...Happy reading...
...•...
...•...
...•...
Lena terbangun terlebih dahulu karena suara kicauan burung di pagi hari yang membuat ia terbangun. Dengan segera Lena pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap untuk pergi ke kantor.
Memerlukan waktu 20 menit barulah Lena selesai membersihkan dirinya. Bersiap dengan setelahnya yang biasanya ia gunakan ke kantor tak lupa juga Lena menyiapkan baju untuk sang suami. Semua telah selesai barulah Lena membangunkan Albara yang masih terlelap di bawah selimut tebal.
"Albara bangun." Lena mengoyang-goyangkan tubuh Albara.
Lenguhan suara keluar dari mulut Albara yang artinya Albara mulai tersadar. Tersadar dari mimpi indahnya.
"Kamu cepat mandi. Aku mau ke bawah untuk menyiapkan sarapan dan itu baju kamu sudah aku siapkan." ucap Lena keluar dari kamar.
Dengan langkah berat Albara masuk ke dalam kamar mandi untuk bersiap menuju kantor. Di meja makan Lena tengah menyiapkan sarapan untuknya dan juga Albara tak lupa Lena membuat susu hamil agar bayi yang ada di dalam kandungannya sehat. Laki-laki bertubuh tinggi turun sambil menenteng dasi. Albara menuju kearah Lena yang tanpa di suruh pun Lena tau apa yang harus ia lakukan.
Akhirnya Lena dan Albara sarapan bersama. Tanpa memerlukan waktu yang banyak mereka akhirnya selesai sarapan dan sekarang mereka harus berangkat ke kantor. Ketika ada sebuah taksi di depan Albara sedikit bingung dan menatap Lena.
"Oh, itu aku yang memesan. Tidak mungkin jika aku berangkat bersamamu bukan?" jawab Lena.
"Kenapa tidak mungkin?" Albara kembali bertanya.
"Karena mereka akan bertanya-tanya kenapa bisa kita berangkat bersama." Lena memang tidak ingin banyak yang berbicara hal negatif tentang dirinya.
"Aku tidak perduli. Kamu harus ikut denganku tanpa penolakan." putus Albara.
Lena hanya bisa menghela nafas. Memang semua perintah Albara tidak bisa di ganggu gugat. Terpaksa Lena harus menyuruh taksi yang menunggunya untuk pergi tak lupa Lena juga memberi uang. Lena masuk ke dalam mobil dan mobil berangkat menuju kantor.
Jantung Lena berdetak kencang karena merasa sedikit gugup karena akan kembali ke kantor lagi. Mobil mereka berhenti tepat di depan perusahaan milih Albara. Sebelum masuk kedalam Lena menarik nafas untuk mengurangi rasa gugup yang ia rasakan sejak tadi. Dengan langkah yakin Lena mengikuti Albara dari belakang. Benar dugaan Lena bahwa tatapan para karyawan Albara akan menatap heran kepada Lena. Tapi Lena tidak memperdulikan tatapan mereka.
Lena bernafas lega ketika ia sudah berada di dalam lift. Wajah damai bisa Lena lihat dari wajah Albara sekarang.
"Jika ada gosip yang tidak baik jangan kamu dengarkan." pesan Albara.
Lena bergumam untuk menjawab pesan Albara. Di ruangan ini di mana Lena kehilangan mahkota berharganya. Di mana Albara merebut semua harta berharga miliknya. Tapi semua itu sudah Lena lupakan.
Lena mengelus meja yang sudah lama tidak ia gunakan untuk berkerja. Meja di mana banyak memiliki kenangan sendiri untuknya. Sebuah tulisan yang berada di sudut meja membuat Lena tersenyum getir. Lena harus bisa melupakannya karena statusnya sudah menjadi istri Albara. Sebuah tepukan di pundak Lena membuat Lena terkejut. Lena berbaik dan melihat sang sahabatnya.
"Nadia!" teriak Lena memeluk Nadia.
"Lena! Gue kangen banget sama lo." Nadia membalas memeluk Lena.
Mereka berpelukan menumpahkan segala kerinduan mereka.
"Lo ke mana aja sih?" tanya Nadia.
"Gue cuma lagi refreshing aja." Terpaksa Lena harus berbohong karena Lena tidak mau Nadia tau.
"Refreshing? Lama banget sih? Lo refreshing atau berhenti kerja? Banyak yang bilang lo berhenti berkerja?"
"Enggak kok. Buktinya gue ada di sini sekarang. Udah kita kerja dulu nanti setelah istirahat kita ngobrol lagi," ucap Lena.
"Oke. Nanti lo ke ruangan gue, ya."
"Oke."
Lena kembali membuka berkas untuk melihat agenda Albara. Melihat jadwal Albara yang akan pulang malam membuat Lena harus berinsiatif untuk mengurangi agenda Albara.
Berkerjaan telah selesai Lena kerjakan dan sekarang ia harus pergi ke kantin yang berada di lantai satu. Tapi sebelum itu Lena harus menjemput Nadia terlebih dahulu. Tatapan tidak suka di berikan kepada Lena. Semua itu Lena abaikan toh mereka tidak menggunakannya.
"Nadia." sapa Lena.
"Hey, yuk kita kekantin." Akhirnya mereka pergi ke kantin bersama.
Aktifitas mereka tak luput dari pengawasan Albara yang tengah memperhatikan Lena yang sedang berjalan dengan sahabat Lena.
"Awasi istriku. Jangan sampai ada yang melukainya ataupun calon anakku." perintah Albara kepada Jhon.
"Baik, Tuan." sahut Jhon.
Albara terus menatap Lena dari kejauhan.
Di kantin Lena memesan makanan yang tidak terlalu berat karena jika terlalu banyak makan akan berakibat perutnya akan menjadi sakit.
"Tumben makanan lo salad buah doang?" tanya Nadia.
"Gue mau diet." jawab Lena.
"Tapi badan lo kurus. Kenapa harus diet segala?"
"Cuma mau makan salad buah aja kok. Dah yuk makan sebentar lagi masuk." Lena mulai memakan salad buah miliknya.
"Eh, sebentar deh. Ini perasaan gue aja atau memang nyata." kata Nadia.
"Kenapa?" tanya Lena.
"Lo sedikit berisi, ya." ucap Nadia.
"Berisi karena banyak makan memang iya." ucap Lena.
"Iya, benar juga sih. Oke lanjut makan aja."
Rasa cemas Lena rasakan tak kalah Nadia mengetahui perubahan pada dirinya. Setelah makan siang mereka kembali berkerja kembali. Ketika mereka tengah berjalan menuju keruangan mereka masing-masing tiba-tiba segerombolan wanita yang berbaju kurang bahan menghadang Lena dan juga Nadia.
"Lo masih aja berkerja sini? Gue kira lo bakalan pergi dari sini," ucap Tina.
"Memang kenapa jika Lena berkerja lagi di sini? Apa masalahnya sama kalian? Toh pak Albara tidak mempermasalahkan hal ini kok," sahut Nadia.
"Gue heran sama pak Albara kenapa juga harus mempertahankan sekertaris model kayak gini? Masing mending kita."
Lena hanya diam saja ketika ada yang menghujat dirinya. Nadia menarik tangan Lena untuk menuju ruangan mereka. Tapi dengan sengaja Tina menyenggol kaki Lena yang membuat Lena tersungkur lantai. Goresan akibat lantai yang memiliki permukaan kasar membuat lutut Lena terluka.
"Na, lo enggak apa-apa?" Nadia membuat Lena bangkit.
"Gue enggak apa-apa kok." jawab Lena.
"Gak apa-apa lo bilang? Lihat lutut Lo berdarah gitu lo bilang enggak apa-apa."
"Cuma tergores sedikit kok."
"Ada keributan apa ini!" Suara barito membuat Lena dan juga yang lainnya terkejut. Ternyata bos mereka yang datang.
Albara menatap Lena yang menahan rasa sakit. Mata Albara jatuh pada lutut kiri Lena yang berdarah. Albara menatap tajam kearah Tina yang sedikit ketakutan. Saat Albara ingin menghampiri Tina dengan cepat Lena menghentikan Albara.
"Aku mohon jangan memperkeruh suasana." bisik Lena.
"Tap-"
"Bawa aku pergi dari sini. Aku tidak mau masalah ini semakin panjang," ucap Lena lirih.
Albara meredam emosi untuk Lena. Semua terkejut ketika Albara mengendong Lena ala bridal style menuju kelantai atas. Lena mengeratkan pelukannya di leher Albara. Di dalam ruangan Albara melepas jas miliknya. Menuju keruangannya untuk mengambil obat. Saat tangan Albara ingin menyentuh kakinya, Lena menahan tangan Albara.
"Biar aku saja yang mengobati," ucap Lena.
"Diam! Jangan banyak bergerak." Lena memilih diam ketika Albara sudah berkata seperti itu.
"Kenapa diam saja ketika mereka memperlakukan mu seperti tadi?" tanya Albara sambil mengobati luka Lena.
"Aku tidak mau menambah masalah. Biar saja jika mereka seperti itu kepadaku. Memang banyak yang tidak suka dengan diriku." Lena tersenyum getir.
"Tapi mereka sudah keterlaluan. Jangan sampai kejadian ini membuat janin yang ada dalam kandunganmu kenapa-kenapa." nasehat Albara.
"Dia tidak apa-apa selama sang Ibu selalu di perhatikan." Lena mengelus perutnya.
Albara menatap Lena. "Jangan salah sangka di sini. Aku seperti ini karena aku memperhatikan calon anakku saja. Jangan berpikir aku jatuh cinta kepadamu." Albara berlalu meninggalkan ruangan.
Air mata mengalir dari mata Lena.
"Sampai kapan kamu seperti ini?"
T. B. C
Gimana partnya? Udah puas? Atau masih kurang 😂 Maaf jarang update karena sibuk mengisi seminar yang padat banget 🤣 Aku usahakan bakalan update ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments