Monna kembali kerutinitasnya. Jadwalnya sudah tersusun rapi oleh sang Manager. Hari inipun, Monna melakukan serangkaian pemotretan dan wawancara tertutup perihal cutinya yang usai.
Wanita secantik Monna, siapa yang tidak menginginkannya. Tak hanya cantik, Monna memang memiliki bentuk tubuh bak biola. Tubuhnya padat berisi dan sintal. Kulit putih yang dirawat, menambah kecanyikannya. Sampai-sampai sang fotograferpun tak sanggup menahan hasrat untuk menggoda Monna.
"Hai, Monna. Kau sibuk malam ini?" tanya seseorang menghampiri Monna.
"Oh, Hallo. Tuan Dave, senang melihat Anda kembali. Kapan Anda pulang dari Jepang?" tanya Monna tersenyum cantik.
"Baru saja tiba. Mendengarmu ada di sini, aku langsung datang." jawab laki-laki itu. Ia mendekatkan wajahnya ke telinga Monna, "Apa kau tahu, aku amat sangat merindukanmu." bisiknya menggoda Monna.
"Brengsek! dasar pria hidung belang," batin Monna.
Monna tersenyum lebar, "Wow, saya terkesan. Seberapa rindu Anda pada saya?" bisik Monna, menggoda balik.
"Andai saja kau bukan fotografer terkenal yang bisa membawa nam artis melambung, aku sudah pasti akan muntah melihat wajahmu. Pria tua tidak tahu malu," batin Monna lagi.
Saat Monna sedang berbincang dengan seseorang yang disebutnya fotografer, seseorang lain datang menyapa. Seorang pria muda tampan yang mampu membuat Monna berdebar.
"Tuan Dave ... " panggil seseorang yang mendekat.
Monna dan Edward Dave memalingkan pandangan pada seseorang yang baru datang itu. Monna terpukau, jantungnya langsung berdegup.
Deg ... deg ... deg ...
"Siapa? tampan dan sangat seksi," batin Monna merona.
"Oh, kau. Apa kabarmu, Leon?" sapa Edward.
"Sangat baik. Senang rasanya, kita akan mulai bekerja sama lagi. Saya sudah manantikan saat-saat ini tiba," jawab seseorang bernam Leon.
"Aku juga menantikannya. Kau kan Model Internasional yang hebat. Kebangganku bisa mengabadikan wajah tampanmu itu," jawab Edward.
Leon menatap Monna, "Siapa Nona ini, Tuan Dave?" tanya Leon.
"Perkenalkan, dia seprofesi denganmu. Dia juga Modelku. Kedepannya, kau akan sering bertemu dengannya. Kemungkinan juga, kalian akan bekerjasama. Jadi, kalian harus akur satu sama lain, ya." kata Edward Dave memperkenalkan Monna pada Leon.
"Hallo, Aku Leon. Leon Alexander." kata Leon memperkenalkan diri.
"Hai, Leon. Aku Monna. Monna Austin." balas Monna memperkenalkan diri.
Monna dan Leon saling berjabat tangan. Keduanya saling bertatapan dan tersenyum. Edward Dave tampak bangga, ia juga tersenyum senang.
"Nah, ini baru benar. Kalian akan menjadi rekan. Jadi, kalian harus punya komunikasi yang baik." kata Edward.
"Tuan Dave, Tuan Direktur memanggil Anda." panggil seseorang yang tiba-tiba datang.
"Oh, ok. Aku datang," jawab Edward. "Kalian bicara dulu, aku masih ada kepentingan dengan Direktur." lanjut Edward yang langsung pergi. Bersamaan dengan seseorang yang baru datang memanggil sebelumnya.
Leon dan Monna hanya saling diam. Keduanya terlihat malu-malu satu sama lain. Sampai Leon mengajak Monna bicara.
"Monna, mau makan malam denganku? Bukan apa-apa, hanya untuk menjalin hubungan baik denganmu. Bagaimanapun, kita akan jadi rekan." kata Leon.
"Hm, boleh. Asal kau tidak keberatan, makan dengan wanita biasa-biasa saja sepertiku." jawab Monna.
"Yang sepertimu biasa? apa kau tidak salah bicara, Monna? jangan merendahkan diri begitu. Kau adalah wanita tercantik yang aku temui. Bahkan sampai membuat berdebar." jelas Leon.
Monna tersenyum, "Pandai sekali kau membual. Aku tidak akan tergoda oleh rayuanmu." kata Monna.
Keduanya langsung tertawa bersamaan. Tidak beberapa lama, Leon pergi karena harus menerima panggilan penting. Monna dihampiri Managernya, keduanya langsung berjalan menuju ruang istirahat.
***
Di ruang istirahat, Monna menceritakan apa yang menjadi beban pikirannya, pada sang Manager. Monna juga meminta tolong untuk dicarikan pelayan pribadi.
"Lissa ... " panggil Monna.
"Ya, ada apa? apa kau butuh sesuatu?" tanya Lissa.
"Carikan aku seorang pelayan," pinta Monna.
"Pelayan? untuk siapa?" tanya Lissa bingung.
"Untukku. Di rumah Kiel, aku tidak mendapatkan pelayanan yang baik. Istrinya memegang kendali semuanya, aku tidak bisa apa-apa. Jadi, Hezkiel memintaku mencari pelayanku ssndiri untuk dibawa ke rumah." jelas Monna.
"Kau 'kan juga istrinya. Ya, meski itu hanya ... " kata Lissa yang langsung dipotong oleh Monna.
Monna membungkam mulut Lisaa, " Lissa! apa kau gila?" sentak Monna melebarkan mata. Ia melihat sekeliling lalu kembali melihat ke arah Lissa, "Aku sudah katakan berapa kali. Jangan sembarangan bicara jika di tempat umum." lanjut Monna bicara.
Lissa mengangguk, "Ya, maaf. Aku sesaat lupa." jawab Lissa.
"Bisa-bisanya kau melupakan hal sepenting ini, Lissa. Kau 'kan tahu, tidak ada yang boleh tahu statusku. Jika ada yang tahu, aku tidak akan lagi bisa menjalani profesiku." sambung Monna, mengingatkan Lissa.
Lissa menghela napas, "Hahh ... bisa-bisanya kau seperti ini, Monna. Entah akhirnya akan seperti apa. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu." kata Lissa.
Monna dan Lissa kembali berbincang. Monna menceritakan bagaimana Celine dan Hezkiel, juga keadaan di dalam rumah yang ditinggalinya.
***
Hezkiel sedang memeriksa berkas dokumen di ruang kerjanya. Tiba-tiba saja, pintu ruangan terbuka dan seseorang masuk ke dalam.
"Kiel ... " panggil seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangan.
Hezkiel memalingkan pandangan, "Hai, Joe." sapa Hezkiel pada temannya, Joe.
"Wah, kau terlihat sibuk. Apa aku mengganggumu?" tanya Joe.
"Tidak, tidak. Aku hanya memeriksa beberapa berkas saja. Ada apa kau datang? kau 'kan bisa menghubungiku dulu." tanya Hezkiel.
"Tidak ada hal penting sebenarnya. Aku hanya ingin melihatmu yang sedang sibuk. Oh, bagaimana jika kita minum bersama. Kau harus traktir aku minum malam ini." kata Joe.
"Hm ... " gumam Hezkiel, ia terlihat sedang berpikir.
"Ada apa? malam ini kau ada acara, ya?" tanya Joe lagi.
Ponsel Hezkiel bergetar, ia mendapatkan pesan dari Monna. Monna mengatakan jika ia akan terlambat pulang karena pekerjaan. Karena Monna akan terlambat, ia juga malas pulang ke rumah. Iapun mengiakan ajakan Joe untuk minum bersama.
"Baiklah, ayo kita minum nanti." jawab Hezkiel.
"Oh, ok." jawab Joe.
Hezkiel dan Joe berbincang. Kedua sahabat itu saling bertukar cerita seputar pekerjaan dan aktivitas harian masing-masing yang merak kerjakan setiap harinya.
***
Malam harinya ....
Hezkiel dan Joe datang ke sebuah bar dan minum bersama. Jika sebelumnya mereka membicarakan pekerjaan, kali ini Joe mulai menyinggung perihal percintaan Hezkiel.
"Oh, ya. Aku ingin minta maaf, karena aku tidak bisa ikut hadir diacara pernikahanmu. Aku ucapkan selamat, meski terlambat." kata Joe.
"Ya, meski sebenarnya itu tidak perlu. Namun, aku akan berterima kasih." sahut Hezkiel.
Joe mengernyitkan dahi, "Hei, ada apa? kau seolah pernikahanmu tidak bahagia saja. Aneh sekali." kata Joe bingung.
Hezkiel mengambil gelas dan meneguk minumannya dalam sekali teguk. Ia kembali meletakan gelasnya yang kosong.
"Bagaimana bisa bahagia, jika kau dipaksa menikahi wanita yang tidak kau cintai." kata Hezkiel.
"Maksudmu?" tanya Joe yang memang tidak mengerti apa-apa.
"Asal kau tahu saja. Wanita yang menikah denganku adalah pilihan Mama dan Papa. Kau 'kan tahu benar, sifat Papa dan Mamaku itu seperti apa. Oh, ya. Aku punya sesuatu hal yang ingin kuberitahu padamu." kata Hezkiel.
"Apa itu?" tanya Joe semakin penasaran.
"Hahaha ... " tawa Hezkiel. Ternyata Hezkiel sudah dalam keadaan setengah sadar. "Sebenernya aku ... aku ... aku ... " kata Hezkiel tersendat.
"Ya, aku ... " sambung Joe.
"Aku ... " kata Hezkiel yang lalu menceritakan rahasianya.
Hezkiel membongkar rahasianya pada Joe. Membuat Joe tercengang. Joe tidak sangka, sahabatnya akan seperti itu. Meski mengetahui rahasia Hezkiel, Joe tidak ingin mencampuri usuran pribadi sahabatnya itu.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Seriani Yap
Semangat
2022-01-01
1