Seorang wanita datang berkunjung ke apartemen milik Leon. Seseorang itu tidak lain adalah Jeslyn. Berulang kali Jeslyn mengetuk pintu, tetapi tidak ada tanggapan sama sekali dari Leon.
"Apa Kakak tidak di apartemen?" gumam Jeslyn. "Ya, sudahlah. Aku masuk saja ke dalam." lanjutnya, menekan sandi pintu apartemen Leon.
Jeslyn memang tahu sandi pintu apartemen Leon. Namun, ia ingin menghargai privasi Kakaknya. Walaupun mereka bersaudara.
Setelah masuk dalam apartemen Kakaknya, Jeslyn langsung menuju dapur. Lebih tepatnya, ia segera mengintip isi lemari pendingin Leon. Setelah ia membuka lemari pendingin, ia melihat isi di dalamnya yang hanya penuh dengam kaleng bir, jus dan air mineral.
"Apa-apaan, ini? apa Kakak sudah gila, bagaimana bisa dia menimbun bir begitu banyak?"gumam Jeslyn.
Jeslyn membuka bungkusan yang ia bawa, ia membelanjakan Kakaknya buah dan sayur. Ada roti, selai dan juga susu. Lemari pendingin yang kosong, kini telah terisi. Sebagai Adik, Jeslyn begitu peduli dan perhatian pada Kakaknya.
Selesai dengan itu, ia merapikan barang-barang Leon yang berantakan. Seperti buku, jaket, sepatu dan lain-lain. Jeslyn langsung bertindak cepat mengurus aparteman Kakaknya agar terlihat bersih.
"Memang, ya. Sejak dulu selalu saja berantakan." omel Jeslyn.
Jeslyn menatap arah pintu, ia mendengar pintu terbuka. Langsung saja Jeslyn berlari menghampiri pintu untuk menyambut Kakaknya yang datang.
"Kakak ... " panggil Jeslyn.
Leon pulang ke rumah dalam keadaan kacau. Melihat ada Adiknya datang, Leon hanya bersikap biasa saja. Sedangkan Jeslyn justru khawatir, Kakaknya terlihat kacau.
"Kak, kau baik-baik saja? kenapa terlihat murung dan sedih begitu?" tanya Jeslyn.
"Bukan urusanmu. Untuk apa kau datang? apa Mama menghubungimu dan menyuruhmu ke sini?" tanya balik Leon.
"Tidak. Mama tidak menghubungiku. Karena aku sedang mencari sesuatu di toko buku, dan kebetulan searah dengan apartemenmu, makadari itu aku datang." jelas Jeslyn.
"Jangan ganggu aku, Jeslyn. Pikiranku kacau saat ini," kata Leon, yang langsung berbaring di sofa ruang tamunya.
"Kau tidak mau cerita?" tanya Jeslyn.
"Aku sedang bertengkar dengan seseorang," jawab Leon.
"Hm, siapa? apa dia kekasihmu?" tanya Jeslyn.
"Bagaimana kau tahu?" tanya Leon kaget, menatap Adiknya dengan tajam.
Jeslyn menghela napas panjang, "Hahhh ... sudah kuduga. Kakak 'kan selalu bermasalah dengan cinta sejak sekolah. Ceritakan padaku, siapa tahu aku bisa membantu." kata Jeslyn yang duduk di sofa di hadapan Leon.
Leon awalnya ragu, tetapi ia akhirnya bercerita. Ia mengakui hubungannya dengan Joana dan alasan ia bertengkar dengan Joana. Jeslyn mendengarkan baik-baik cerita Leon. Ia tampak tidak terkejut sama sekali, karena ia memang tahu benar sifat asli Kakakny yang mudah untuk berpaling hati.
" ... begitulah. Hahhh ... aku bisa gila jika seperti ini." keluh Leon, mengusap kasar wajahnya.
"Jadi, kau memiliki kekasih. Dan kemarin kau tidur bersama rekan kerjamu?" tanya Jeslyn memastikan apa yang didengarnya.
"Hm, begitulah kira-kira." jawab Leon.
"Kak, boleh aku bicara? ini hanya saranku saja. Aku tidak mau menjadi orang yang menguruhimu. Sebagai Adik, aku hanya mengjhawatirkan masa depanmu. Masa depan keluarga yang nantinya akan Kakak jalani." kata Jeslyn menatap Leon.
"Apa? katakan saja. Kau tidak perlu sesungkan itu untuk bicara. Bukankah kau bukan orang seperti ini dulunya." kata Leon.
"Ya, dulu aku memang suka asal bicara. Tetapi 'kan aku sudah bekerja sekarang, tempat kerjaku juga bukan perusahaan biasa. Tentu aku harus jaga sikap dan ucapanku. Memikirkan dengan matang apa yang hendak aku katakan." sahut Jeslyn.
"Jadi, aku harus apa? berikan pendapatmu." kata Leon.
"Akhiri hubunganmu dengan rekanmu. Kau juga harus minta maaf dengan tulus pada kekasihmu, jika kau memang sangat menyayangi juga mencintainya. Kakak 'kan bilang hanya tergoda sesaat oleh kecantikan rekan Kakak itu. Tergoda bukan berarti cinta, kan? Itu hanya sebuah rasa penasaran yang mendorongmu pads ketertarikan sesaat saja." jelas Jeslyn.
Leon diam sejenak. Ia kembali menatap Jeslyn yang juga masih lekat menatapnya. Leon lalu kembali mengalihkan pandangannya, menatap langit-langit ruang tamunya.
***
Usai makan malam, Hezkiel pergi menemui Celine di kamar. Celine sedang berada di kamar mandi, ia tidak tahu jika Hezkiel datang ke kamarnya.
Hezkiel melihat sekeliling, "Di mana dia?" batinnya.
Beberapa saat kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Celine keluar dari dalam kamar mandi. Ia hanya menggunakan gaun tidur tipis yang sedikit terbuka. Membuat Hezkiel sesaat tertegun.
Melihat Hezkiel datang ke kamar, Celine tidak merasa asing. Ia yakin jika Monna sudah mengadu dan Hezkiel ingin meledakan boom padanya.
"Katakan apa yang ingin kau katakan," kata Celine, langsung pada inti pertanyaan.
"Kau tahu aku datang ingin menyampaikan sesuatu, ya." sahut Hezkiel.
"Haahh ... " hela napas Celine, "ini bukan kali pertama seperti ini, kan? sebelumnya kau juga begini. Setiap kali aku bertengkar dengan Monna, kau selalu datang untuk melemparkan boom padaku." ucap Celine dengan tatapan mata terpaku menatap cermin.
"Jangan terus begini, Celine. Aku 'kan sudah bilang. Kau boleh lakukan apa saja, asal jangan kau ganggu Monna. Apa kau tidak mengerti juga, hm?" kesal Hezkiel.
"Aku katakan sekali lagi padaku, Tuan. Aku tidak akan menyerang tanpa sebab. Kau bicara demikian, apa kau sudah bicar juga dengan kekasihmu itu? apa kau hany sepihak memperingatkanku?" sahut Celine.
"Apa maksudmu? Monna yang memulainya lebih dulu, begitu?" tanya Hezkiel.
"Kau kira aku orang yang suka mencari perhatian, ya? maaf, kau salah besar jika mengira seperti itu. Aku sudah cukup sangat dieprhatikan oleh keluargaku. Kekasihmu dulu yang mengataiku, dia menyiramku dan merendahkanku. Saat kubalas semuanya, kenapa dia marah dan tersinggung? bukankah itu juga tidak adil buatku? begini-begini 'kan aku istrimu." kata Celine panjang lebar.
Hezkiel langsung membalik paksa tubuh Celine dan menggoncangkan bahu Celine. Entah mengapa, ia merasa menjadi kesal. Semua yang Celine ucapkan seakan memojokkannya.
"Ini peringatan ter-A.K.H.I.R Celine. Jangan ganggu Monna, apalagi sampai kau membuatnya menangis. Atau kau akan kehilangan kekuasaanmu sebagai Nyonya rumah ini. Aku tidak main-main dengan ucapanku. Kau paham!" sentak Hezkiel.
Celine melebarkan mata, ia kaget. Ia tidak sangka Hezkiel akan benar-benar dibutakan oleh cinta. Mendengar sesuatu yang mengancam posisinya, membuat Celine khawatir. Bagaimanapun, ia tidak bisa begitu saja kehilangan kekuasaanya.
"A-aku paham," gumam Celine menunduk.
Hezkiel melepas cengkraman di bahu Celine. Ia pun langsung pergi meninggalkam kamar Celine. Hezkiel bahakan sampai menutup kasar pintu kamar.
Di kamar, Hezkiel dan Monna bicara. Monna bertanya, ke mana Hezkiel menghilang dan Hezkielpun menjelaskan detailnya. Tidak hanya itu, Hezkiel juga memperingatkan Monna untuk tidak lagi mempermainkan Celine.
"Kau kenapa diam?" tanya Monna.
"Ada yang ingin kusampaikan padamu, Monna." kata Hezkiel.
"Apa, katakan saja." jawab Monna.
"Aku harap kau bisa lebih menjaga sikapmu. Jangan lagi kau permainkan Celine. Jangan membuat gara-gara dan masalah dengannya, ok. Aku mohon padamu, hentikan semuanya." Mohon Hezkiel, dengan wajah sendu.
Monna terdia sesaat, "Hm, iya." jawabnya dingin.
"Siapa juga yang akan menurutimu. Aku akam buat wanita itu menderita lebih lagi. Sampai dia menyerah dengan semuanya dan memohon untuk aku lepaskan. Enak saja memintaku berhenti. Dasar pria tidak berguna." batin Monna.
Hezkiel mengusap wajah Monna. Ia mencium lembut kening Monna, lalu memeluk Monna. Monna hanya diam, ia malas banyak bicara dengan Hezkiel.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments