Mr. Albara | 2. Marah

Jangan lupa sebelum membaca vote dan komen yang banyak. Ceritanya beda kok yang awalnya itu gak sama. Gimana part 1 suka gak? Suka cerita Sweet Doctor juga gak? Menurut kalian gimana kesan saat membaca cerita Sweet Doctor? Banyak yang mengira kalau di cerita itu kisah nyata padahal enggak kok. Semua murni hasil imajinasi saja kok tanpa melibatkan kisah nyata aku ada kisah nyataku tapi nanti itu cerita yang aku publish lagi di sini pasti nanti kalian bakalan suka deh.

Aku update lagi nih biar gak nungguin lama kayak yang Sweet Doctor itu hehehe. Semoga suka ya 🥰

...Happy reading...

Saat tengah asik mengirim pesan kepada Nadia tiba-tiba ponselnya di rampas oleh seseorang. Seseorang itu tak lain dan tak bukan adalah Albara sendiri. Keringat panas dingin sangat di rasakan oleh Lena karena ketahuan membicarakan Albara di belakangnya.

"Jadi seperti ini kerjaanmu?" tanya Albara.

"Tid--tidak seperti itu, Pak." ujar Lena gugup.

"Lalu seperti apa? Ingin mencakar-cakarku? Atau ingin  membunuhku?" tanya Albara.

Lena hanya menunduk saja saat Albara tengah memarahinya. Memang sepenuhnya salahnya. Jadi wajar saja Albara marah kepadanya.

Prankk

Lena melotot saat melihat ponselnya di banting oleh Albara. Lena memberanikan diri untuk menatap atasannya yang juga tengah menatapnya. Ponsel hasil kerja kerasnya selama ini hancur seketika membuat Lena ingin menangis.

"Kenapa? Apa kau ingin protes? Di sini kau sedang berkerja denganku jadi kau harus mematuhi semua peraturanku," ujar Albara.

"Tapi Bapak tidak bisa seenaknya membanting ponsel saya seperti itu!" protes Lena.

"Karena itu adalah ponsel dari hasil kerja kerasku?" tambah Lena.

Lena berlalu ingin pergi tapi sebelum mencapai pintu lengannya di tahan oleh Albara yang membuat Lena berada di sudut ruangan membuat Lena tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Deru nafas berbau mint sangat Lena rasakan tak kalah wajah Albara sangat dekat dengan wajahnya.

"Kau mau ke mana? Ingin kabur dari tugasmu?" tanya Albara.

"Aku ingin berhenti menjadi sekertaris, Bapak." jawab Lena.

"Apa kau yakin?"

"Sangat yakin." jawab Lena mantap.

"Sayangnya kau tidak bisa berhenti menjadi sekretarisku," ujar Albara.

Lena berusaha untuk menahan emosinya karena sekarang ia pun tidak bisa berkutik. Albara memegangi dagu Lena.

"Dengarkan aku. Jangan pernah melanggar aturan yang sudah aku buat sejak dulu. Memang saat ini kau melanggar aturanku, aku tidak akan marah mengingat kau sekertarisku yang berkerja yang sangat baik. Tidak ada yang tahan dengan sikapku seperti ini. Hanya kau yang bertahan selama ini. Maka dari itu aku selalu mempertahankanmu." jelas Albara.

Lena hanya terdiam saja saat Albara berceloteh. Toh apa yang di katakan Albara semua benar kenyataannya. Semua yang berkerja menjadi sekertaris selalu bertahan paling lama hanya 5 bulan saja selebihnya mereka akan mengundurkan diri. Hanya Lena yang mampu bertahan selama ini hingga 5 tahun lamanya.

"Aku tidak ingin marah lagi karena kolega sebentar lagi tiba di sini. Jadi siapkan semua," perintah Albara berlalu duduk di kursi khusus untuknya.

Lena duduk di samping kiri Albara. Ia pun mempersiapkan untuk metting kali ini. Tak berselang lama kolage Albara datang. Albara menyambut rekan bisnisnya dengan ramah begitupun dirinya. Acara metting pun di mulai dengan penjelasan yang Lena berikan. Memerlukan waktu hampir 10 jam akhirnya metting selesai dengan penandatangan kontrak bisnis antara Albara dengan Mr. Han.

Setelah kolega meninggalkan ruangan, Lena membereskan berkas-berkas.

"Akan aku antar kamu pulang," kata Albara.

Lena menatap Albara yang tiba-tiba menawarkan tumpangan untuknya.

"Tidak usah, Pak. Saya bisa naik taksi saja. Anda bisa pulang terlebih dahulu untuk beristirahat," tolak Lena secara halus.

"Ini sudah malam jadi aku yang akan mengantarkanmu,"

Aneh. Satu kata yang tepat untuk menafsirkan sifat Albara saat ini. Kenapa mendadak sifat Albara seperti ini. Mengingat tadi ia marah-marah kepadanya.

"Baik jika Bapak memaksa," ujar Lena.

"Saya tidak memaksa kamu. Hanya ingin menawarkan tumpangan saja." balas Albara.

"Sabar, sabar, sabar. Semua ini ujian buatku," batin Lena.

Setelah membereskan semua. Sekarang Albara dan Lena pergi dari ruangan. Lena membuka pintu mobil Albara begitu pun juga Albara. Mobil Albara pergi meninggalkan tempat menuju ke apartemen Lena. Seperti tadi suasana dalam mobil sangat dingin dan canggung sekali. Tidak ada pembicaraan yang mereka lakukan.

"Di mana apartemenmu?" tanya Albara memecahkan keheningan.

"Apartemen mawar, kompleks primaya, nomer 3." jawab Lena.

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh mobil Albara tiba di apartemen yang Lena sebutkan tadi.

"Terima kasih, Pak." kata Lena.

"Iya." jawab Albara singkat.

Saat ingin keluar dari mobil tangan Lena di tahan oleh Albara. Lena menatap Albara.

"Ini untukmu," ucap Albara memberikan sebuah paperbag.

"Apa ini, Pak?" tanya Lena.

"Buka saja," jawab Albara.

Lena membuka paperbag pemberian Albara dan sedikit terkejut melihat isinya.

"Pak, apa ini?"

"Kau pasti tau itu apa. Jadi terima saja sebagai gantinya saya telah membanting ponselmu tadi," ucap Albara.

"Tapi saya tidak bisa menerimanya Pak. Nanti saya akan membelinya sendiri dengan hasil kerja keras saya sendiri," tolak Lena.

"Terima saja jika tidak kau buang saja,"

"Jangan Pak. Sayang kalau di buang,"

"Kau sudah tau jika di buang sayang kenapa harus di buang. Maka dari itu terima saja," ujar Albara.

"Terima kasih, Pak." ucap Lena senang.

Lena keluar dari mobil setelah mengucapkan terima kasih, begitu keluar mobil Albara langsung menancap gas pergi.

Lena masuk kedalam apartemennya yang berada di lantai 3. Tapi saat ingin menaiki tangga ada suara yang menghentikan langkahnya membuat Lena berpaling ke belakang untuk melihat siapa yang memanggilnya. Senyum Lena terbit saat melihat siapa yang memanggilnya. Seseorang itu langsung memeluk tubuh mungil Lena sangat erat.

"Aku sangat merindukanmu," ucapnya.

"Aku pun sangat merindukanmu." balas Lena.

"Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Sam.

"Ya, seperti biasanya, sangat melelahkan," jawab Lena.

"Ayo kita makan dulu. Pasti kamu lelah sekali," kata Sam.

"Ayo." Lena dan Sam pergi untuk mencari makan.

Tempat makan pilihan Lena dan Sam jatuh pada tempat makan pinggir jalan yang terdapat lumayan banyak orang. Sam memesankan makan untuknya dan juga Lena, sedangkan Lena duduk manis sambil melihat Sam memesankan makan malam untuknya. Sam duduk di depan Lena sambil memandang wajah Lena.

"Kenapa Sam kau melihatku seperti itu?" tanya Lena mulai risih.

"Tidak aku hanya suka saja melihatmu," jawab Sam.

"Tapi aku tidak suka jika kau melihatku seperti itu,"

"Baiklah jika itu membuatmu risih aku akan memandang ke arah lain saja," ucap Sam.

Lena terkekeh melihat sikap Sam yang sedikit merajuk.

"Ayolah Sam janganlah kau marah kepadaku. Mana mungkin aku risih saat temanku menatapku seperti itu," ujar Lena.

Senyum terbit dari wajah Sam saat Lena berkata seperti itu. Makanan yang Sam pesan sekarang berada di hadapan mereka. Mereka pun akhirnya makan bersama dengan gurauan yang selalu di lontarkan oleh Sam.

Setelah selesai Sam mengantarkan Lena menuju apartemennya. Sam pergi menuju apartemennya yang tau jauh dari apartemen Lena.

Saat Lena masuk ia melihat Nadia menonton televisi sambil membawa popcorn di pangkuannya. Lena merebahkan badannya di sofa yang panjang.

"Kenapa tuh muka lecek banget?" tanya Nadia.

"Muka gue lecek ya gara-gara kerjakan. Aneh aja pertanyaan lu tuh!" jawab Lena.

"Santai aja sih gak usah ngegas gitu. Kenapa masalah pak Albara lagi?"

Lena berdehem saja.

"Sebenarnya gue tadi mengundurkan diri," ucap Lena.

"HAH!!!!" pekik Nadia yang membuat Lena terkejut.

"Lu jangan buat jantung ini keluar ya dari tempatnya!"

"Ya, maaf tadi gue reflek aja," ucap Nadia menutup mulutnya.

"Kenapa lu keluar dari perusaahan?" tanya Nadia memandang Lena.

"Gue gak tahan sama sikap pak Albara lama-lama," jawab Lena.

"Tapi baru lu yang mampu bertahan dengan sifat pak Albara. Karena yang lain sehari berkerja dengan pak Albara langsung kabur karena gak tahan sama sikapnya. Hanya lu, lu yang mampu bertahan selama ini. Mending lu gak usah keluar. Mencari perkerjaan di Amerika tuh susah jadi nikmati saja walaupun itu berat buat lu." nasehat Nadia.

Kenapa pikiran itu tidak terlihat sama sekali di benak Lena. Benar kata Nadia jika mencari perkerjaan di sini sangatlah susah apa lagi hanya bermodal lulusan yang rendah sepertinya.

"Lu mandi sana biar seger," kata Nadia.

Lena mengangguk dan berlalu menuju kamarnya. Tapi di dalam kamar Lena merebahkan sebentar tubuhnya dan menatap langit-langit kamarnya. Lena bangun dan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah lengket.

Membutuhkan waktu 30 menit untuk membersihkan diri. Lena keluar dengan balutan handuk di kepalanya. Lena menatap pantulan dirinya di dalam cermin yang terlihat lebih kurus. Ponsel yang berada di dalam tasnya berbunyi, yang membuat Lena mengambil. Kening Lena membentuk kerutan saat melihat nama orang yang tengah menelfonnya. Lena menggeser ke kanan untuk menjawab panggilan.

"Iya selamat malam, ada apa ya, pak?" tanya Lena.

"Kau datang ke kantor segera," ucap Albara dari seberang sana.

"Tapi ini sudah larut malam, pak. Kenapa tidak besok saja? Saya akan berangkat pagi-pagi sekali untuk mengerjakannya,"

"Aku bilang datang ya datang!"

"Ba--baik juga itu mau bapak saya akan segera ke sana," kata Lena menutup panggilan dari atasannya.

Mau tak mau Lena harus pergi ke kantor untuk mengerjakan perkerjaan yang Albara perintahkan.

T. B. C

Kurang menarik ya? Nabila tau kok tapi jangan lupa sebelum meninggalkan lapak ini vote dan komen ya. Jika ingin berteman dengan Author bisa Follow akun Instagram aku @dwinabila04. Kalau kalian follow aku DM ya biar enak.

...Salam Manis Dari :...

...Nabila ❤️...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!