Celine*
Hezkiel terlihat kesal. Semua pelayan juga terlihat ketakutan. Ketegangan terasa sampai akupun merasakan aura kemurkaan Hezkiel. Apa yang akan terjadi? dalam pikiranku, aku terus bertanya. Aku tidaj bisa lancang mendekat atau ikut campur. Aku tidak mau Hezkiel semakin membenciku.
Aku hanya berharap, semoga semuanya baik-baik saja. Tidak ada masalah besar ataupun hal buruk yang akan terjadi. Jangan sampai, karena permintaanku yang harus dijalankan. Pelayan-pelayan itu, termasuk Bibi Anha dalam masalah. Tidak, itu tidak boleh terjadi. Aku akan melindungi mereka bagaimanapun caranya. Aku tidak mau ada orang lain yang menderita karenaku.
"Bisa jelaskan, kenapa tidak ada makan malam di rumah ini? sedangkan kalian tahu, ada orangku yang masih ada di rumah?" tanya Hezkiel. Menatap satu per satu pelayan.
"Maafkan saya, Tuan. Saya lancang menjawab. Kami, hanya menjalankan apa yang kepala pelayan Anha katakan. Tidak lebih dan tidak kurang." jawab salah seorang koki masak.
"Oh, begitu. Lalu ... kalian tidak berpikirkah jika ada satu manusia yang perlu diberi makan? apa kalian anggap orangku itu lalat, hah." murka Hezkiel.
"Maafkan kami, Tuan .... "
"Ampuni kami .... "
"Maaf, Tuan .... "
Semua pelayan sibuk meminta maaf pada Hezkiel. Mereka maerasa bersalah karena melalaikan tugas. Aku masih terus melihat, apa lagi yang ingin dilakukan Hezkiel kedepannya.
"Tuan, mereka tidak bersalah. Saya orang yang bertanggung jawab. Jika anda ingin menyalahkan seseorang, salahkan saja saya. Karena saya yang meminta mereka melakukan itu semua." kata Anha membuka suara.
"Siapa yang memerintahmu, Bi?" tanya Hezkiel dengan wajah menahan amarah.
"Ti-tidak ada, Tuan. Itu inisiatif saya sendiri. Saya yang tidak ingin melayani Nona Austin. Mohon hukum saya." dusta Anha pada Hezkiel.
Tidak, ini tidak benar. Anha tidak bersalah. Mengapa ia berdusta dan menutupi apa yang sudah kuperintahkan padanya.
"Tentu saja. Hukuman pasti ada. Silakan berkemas dan kembali ke rumah Tuan dan Nyonya besar. Sepertinya, Bibi Anha sudah tidak cocok lagi bekerja di sini." kata Hezkiel.
Mendengar Hezkiel akan memulangkan Bibi Anha, aku menjadi khawatir. Aku tidak punya orang dekat lagi selain Bibi Anha. Bagaimana ini? apa yang harus aku lakukan? pikirku.
Sepertinya mau tidak mau aku harus menghadapi ini. Meski nama baikku dipertaruhkan di sini. Meski Hezkiel akan semakin tidak percaya dan membenciku, bahkan menjauhiku. Aku tidak masalah. Asalkan aku tidak kehilangan Bibi Anha. Tidak akan kubiarkan, Bibi Anha pergi dari rumah ini.
"Tunggu ... " selaku.
Aku tiba-tiba membuka suara dan berjalan mendekati bibi Anha. Semua mata menatapku. Aku gugup, tetapi aku tidal bisa diam lagi. Peeasaanku juga campur aduk sekaranh..
"Nyonya, apa yang yang Anda lakukan?" kata Bibi Anha padaku.
Aku tersenyum padanya, "Tidak apa-apa, Bi. Biarkan aku menjelaskan semuanya.Di sini, tidak ada seorangpun yang bsrasalah. Akulah yang salah, karena aku sudah menurunkan larangan melayani wanita itu." kataku terang-terangan.
"Apa?" sentak Hezkiel kaget. Ia melebarkan mata seakan tidak percaya.
"Benar, itu semua karenaku. Aku yang memerintahkannya. Jadi, lepaskan Bibi Anha dan semua pelayan. Kau bisa menghukumku." kataku lagi. Membenarkan ucapanku yang sebelumnya.
Aku berbalik menatap Bibi Anha dan semua pelayan yang ada. Dengan segera kuminta mereka semua untuk pergi dari ruang tengah.
"Semuanya, kalian bisa tinggalkan kami berdua. Karena ini adalh urusan kami. Aku akan bertanggung jawab atas semunya." kataku.
Semua pelayan langsung pergi meninggalkan aku dan Hezkiel berdua saja. Tersisa Anha dan Elie. Mereka berdua menatapku dengan tatapan mata berkaca-kaca. Aku hanya tersenyum, karena memang aku yang bersalah di sini.
"Nyo-nyonya ... " Panggil Bibi Anha.
Aku memeluk Bibi Anha, "Tidak perlu khawatir, Bi. Semua akan baik-baik saja. Percayalah," bisikku di telinganya. Dan ditanggapi angguka oleh Bibi Anha.
Kami saling melepas pelukan dan kembali saling menatap. Aku juga melihat Elie. Dia terlihat ingin menangis. Kasian sekali. Aku menganggukkan kepalaku, tanda mengiakan keduanya pergi. Beberapa saat kemudian, Anha membawa Elie pergi bersamanya meninggalkan aku dan Hezkiel.
Prokkk ... prokkk ... prokkk ....
Suara tepuk tangan yang berasal dari Hezkiel. Aku berbalik dan melihat ke arahnya. Dia tertawa lebar, membuatku mengernyitkan dahi.
Apa maksudnya tertawa seperti itu? apa dia gila? ah, untung saja ucapanku hanya aku yang tahu. Karena aku ucapkan hanya dalam hatiku.
"Kenapa kau tertawa?" tanyaku.
"Kenapa?" sambungnya. Dia tertawa lagi. Benar-benar membuatku tidak mengerti. Apa hal yang terjadi padanya.
"Iya, kenapa? apa ada yang lucu, Tuan Winter." tanyaku mulai kesal.
"Bagaimana bisa kau lakukan ini, Celine. Kau baru beberapa bulan tinggal di rumah ini. Namun, kau sudah menjinakkan semua orang termasuk pelayan. Bukankah kau perlu diberi penghargaan?" kata Hezkiel tersenyum seakan mengejekku.
Aku berpikir, mencoba mencerna ucapannya. Sampai akhirnya aku tahu, apa yang ia maksudkan. Ah, benar juga. Baginya yang tidak menyukaiku, aku adalah orang berusaha mencari muka pada orangtuanya atau orang sekitar kami.
Tidak masalah bagiku dia mau berpikir apa. Sekarang aku tahu, peranku di sini sebagai 'Nyonya Muda Winter' berguna. Hezkiel bahkan terlihat tidak berdaya sekarang. Apa karena dia khawatir aku akan mengadu? rupanya, dia sangat takut akan dihapus dari catatan ahli waris, ya. Ini menggelikan, tetapi aku tidak perlu ikut campur akan hal itu. Itu bukan urusanku. Jadi, aku tidak mau bersusah payah melibatkanku dalam situasi yang rumit.
"Kalau iya, apa yang akan Anda berikan pada saya? apakah Anda bersedia memberikan hati Anda?" tanyaku. Aku sekedar ingin memancingnya saja. Aku ingin lihat bagaimana responnya.
Hezkiel melebarkan mata, "Apa kau bilang? huh, sepertinya kau lupa. Aku tidak akan berikan apapun dari diriku kecuali uangku. Camkan itu, Nyonya Winter." jawabnya kesal.
Ya, ya, ya. Sejujurnya aku tidaklah lupa. Aku hanya penasaran saja, apakah dia masih pada pendiriannya atau sudah goyah. Sesuai dugaanku, dia masih kokoh pada pendiriannya. Aku hanya akan dapatkan uang, hati, cinta dan tubuhnya, sepenuhnya adalah milik wanita itu.
Entah mengapa hatiku kembali merasa sakit. Aku istrinya, tetapi aku mendapatkan bagian yang tidak ternilai. Bagiku, uang bukan segalanya. Karena aku juga terlahir dari kelaurga yang berkecukupan, meski Lidya dan Dion selalu membuat hari-hariku buruk, Papa tidak pernah mengurangi tunjangan bulanku. Begitu juga Lydia. Karena bagaimanapun, aku adalah putri satu-satunya Christian Greey.
Mungkin ini juga takdirku. Setiap berebut kasih sayang, aku selalu mendapatkan bagian yang tidak seberapa. Setelah Papaku yang harus dikuasai oleh Lydia dan Dion. Sekarang suamiku yang dikuasai oleh wanita rendahan bernama Monna.
"Aku mengerti. Aku memang hanya akan mendapatkan uangmu. Akan tetapi aku sebagai istrimu, ingin sesuatu yang lebih." pintaku.
"Apa? apa maumu? jangan macam-macam." katanya mengertakkan gigi.
"Kekuasaan," jawabku.
"Bukankah kau sudah berkuasa? apa lagi yang kau inginkan, Celine. Jangan buat aku harus semakin menjauhimu." kata Hezkiel.
"Ya, aku sudah berkuasa. Maka dari itu, aku meminta pelayan untuk tidak membuat makan malam tadi. Sebelumnya, aku 'kan belum meminta izinmu untuk memeberiku kekuasaan. Aku hanya memanfaatkan statusku saya sebagai 'Nyonya' rumah ini. Sekarang, berikan aku kekuasaan. Dan aku tidak akan mengusik percintaanmu." jelasku.
Entah ini benar atau tidak. Kekuasaan aku butuhkan di sini. Dengan begitu, wanita itu tidak bisa macam-macam di rumah ini. Aku adalah 'Nyonya Rumah' aku mempunyai hak dan kekuasaan lebih lagi, jika Hezkiel mengabulkan permintaanku.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Endang Supriati
hrsnya juga beri kekuasaan supaya simpanan suamimu tdk boleh menyuruh pembantu disini dlm hal apapun !!
2024-07-20
1
᭄⃝✭ᴋ͢𝖆ͥ𝒚ᷠ͢ⳑͩɪͥ
Celine... aku mencintaimu 😘😘 gtu dong jgn lemah... jgn mau di injak* sma 2rubah itu🤗
2021-11-22
5