena aku sudah meminta pulang.

Aku tidak menjawab, "kita ke pesisir pinggir kota ya, pak," pintaku pada Pak Dul.

"Baik Bu," aku tidak peduli meskipun aku tahu Pak Dul pasti memendam tanya dalam hati.

Selama perjalanan, pikiranku berkutat pada perkataan ibu yang akan mencarikan perempuan lain untuk suamiku. Bukan salahku kalau aku belum memiliki momongan, lagi pula Mas Han yang tidak setuju melakukan proses bayi tabung.

"Bayi tabung itu sakit Rum," ucapnya waktu itu.

"Tapi aku ingin mencoba Mas," pintaku. Aku memang benar-benar menginginkan seorang anak dalam rumah tangga kami.

"Aku tidak tega melihatmu menahan sakit," jawabnya.

"Belum tentu juga akan berhasil."

Kemudian dia akan menutup dengan satu kata yang selalu mampu membuatku luluh dan mengalah menuruti permintaannya, "aku mencintaimu Rum, kamu saja sudah cukup bagiku, aku tidak membutuhkan yang lain," sekarang apa yang harus kulakukan.

"Ndoro putri tidak apa-apa?" suara Pak Dul menarikku kembali pada realita.

"Ah, iya pak, saya baik-baik saja," tak lupa kuberikan sebuah senyum untuk membuktikan bahwa aku baik-baik saja.

Aku memejamkan mata, lelah tiba-tiba menghampiri. Kurebahkan tubuhku pada sandaran kursi, untuk mengistirahatkan otak dan hatiku.

"Ndoro, kita sudah sampai, Ndoro putri...," aku merasa tubuhku digoyang perlahan. Ternyata aku tertidur, entah untuk berapa lama, ketika aku membuka mata mobil sudah berhenti.

Aku membenahi posisi dudukku, "bapak tunggu disini ya, saya akan jalan-jalan sebentar, mencari angin," ucapku.

"Tapi udaranya panas."

"Ini masih jam satu, apa tidak sebaiknya nanti sore saja, ndoro putri," mungkin Pak Dul heran melihatku ingin keluar dari mobil yang notabene nyaman ketika udara sedang panas di luar.

"Tidak pak, saya juga mau sholat dhuhur dulu."

"Oh begitu, Inggih Ndoro putri, saya juga mau sholat, mau saya temani jalan ke mushola?"

Sebuah tawaran yang sulit ditolak, "apa tidak apa-apa kita meninggalkan mobil disini?" tanyaku, karena aku melihat tidak ada petugas parkir yang berjaga.

"Tidak apa, Ndoro Kakung membeli mobil yang memiliki pengamanan maksimal," ucap Pak Dul menjawab kekhawatiranku. Suamiku, yah...mana mungkin dia akan membeli barang dengan kualitas sembarangan.

"Baik, ayo Pak Dul temani saya jalan ke Mushola," paling tidak, aku tidak sendiri dalam suasana hati kacau begini.

Setelah sholat, Pak Dul memutuskan untuk tinggal di Mushola, sedangkan aku memilih untuk menyusuri pantai. Memandang laut yang luas membuat hatiku lebih lapang, hembusan angin seperti membawa gundahku pergi.

Aku tarik nafas dalam dan menghembuskannya kuat-kuat, membuang semua beban yang tiba-tiba makin berat, setelah kutahan bertahun lamanya.

Aku duduk di pantai beralaskan sepatu. Bayangan wajah Ibu yang bahagia ketika Mas Nehan melamarku dulu kembali menari di depan mata. "Ibu, apa yang harus kulakukan sekarang?"

Lembayung senja menggantung di kaki cakrawala, sepertinya sekarang waktunya untuk pulang. Mas Nehan pasti khawatir kalau dia sudah sampai rumah, sedangkan aku tidak ada.

Kulangkahkan kakiku menuju mushola, membangunkan Pak Dul yang tertidur. Pantas saja pesanku tidak juga dijawab.

"Maaf ndoro, saya ketiduran, apakah sudah waktunya untuk pulang?" kasihan matanya yang mengantuk terpaksa terbuka karena kubangunkan.

"Iya pak Dul, sudah sore kasihan Mas Han kalau saya tidak ada di rumah."

Aku pulang membawa hati yang lebih ringan. Semua beban aku buang di bentangan laut luas.

"Assalamualaikum," ucapku ketika memasuki rumah. Di halaman ada mobil milik ibu mertuaku, berarti dia ada disini.

"Waalaikumsalam, kowe ki Nyang ndi wae, mana ada istri yang keduluan suaminya sampai rumah."

"Kamu lihat itu Han, istrimu."

"Itu perempuan yang kamu banggakan."

"Aku dulu sudah merasa, dia perempuan gembos, kompong, tidak bisa punya anak."

"Sekarang bahkan merawatmu pun dia tak mampu," hatiku tercabik, sakit...

"Ibu!" seru Mas Han.

Suamiku berdiri mendekati aku, merangkul pundakku dan menuntunku duduk di sebelahnya.

"Saya hanya ingin jalan sebentar Bu," jawabku. Meskipun aku tahu usahaku untuk membela diri bisa dipastikan akan sia-sia.

"Nduk, wong wadon ki, ora pantes keluyuran ora karo bojone."

(Nduk, perempuan itu, tidak pantas pergi sendirian tanpa suami)

"Selain itu, lah wong suami waktunya pulang kok kamunya malah tidak ada di rumah."

"Bu, saya tidak apa-apa, saya malah senang Rumi keluar rumah," Mas Han menggenggam tanganku, dia yang menjawab kalimat ibu mertuaku yang panjang lebar, aku memilih untuk diam dan mendengarkan tanpa komentar.

"Kamu itu selalu seperti itu."

"Membela istri itu boleh, tapi buka matamu, istri macam apa yang kamu bela."

"Maaf ibu, memangnya saya istri yang seperti apa?" tanyaku. Apa yang selama ini aku lakukan untuk melayani suami masih kurang atau tidak cukup baik?

"Kamu istri mandul, Ndak bisa punya anak," betapa ringan kalimat itu keluar dari bibir ibu dan telak menikam jantungku.

"Ibu," Mas Han berdiri, aku menggenggam tangannya lebih erat.

"Makanya, kalau kamu tidak mau aku terus mengata-ngatai istrimu, turuti permintaan ibu, kamu harus bersedia menerima wanita yang mau mengandung anakmu."

"Ibu," kali ini aku tak bisa lagi menahan amarah suamiku, Mas Han berdiri, genggaman tanganku dikibaskan hingga terlepas.

"Sudah berapa kali Nehan bilang, Nehan minta ibu berhenti meminta Nehan untuk menerima perempuan lain."

"Meskipun itu hanya sekedar untuk menggantikan Rumi mengandung anak kami."

"Mas," aku memandang Mas Han teduh. Aku tidak mau mempunyai konflik dengan ibu mertuaku.

"Rum, ini tidak bisa dibiarkan, untuk memintamu mengikuti program hamil saja aku berpikir ribuan kali, apalagi ini, bagaimana aku bisa menitipkan anakku pada rahim wanita lain."

"Rum, dengarkan ibu," kali ini ibu mengambil tanganku dan membawaku duduk di sebelahnya.

"Kamu ingin kalian hidup bahagia bukan?" aku mengangguk.

"Kamu juga ingin kami, sebagai orang tua juga merasa bahagia bukan?" lagi-lagi aku mengangguk

"Kebahagiaan kami adalah cucu yang berlarian di rumah ini, Rum."

"Kalau kamu ingin membahagiakan kami dan orang tuamu juga, lapangkan hatimu untuk menerima perempuan lain yang akan hamil anak kalian."

Aku tidak mampu menjawab, kualihkan pandanganku ke arah Mas Han, aku membayangkan wajah bahagia ibuku kalau rumah tanggaku tentram. Aku membayangkan mertuaku memancarkan kebahagiaan di wajah mereka ketika ada anak berlarian di rumah kami.

Pada akhirnya aku hanya bisa berkata, "kami akan bicarakan nanti Bu, jangan khawatir, kami pasti menemukan jalan terbaik untuk mengatasi masalah ini."

"Rum..." suamiku sepertinya tahu apa yang ada dalam pikiranku.

"Kamu, Nehan...ikuti apapun nanti keputusan istrimu."

"Ibu tidak mau kamu beralasan lagi."

"Jangan bilang kalau mau ikut program hamil sekarang, ibu sudah tidak sabar menimang cucu."

Ibu mengambil tas nya yang diletakkan diatas meja dengan kasar. Kemudian meninggalkan kami dengan langkah cepat keluar rumah, "bicarakan yang baik, ibu akan berhenti mengganggu kalian kalau kalian segera menuruti permintaan ibu," seru ibu sambil berjalan tanpa menengok ke belakang.

"Rum," tanpa menunggu ibu benar-benar tidak terlihat, Mas Han menarikku masuk ke dalam kamar.

"Aku tahu apa yang kamu pikirkan, jangan memaksaku melakukan sesuatu yang tidak masuk akal," ucap mas Han sambil menggenggam tanganku ketika kami sudah duduk di sisi ranjang.

"Mas, aku hanya ingin semua bahagia."

"Aku tidak apa-apa berkorban demi pernikahan kita, asal orang tuamu bahagia."

"Aku yang tidak bisa Rum."

"Versi ibu tentang ibu pengganti pasti beda dengan versi kita, kamu paham kan maksudku."

Hatiku berdesir hebat, tapi aku tahan, "aku tahu mas, bagi ibu yang dimaksud dengan ibu pengganti adalah seorang selir, iya kan?"

"Hahaha..., kamu bisa saja dengan istilahmu," tawa suamiku terdengar sumbang, kemudian dia melanjutkan, "apa kamu rela aku menikah lagi?"

"Aku tidak mau Rum," ada nada pilu disana.

Air mataku luruh, "maafkan aku mas."

"Untuk apa?"

"Untuk semua cinta dan kasih sayangmu."

"Aku juga mencintaimu mas, sangat," ucapku.

Tanpa kuminta Mas Han memelukku erat. Maafkan aku mas, maafkan atas apa yang akan aku lakukan nanti dan selanjutnya. Apapun itu, tolong mengerti aku, apa yang aku lakukan semua untuk kebaikan kita.

...***...

Terpopuler

Comments

Sulati Cus

Sulati Cus

astaga mulut bumer kok g ada saringan nya

2022-09-23

1

Uthie

Uthie

Ujian cinta....

2022-01-22

1

coralskie

coralskie

ibu mertuanya galak banget

2021-12-15

1

lihat semua
Episodes
1 Episode 1
2 Episode 2
3 Episode 3
4 Episode 4
5 Episode 5
6 Episode 6
7 Episode 7
8 Episode 8
9 Episode 9
10 Episode 10
11 Episode 11
12 Episode 12
13 Episode 13
14 Episode 14
15 Episode 15
16 Episode 16
17 Episode 17
18 Episode 18
19 Episode 19
20 Episode 20
21 Episode 21
22 Episode 22
23 Episode 23
24 Episode 24
25 Episode 25
26 Episode 26
27 Episode 27
28 Episode 28
29 Episode 29
30 Episode 30
31 Episode 31
32 Episode 32
33 Episode 33
34 Episode 34
35 Episode 35
36 Episode 36
37 Episode 37
38 Episode 38
39 Episode 39
40 Episode 40
41 Episode 41
42 Episode 42
43 Episode 43
44 Episode 44
45 Episode 45
46 Episode 46
47 Episode 47
48 Episode 48
49 Episode 49
50 Episode 50
51 Episode 51
52 Episode 52
53 Episode 53
54 Episode 54
55 Episode 55
56 Episode 56
57 Episode 57
58 Episode 58
59 Episode 59
60 Episode 60
61 Episode 61
62 Episode 62
63 Episode 63
64 Episode 64
65 Episode 65
66 Episode 66
67 Episode 67
68 Episode 68
69 Episode 69
70 Episode 70
71 Episode 71
72 Episode 72
73 Episode 73
74 Episode 74
75 Episode 75
76 Episode 76
77 Episode 77
78 Episode 78
79 Episode 79
80 Episode 80
81 Episode 81
82 Episode 82
83 Episode 83
84 Episode 84
85 Episode 85
86 Episode 86
87 Episode 87
88 Episode 88
89 Episode 89
90 Episode 90
91 Episode 91
92 Episode 92
93 Episode 93
94 Episode 94
95 Episode 95
96 Episode 96
97 Episode 97
98 Episode 98
99 Episode 99
100 Episode 100
101 Episode 101
102 Episode 102
103 Episode 103
104 Episode 104
105 Episode 105
106 Episode 106
107 Episode 107
108 Episode 108
109 Episode 109
110 Episode 110
111 Episode 111
112 Episode 112
113 Episode 113
114 Episode 114
115 Episode 115
116 Episode 116
117 Episode 117
118 Episode 118
119 Episode 119
120 Episode 120
121 Episode 121
122 Episode 122
123 Episode 123
124 Episode 124
125 Episode 125
126 Episode 126
127 Episode 127
128 Episode 128
129 Episode 129
130 Episode 130
131 Episode 131
132 Episode 132
133 Episode 133
134 Episode 134
135 Episode 135
136 Episode 136
137 Episode 137
138 Episode 138
139 Episode 139
140 Episode 140
141 Episode 141
142 Episode 142
143 Episode 143
144 Episode 144
145 Episode 145
146 Episode 146
147 Episode 147
148 Episode 148
149 Episode 149
150 Episode 150
151 Episode 151
152 Episode 152
153 Episode 153
154 Episode 154
155 Bukan Bab baru (Pengumuman)
Episodes

Updated 155 Episodes

1
Episode 1
2
Episode 2
3
Episode 3
4
Episode 4
5
Episode 5
6
Episode 6
7
Episode 7
8
Episode 8
9
Episode 9
10
Episode 10
11
Episode 11
12
Episode 12
13
Episode 13
14
Episode 14
15
Episode 15
16
Episode 16
17
Episode 17
18
Episode 18
19
Episode 19
20
Episode 20
21
Episode 21
22
Episode 22
23
Episode 23
24
Episode 24
25
Episode 25
26
Episode 26
27
Episode 27
28
Episode 28
29
Episode 29
30
Episode 30
31
Episode 31
32
Episode 32
33
Episode 33
34
Episode 34
35
Episode 35
36
Episode 36
37
Episode 37
38
Episode 38
39
Episode 39
40
Episode 40
41
Episode 41
42
Episode 42
43
Episode 43
44
Episode 44
45
Episode 45
46
Episode 46
47
Episode 47
48
Episode 48
49
Episode 49
50
Episode 50
51
Episode 51
52
Episode 52
53
Episode 53
54
Episode 54
55
Episode 55
56
Episode 56
57
Episode 57
58
Episode 58
59
Episode 59
60
Episode 60
61
Episode 61
62
Episode 62
63
Episode 63
64
Episode 64
65
Episode 65
66
Episode 66
67
Episode 67
68
Episode 68
69
Episode 69
70
Episode 70
71
Episode 71
72
Episode 72
73
Episode 73
74
Episode 74
75
Episode 75
76
Episode 76
77
Episode 77
78
Episode 78
79
Episode 79
80
Episode 80
81
Episode 81
82
Episode 82
83
Episode 83
84
Episode 84
85
Episode 85
86
Episode 86
87
Episode 87
88
Episode 88
89
Episode 89
90
Episode 90
91
Episode 91
92
Episode 92
93
Episode 93
94
Episode 94
95
Episode 95
96
Episode 96
97
Episode 97
98
Episode 98
99
Episode 99
100
Episode 100
101
Episode 101
102
Episode 102
103
Episode 103
104
Episode 104
105
Episode 105
106
Episode 106
107
Episode 107
108
Episode 108
109
Episode 109
110
Episode 110
111
Episode 111
112
Episode 112
113
Episode 113
114
Episode 114
115
Episode 115
116
Episode 116
117
Episode 117
118
Episode 118
119
Episode 119
120
Episode 120
121
Episode 121
122
Episode 122
123
Episode 123
124
Episode 124
125
Episode 125
126
Episode 126
127
Episode 127
128
Episode 128
129
Episode 129
130
Episode 130
131
Episode 131
132
Episode 132
133
Episode 133
134
Episode 134
135
Episode 135
136
Episode 136
137
Episode 137
138
Episode 138
139
Episode 139
140
Episode 140
141
Episode 141
142
Episode 142
143
Episode 143
144
Episode 144
145
Episode 145
146
Episode 146
147
Episode 147
148
Episode 148
149
Episode 149
150
Episode 150
151
Episode 151
152
Episode 152
153
Episode 153
154
Episode 154
155
Bukan Bab baru (Pengumuman)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!