Episode 3

Sayup-sayup terdengar muadzin mengaji sebelum mengumandangkan adzan. Aku membuka mataku yang masih terasa berat. Aku menggerakkan punggung dan tanganku bergantian, tubuhku sakit semua.

Semalam suamiku mengerjaiku habis-habisan. Dengan segala puji dan sanjungan cintanya, aku tak bisa menolak apapun yang dia inginkan. Sekarang dia masih bergelung dengan dunia mimpi yang sepertinya enggan dia tinggalkan.

Melihat dia yang masih nyenyak tertidur membuatku ikut malas untuk bangun. Sampai akhirnya aku kembali menarik selimut dan meringkuk di bawah lengan suamiku. Aroma tubuhnya memberiku rasa nyaman dan menenangkan. Entah bagaimana dan pada detik keberapa, aku kembali memejamkan mata dan tertidur.

"Rum..." aku dengar suara suamiku memanggilku perlahan. Beberapa kali kurasakan kecupan di pipi dan bibirku. Aroma nafasnya begitu segar.

"Mmm...," aku berusaha membuka mataku yang masih saja enggan kuajak bangun. Aku malah menempelkan tubuhku dan merangkul tubuh suamiku erat.

"Kamu buka mata sebentar saja, matahari hampir muncul Rum," bisik suamiku tepat di telinga.

"Jam berapa sekarang, mas?" tanyaku masih dengan mata terpejam.

"Jam lima."

"Apa?!"

"Mas...," teriakku, aku melompat turun dari ranjang, selimut aku tinggal begitu saja. Aku dengar tawa mas Han mengudara melihat tingkahku. Tubuh polosku kubawa lari masuk ke kamar mandi.

"Jangan lama-lama kalau mandi, atau akau akan ikut masuk dan kamu harus mandi besar sekali lagi."

"Jangan coba-coba mas, kamu sudah menggangguku semalaman," teriakku.

Waktu keluar kamar mandi ternyata Mas Han tidak ada dalam kamar, aku bisa sholat shubuh dengan tenang. Pagi ini aku ingin menghabiskan sedikit lebih banyak waktu di atas sajadah, berpasrah dan meminta dikuatkan hati ini.

"Mau keramas lagi?" tanya suamiku sambil memeluk dari belakang ketika aku merapikan mukena dan melipat sajadah.

"Aku mau lipat mukena sama sajadah dulu mas," jawabku berusaha melepaskan diri.

"Tuh..." dia menunjuk meja rias dengan gerakan matanya. Diatasnya sudah ada nampan dengan nasi goreng plus telor mata sapi dan segelas susu.

Aku memutar tubuhku dan menatap matanya, "terimakasih," ucapku sambil menundukkan pandangan.

"Aku suamimu Rum, tatap mataku."

"Aku malu mas," jawabku.

"Aku mencintaimu Rum, menyukai sikap malu-malumu, menyukai kepatuhanmu yang tanpa syarat, menyukai semua yang ada padamu."

Aku melipat tanganku di pangkuan, mendengarkan semua yang Mas Han ucapkan selalu membuatku salah tingkah.

"Sekarang kamu makan dulu, itu sudah aku siapkan. Aku sendiri yang menggoreng nasi dan telornya," wajah suamiku begitu semangat menanti aku mencicipi masakannya. Ada senyum tersungging di bibirnya.

Aku tersenyum melihat tampilan nasi goreng diatas piring, "pasti enak," pujiku. Aku mendekati meja dan mengambil piring, menyuapkan sesendok nasi, "mas pengen nikah lagi?" candaku.

Mendengar kalimatku senyumnya secepat kilat memudar, "kalau ngomong kira-kira Rum, kamu mau aku nikah lagi?" semburnya.

"Nggak lah mas, aku bercanda, gitu aja ngambek, mecucu, tak cium lo ya."

"Lah, itu tadi bilang, nikah lagi."

"Habis nasinya sedikit keasinan."

"Keasinan ya, mau dibuatkan lagi?"

"Nggak, ah...ini saja, tak habiskan, enak kok," kulahap nasi goreng buatan suamiku dengan suapan-suapan besar.

"Rum."

"Hmmm," aku memandang suamiku.

"Semalam ibu kirim pesan,"

Aku meletakkan sendok dan piring yang isinya tandas ke atas nampan, menikmati susu hangat berusaha menenangkan debaran jantungku yang tiba-tiba datang.

"Nanti siang ibu akan kemari."

Aku masih diam tidak menjawab, aku berharap suamiku menuntaskan ceritanya.

"Aku punya permintaan padamu Rum."

Kali ini aku mendekati suamiku yang duduk di sisi ranjang, kupeluk lengannya dan kurebahkan kepalaku di dadanya, "apapun untukmu mas."

Mas Han mengecup puncak kepalaku lembut, "apapun yang dikatakan ibu atau yang dilakukan ibu nanti, aku minta kamu diam, serahkan semua padaku Rum."

Aku mengangguk, "aku juga punya permintaan padamu mas."

"Hmm, apa?"

"Sebelum menjawab, aku mau kamu berjanji dulu padaku," tanganku membelai dada suamiku.

"Jangan minta aku berjanji yang tak bisa aku penuhi Rum."

Aku melepaskan pelukan, memberi sedikit jarak agar aku bisa memandang wajah tampannya ketika berbicara, ku beri dia senyum terindah yang kupunya, "setelah ibu pulang, apapun yang aku minta nanti, kamu harus menuruti, mas."

"Pasti, apapun maumu akan aku penuhi Rum, selama itu masuk akal dan demi kebaikan kita."

Aku peluk lagi suamiku, aku mungkin tidak tahu apa tujuan ibu kesini nanti siang, mas. Tapi sepertinya aku bisa meraba maksud kedatangannya. Semoga dugaanku salah, tetapi kalaupun apa yang kupikirkan benar, aku sudah memutuskan semuanya untuk kita. Semoga kamu bersedia melakukannya.

"Kamu mau sampai kapan memelukku seperti ini Rum?" tanya suamiku, tetapi tangannya makin erat menenggelamkan tubuhku dalam kehangatan tubuhnya.

"Sampai kamu yang melepaskan aku mas."

"Aku nggak akan pernah melepas kamu Rum."

"Meskipun aku merasa sesak dan tersakiti?" Mas Han diam tidak menjawab, tapi aku bisa merasakan limpahan kasih yang luar biasa untukku.

Aku sedikit menggeliat, "aku mau keluar mas."

Mas Han melepaskan pelukannya, "karena ini hari minggu, aku akan mengikutimu kemana-mana, jangan mengusirku."

Aku tertawa, kita lihat saja, berapa lama kamu betah mengikuti aku.

"Selamat pagi mbok," mbok Nah sudah siap di dapur dengan belanjaan dan peralatan tempurnya.

"Selamat pagi ndoro putri, ndoro Kakung."

"Mau apa ke dapur? Ayo sana ndoro putri sama ndoro Kakung, menikmati waktu berdua, biar saya membereskan urusan dapur."

"Hmmm, mbok salah, hari ini kami yang akan ngurusi dapur."

"Tadi pagi Mas Han sudah masuk dapur untuk masak nasi goreng, sekarang Mas Han yang akan membantu saya masak buat tamu istimewa nanti siang, mbok," jelasku sesekali melirik ekspresi suamiku tercinta.

Ternyata wajahnya bengong bibirnya juga menganga, "jangan suruh aku membantumu memasak Rum, kan aku bilang mengikutimu, bukan membantu," protesnya.

"Sayang tenaganya mas, ayo!" aku menarik tangannya. Mengambil apron dan memasangkan pada tubuh Mas Han.

"Apa ini Rum, aku malu tahu," beberapa mbak yang bekerja di dapur meninggalkan kami sambil tertawa kecil. Tubuh suamiku yang atletis terbungkus apron menjadi tontonan asik yang tidak setiap hari bisa dilihat.

"Kamu makin ganteng mas," pujiku sambil memakai apronku sendiri, aku tertawa kecil.

"Nggak lucu Rum," lag-lagi kalimatnya bernada protes.

"Sekarang, mas kupas bumbu-bumbu ini dan ulek jadi satu."

"Rum..."

"Ayo, hari ini tidak boleh protes," aku siapkan cobek dan ulekan di depannya.

Baru beberapa menit suamiku teriak, "Rum, mataku pedih."

Menit berikutnya, "Rum tanganku panas."

"Hahaha...jangan manja mas, ngurusin pegawai yang jumlahnya ratusan bisa nyantai, masa kalah sama bawang dan cabai yang cuman beberapa biji."

Sekali-sekali mengerjai mas suami ternyata asik juga, "mbok siapkan tempatnya ya, ini masakannya sudah hampir siap."

"Baik ndoro putri," bahkan mbok Nah pun tertawa-tawa kecil melihat tingkah suamiku yang ribut dari tadi.

"Sekarang bersihkan semua kulit bawang yang kamu serakkan itu mas," perintahku lagi. Dapur sudah seperti kapal pecah saja. Menghaluskan bumbu terciprat kemana-mana, kulit bawang berserakan, dan aku begitu menikmati ekspresi lucu suamiku.

"Ada apa ini, apa-apaan kamu Han?!" tiba-tiba terdengar suara teriakan ibu. Ketika aku menoleh ibu berdiri di pintu penghubung antara dapur dan taman yang terdapat di halaman tengah. Dapur memang kami pisahkan letaknya dari rumah utama.

"Ibu," senyumku menghilang, wajahku berubah pias.

"Kamu menyuruh suamimu masak Rum?" matanya memerah.

"Tidak Bu, kami hanya bersenang-senang," jawabku berusaha menjelaskan.

"Ini yang kamu sebut senang-senang?"

"Kamu meminta suamimu masuk ke dapur, dan ini kamu sebut senang-senang?!"

"Bu," mas Han berusaha menenangkan, tangannya kesulitan melepas apron yang terikat di tubuhnya.

"Kamu perempuan tidak tahu diuntung, kurang ajar sama suami."

"Berani-beraninya kamu meminta suamimu masuk dapur, ora patut, ngerti po ra Kowe?" ibu meneriakiku.

Mas Han memeluk ibunya dan membawanya keluar dari dapur, apron masih menempel di tubuhnya, rupanya dia gagal melepas apron itu tadi. Sambil berjalan pergi aku masih mendengar Mas Han membelaku, "Han yang minta membantunya Bu, ini kan hari Minggu, lagi pula ndak ada salahnya seorang laki-laki masuk dapur."

Mas Han mengedipkan mata padaku. Tanganku yang sedikit gemetar berusaha melepas ikatan apron di punggung. Ternyata memang susah melepas apron kalau lagi gemetar begini. Setelah aku berhasil melepas apron, aku berjalan mengikuti suami dan ibu mertuaku masuk ke ruang tengah.

Baru saja berhenti melangkah, apron melayang tepat mengenai wajahku, "lipat ini," teriak ibu masih dengan nada tinggi. "Ingat Rum, derajatmu itu jauh dari kami, awas kalau kamu berani kurang ajar lagi."

"Bu..." aku dengar suara Mas Han menenangkan ibunya.

Mas Han mendatangiku, setelah ibunya sedikit tenang, dirangkulnya bahuku dan dituntunnya aku untuk duduk di sebelahnya. tangannya menggenggam tanganku. Tenang Rum, yang penting adalah sumimu mencintai kamu.

"Broto, bawa Sekar masuk,"

Sekar...siapa Sekar?

"Iya yu...," Lik Broto adalah adik dari ibu mas Nehan, setelah dipanggil, dia masuk ruang tengah dengan seorang perempuan cantik yang usianya sepertinya jauh dibawahku.

"Duduk Nduk," perintah ibu pada perempuan muda nan cantik itu, tubuhnya juga molek menggiurkan mata lelaki manapun yang memandangnya, aku yakin itu.

"Perempuan muda ini namanya Sekar Lalita, dia biasa dipanggil Sekar," aku melirik suamiku. Ya Tuhan ternyata mata suamiku lurus memandangku yang duduk di sisinya, aku menunduk, tersenyum kecil karena bahagia dan malu.

"Iya Bu," karena suamiku tidak menjawab akhirnya aku yang menjawab kalimat ibu mertuaku.

"Selamat siang mbak, mas," senyumnya juga manis sekali.

Aku menepuk punggung tangan suamiku dan memberi tanda untuk menjawab salam dari perempuan ayu yang duduk di depan kami.

"Iya, siang," jawab suamiku tanpa ekspresi.

"Siang," jawabku hampir bersamaan dengan mas Nehan tetapi dengan ekspresi yang berbeda.

"Dia ini kerabat jauh dari Lik Broto, masih keturunan ningrat juga," lanjut ibu dengan nada angkuh.

"Injih ibu," jawabku.

Aku memang bukan ningrat, tapi bukan aku yang minta untuk masuk dalam kehidupan kalian. Mas Han lah yang datang ke ibu ku dan meyakinkannya kalau bisa membuat hidupku bahagia, pedih rasanya setiap kali kata ningrat disebut.

Lik Broto hanya diam membiarkan ibu bicara, tapi aku tahu Lik Broto adalah tipe orang yang selalu mencari kesempatan dalam kesempitan. Asap rokok terus mengepul dari bibir dan hidung Lik Broto.

"Aku punya tujuan membawa Sekar kemari," aku masih menunggu apa yang akan disampaikan oleh ibu.

"Iya, dia akan menjadi istri kedua Nehan, biar kalian memiliki keturunan," telingaku bagai disengat lebah ketika mendengar kalimat yang disampaikan Lik Broto. Kepalaku kebas, telingaku terasa lebih tebal dari sebelumnya, wajahku memanas. Bagaimana ini?

...***...

Terpopuler

Comments

Uthie

Uthie

paling juga wanita gampangan yg diperdaya sama Lik Broto....

2022-01-22

1

lihat semua
Episodes
1 Episode 1
2 Episode 2
3 Episode 3
4 Episode 4
5 Episode 5
6 Episode 6
7 Episode 7
8 Episode 8
9 Episode 9
10 Episode 10
11 Episode 11
12 Episode 12
13 Episode 13
14 Episode 14
15 Episode 15
16 Episode 16
17 Episode 17
18 Episode 18
19 Episode 19
20 Episode 20
21 Episode 21
22 Episode 22
23 Episode 23
24 Episode 24
25 Episode 25
26 Episode 26
27 Episode 27
28 Episode 28
29 Episode 29
30 Episode 30
31 Episode 31
32 Episode 32
33 Episode 33
34 Episode 34
35 Episode 35
36 Episode 36
37 Episode 37
38 Episode 38
39 Episode 39
40 Episode 40
41 Episode 41
42 Episode 42
43 Episode 43
44 Episode 44
45 Episode 45
46 Episode 46
47 Episode 47
48 Episode 48
49 Episode 49
50 Episode 50
51 Episode 51
52 Episode 52
53 Episode 53
54 Episode 54
55 Episode 55
56 Episode 56
57 Episode 57
58 Episode 58
59 Episode 59
60 Episode 60
61 Episode 61
62 Episode 62
63 Episode 63
64 Episode 64
65 Episode 65
66 Episode 66
67 Episode 67
68 Episode 68
69 Episode 69
70 Episode 70
71 Episode 71
72 Episode 72
73 Episode 73
74 Episode 74
75 Episode 75
76 Episode 76
77 Episode 77
78 Episode 78
79 Episode 79
80 Episode 80
81 Episode 81
82 Episode 82
83 Episode 83
84 Episode 84
85 Episode 85
86 Episode 86
87 Episode 87
88 Episode 88
89 Episode 89
90 Episode 90
91 Episode 91
92 Episode 92
93 Episode 93
94 Episode 94
95 Episode 95
96 Episode 96
97 Episode 97
98 Episode 98
99 Episode 99
100 Episode 100
101 Episode 101
102 Episode 102
103 Episode 103
104 Episode 104
105 Episode 105
106 Episode 106
107 Episode 107
108 Episode 108
109 Episode 109
110 Episode 110
111 Episode 111
112 Episode 112
113 Episode 113
114 Episode 114
115 Episode 115
116 Episode 116
117 Episode 117
118 Episode 118
119 Episode 119
120 Episode 120
121 Episode 121
122 Episode 122
123 Episode 123
124 Episode 124
125 Episode 125
126 Episode 126
127 Episode 127
128 Episode 128
129 Episode 129
130 Episode 130
131 Episode 131
132 Episode 132
133 Episode 133
134 Episode 134
135 Episode 135
136 Episode 136
137 Episode 137
138 Episode 138
139 Episode 139
140 Episode 140
141 Episode 141
142 Episode 142
143 Episode 143
144 Episode 144
145 Episode 145
146 Episode 146
147 Episode 147
148 Episode 148
149 Episode 149
150 Episode 150
151 Episode 151
152 Episode 152
153 Episode 153
154 Episode 154
155 Bukan Bab baru (Pengumuman)
Episodes

Updated 155 Episodes

1
Episode 1
2
Episode 2
3
Episode 3
4
Episode 4
5
Episode 5
6
Episode 6
7
Episode 7
8
Episode 8
9
Episode 9
10
Episode 10
11
Episode 11
12
Episode 12
13
Episode 13
14
Episode 14
15
Episode 15
16
Episode 16
17
Episode 17
18
Episode 18
19
Episode 19
20
Episode 20
21
Episode 21
22
Episode 22
23
Episode 23
24
Episode 24
25
Episode 25
26
Episode 26
27
Episode 27
28
Episode 28
29
Episode 29
30
Episode 30
31
Episode 31
32
Episode 32
33
Episode 33
34
Episode 34
35
Episode 35
36
Episode 36
37
Episode 37
38
Episode 38
39
Episode 39
40
Episode 40
41
Episode 41
42
Episode 42
43
Episode 43
44
Episode 44
45
Episode 45
46
Episode 46
47
Episode 47
48
Episode 48
49
Episode 49
50
Episode 50
51
Episode 51
52
Episode 52
53
Episode 53
54
Episode 54
55
Episode 55
56
Episode 56
57
Episode 57
58
Episode 58
59
Episode 59
60
Episode 60
61
Episode 61
62
Episode 62
63
Episode 63
64
Episode 64
65
Episode 65
66
Episode 66
67
Episode 67
68
Episode 68
69
Episode 69
70
Episode 70
71
Episode 71
72
Episode 72
73
Episode 73
74
Episode 74
75
Episode 75
76
Episode 76
77
Episode 77
78
Episode 78
79
Episode 79
80
Episode 80
81
Episode 81
82
Episode 82
83
Episode 83
84
Episode 84
85
Episode 85
86
Episode 86
87
Episode 87
88
Episode 88
89
Episode 89
90
Episode 90
91
Episode 91
92
Episode 92
93
Episode 93
94
Episode 94
95
Episode 95
96
Episode 96
97
Episode 97
98
Episode 98
99
Episode 99
100
Episode 100
101
Episode 101
102
Episode 102
103
Episode 103
104
Episode 104
105
Episode 105
106
Episode 106
107
Episode 107
108
Episode 108
109
Episode 109
110
Episode 110
111
Episode 111
112
Episode 112
113
Episode 113
114
Episode 114
115
Episode 115
116
Episode 116
117
Episode 117
118
Episode 118
119
Episode 119
120
Episode 120
121
Episode 121
122
Episode 122
123
Episode 123
124
Episode 124
125
Episode 125
126
Episode 126
127
Episode 127
128
Episode 128
129
Episode 129
130
Episode 130
131
Episode 131
132
Episode 132
133
Episode 133
134
Episode 134
135
Episode 135
136
Episode 136
137
Episode 137
138
Episode 138
139
Episode 139
140
Episode 140
141
Episode 141
142
Episode 142
143
Episode 143
144
Episode 144
145
Episode 145
146
Episode 146
147
Episode 147
148
Episode 148
149
Episode 149
150
Episode 150
151
Episode 151
152
Episode 152
153
Episode 153
154
Episode 154
155
Bukan Bab baru (Pengumuman)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!