Seorang prajurit masuk ke dalam ruang pribadi raja, ketika prajurit itu berada di dalam ruangan, dia melihat menteri Kavi dan Agha sedang mendiskusikan sesuatu.
Dia melihat-lihat sebentar ruangan itu, ruangan yang terlihat biasa tidak ada ornament atau barang-barang yang mencolok hanya ada beberapa kursi dan dua meja besar dan beberapa lemari yang berisikan beberapa buku di sudut ruangan.
Prajurit itu mendengar dari para pelayan, setelah Agha naik takhta dia meminta untuk dibuatkan sebuah ruangan khusus untuk dirinya yang akan dijadikan sebagai ruang pribadinya dan ruangan itu tepat dibuat dari salah satu ruangan yang ada disebelah kamar Raja.
"Yang Mulia, Menteri Jovic meminta izin untuk masuk."
"Ya...biarkan dia masuk."
Agha melihat pria paruh baya yang memiliki wajah maskulin dengan rambut pendek berwarna hitam dan kumis tipis yang tampak serasi dengan wajahnya.
Dia memakai setelan yang memukau, baju yang terbuat dari kain yang terlihat mahal dengan beberapa ornament kecil pada kain itu, dan celana katun berwarna putih.
"Kemarilah Jovic."
Melihat Agha tersenyum ke arahnya, Jovic yang dari tadi memiliki perasaan tegang mulai santai dan mulai menenangkan dirinya, kemudian dia duduk disamping menteri Kavi.
Jovic menengok Menteri Kavi yang mengerutkan kening menatap sebuah kertas di depannya, bahkan dia tidak terganggu ketika jovic berada disampingnya.
"Jovic tahukah kenapa kau masih berada disini dan tidak pergi bersama mereka?"
Jovic yang semula tenang dan terlihat santai, mulai memiliki keringat dingin di dahinya dan agak gelisah.
Ucapan dari Agha membuat dirinya ingat bahwa dia seharusnya pergi bersama Barn, Lock, dan Lust namun dia kini berada di hadapan Raja. Dia sendiripun bingung mengapa dia tidak diberi hukuman seperti mereka namun dia diminta untuk menghadap Raja.
Jovic telah memikirkannya berkali-kali namun dia tidak tahu apa jawaban dari pertanyaan yang dia pikirkan.
"Saya tidak tahu, Yang Mulia."
Mendengar kata-kata itu, Agha hanya tersenyum dan menatap menteri Kavi yang sedari tadi berkutat dengan satu kertas berisikan beberapa hal penting.
Melihat tatapan dari Raja yang diarahkan kepada Menteri Kavi. Jovic memikirkan jawaban atas pertanyaan yang dimilikinya.
"Apakah Menteri Kavi yang menyelamatkanku, Yang Mulia."
"Kau bisa menebaknya dengan benar, hanya dengan tatapanmu saja Jovic. Penilaian yang diberikan Paman Kavi padamu benar adanya."
"Benarkah itu Menteri Kavi?" tanya Jovic pada Menteri Kavi yang kini mulai mengalihkan perhatiannya dari kertas diatas meja ke arahnya.
"Ya, itu benar Jovic sebelum Yang Mulia melaksanakan penobatan tahta. Menteri Danadyaksa memberi tahuku bahwa Yang Mulia menyuruhnya untuk menyiapkan Algojo, karena akan terjadi adegan berdarah pada saat Yang Mulia selesai mengucapkan sumpahnya. Mendengar hal ini saja... aku terkejut, lantas aku meminta pertemuan dengan Yang Mulia."
Setelah mendengarnya Jovic masih bingung dan tidak tahu bagaimana menanggapinya, dan Agha meneruskan pernyataan dari Kavi.
"Jovic... kau harus berterima kasih pada Paman Kavi, tanpa dia meminta pengampunan untukmu dan keluargamu padaku, saat ini kau tidak akan ada disini. Paman Kavi mengatakan padaku bahwa kau tidak mungkin menghianati kerajaan, karena kau adalah menteri baru yang belum lama diangkat."
"Ya, Yang Mulia, namun masih ada satu hal lagi kenapa saya berani menjamin bahwa Jovic tidak mungkin menghianati kerajaan ini. Aku menjaminnya karena mendiang Raja pernah memberi berbicara tentang Jovic kepadaku. Dia berkata jika Jovic adalah orang yang memiliki Karakter dan orang yang jujur, dia lebih baik daripada Menteri lainnya. Berkat perkataan Mendiang Raja yang masih aku ingat, aku berani menjamin bahwa Jovic tidak berhianat, dan aku harap itu benar terjadi bahwa dia dapat dipercaya," ujar Kavi.
Jovic yang mendengar penjelasan dari Raja dan Menteri Kavi tentang dirinya, dia menjadi linglung dan tidak mampu untuk memberikan tanggapan kepada mereka.
Jovic masih bingung tentang satu hal. Mengapa dia dan keluarganya harus ditangkap dan mendapatkan perlakuan yang sama seperti keluarga Barn, Lock dan Lust.
Jovic pun menanyakan hal itu kepada Raja dan Menteri Kavi, ternyata perlakuan yang keluarganya dan dirinya dapatkan hanyalah sebuah rencana untuk membuka kedok Menteri-Menteri lain.
Setelah mendengar hal tersebut Jovic mengundurkan diri dari posisi Menteri namun Agha menolaknya dan Agha akan memberi posisi baru untuknya karena Kerajaan masih membutuhkan bakatnya.
Jovic tidak tahu dia harus senang atau sedih mendengar itu semua, namun ia merasa lega bahwa dia tidak dicap lagi sebagai penghianat setelah Agha dan Menteri Kavi memberikan penjelasan tersebut dia pamit untuk kembali ke rumahnya dan menceritakan hal ini kepada keluarganya.
Bersamaan dengan selesainya pertemuan antara Agha, Kavi, dan Jovic. Edaran surat dan sebuah poster perekrutan dari kerajaan yang menyatakan bahwa Jovic dan keluarganya bukanlah penghianat muncul di permukaan. Surat dan poster itu sama dengan yang dibaca Menteri Kavi ketika pertemuan diselenggarakan.
Ketika Jovic sampai di kediamannya dia melihat seluruh keluarganya menangis bahagia dan memiliki senyum lebar.
"Ada apa Ayah? kenapa kalian terlihat bahagia."
"Oh anakku... kita... kita tidak dianggap penghianat lagi." Suara lirih dan parau disertai dengan beberapa butiran air mata terdengar dari Ayah Jovic.
Mendengar jawaban dari ayahnya, Jovic hanya mampu tersenyum dan memikirkan Agha yang telah menyelimuti keluarganya dari skema dan melepaskan selimut itu.
-..-
Gajah Mada yang telah menyelesaikan latihan dikediamannya, bersiap-siap untuk menemui Agha. Dia pergi ke istana menggunakan kuda besar yang telah dia pilih dari istal kuda di kamp militer, mengenakan baju perang berwarna hitam legam yang telah dia terima dari pelayan yang mengantarkannya ke kediamannya, dan dia membawa senjatanya yakni keris Pamengkan jagad di pinggangnya dan dia membawa tombak pamungkasnya yang ia namai Dapoer Godong Pring.
Di sepanjang jalan menuju ke istana, Gajah Mada bertemu Menteri Danadyaksa, mereka bertemu di jalan yang tidak jauh dari Great Hall dan mereka pergi ke istana bersama.
-..-
Jovic yang kini telah terbebas dari nama penghianat mulai memikirkan rencana kedepan, apalagi kini ia akan menerima posisi baru di kerajaan Agrapana. Jovic merasa beruntung sekaligus sial saat ini.
Dia merasa beruntung karena dia masih bisa bernafas dan dia masih bisa tinggal di Kerajaan ini. Walaupun Kerajaan Agrapana hanya Kerajaan kecil diantara banyaknya kerajaan lain diluar sana. Disisi lain dia merasa sial karena telah masuk kedalam rencana Agha tanpa dia ketahui.
Setelah melihat keluarganya yang tengah berbahagia Jovic masuk kedalam ruang kerjanya dan mengambil sebuah buku yang tampak kuno dan tua. Jovic terdiam dan menatap buku itu.
"Jovic ambillah buku ini dan pelajarilah, kelak kau akan berguna untuk Kerajaan ini. Aku percaya pada potensi dan karaktermu meskipun kau hanya berasal dari keluarga biasa. Satu hal yang perlu kau ingat Jovic, jangan pernah melangkah kearah yang tidak kamu yakini. Simpan buku ini."
Sebuah kenangan percakapan antara dirinya dan Raja Asoka ketika dia masih muda melinta di pikirannya.
"Terima kasih, Yang Mulia, berkat buku ini aku tidak melangkah kearah yang tidak kuketahui sama seperti perkataanmu, saat ini aku tidak tahu harus bagaimana melangkahkan kakiku. Haruskah aku menerima posisi yang diberikan Raja atau aku menghindar dari urusan Kerajaan lagi dan hanya fokus pada keluargaku," pikir jovic
Jovic kini bimbang untuk mengambil langkah akankah dia tetap menjadi pejabat istana dan kembali melihat serta merasakan posisi yang ia miliki sebelumnya atau dia memilih untuk menjadi orang biasa. Jovic memiliki beberapa kemampuan yang dapat menunjang keluarganya untuk hidup seperti ini.
Tidak jauh berbeda dengan pergolakan batin yang tengah dialami Jovic. Madhava yang belum menemukan Gajah Mada pada hari sebelumnya mulai melampiaskan kekesalannya di Kamp militer dengan melakukan latih tanding.
Dia melakukan latih tanding dengan beberapa perwira, latih tanding yang dilakukan Madhava tidak berlangsung lama. Setelah Madhava melihat ayahnya dan Gajah Mada menuju kearah istana, dia segera menghentikan latih tanding tersebut. Letak kamp militer dan Istana tidak terlalu jauh ini dikarenakan tata letak kota telah dibuat oleh Raja Asoka.
Melihat Gajah Mada, Madhava segera menghampirinya dengan menunggangi kudanya.
"Tuan Gajah Mada, Ayah."
Teriakan keras terdengar dari kejauhan, Gajah Mada dan Danadyaksa melihat pemuda menunggangi kuda yang mengenakan baju besi lengkap dan membawa tombak di tangan kanannya, datang ke arahnya dengan kecepatan tinggi.
"Madhava apa yang sedang terjadi? mengapa kau datang kemari dengan kecepatan tinggi."
"hahaha…. Tidak ada yang terjadi ayah aku hanya ingin melihat Jendral Gajah Mada dan ingin mengajukan latih tanding dengannya."
Saat menjawab pertanyaan ayahnya Madhava memberikan tatapan provokasi kearah Gajah Mada.
"Madhava ya…. Aku akan menerima tantanganmu namun aku harus menghadap ke Yang Mulia terlebih dulu, jadi aku rasa itu akan tertunda."
Gajah Mada melontarkannya dengan penuh semangat. dia juga ingin mencoba kekuatannya dan merasakan kekuatan para jendral di dunia ini.
"Ahh…baiklah Tuan aku akan menunggumu di kamp militer. Ayah kau juga harus ikut untuk melihatku." Madhava pergi meninggalkan Danadyaksa dan Gajah Mada menuju ke kamp prajurit.
"Maafkan kekasarannya, Jendral," ujar Danadyaksa ketika melihat perilaku anak satu-satunya.
"Tidak apa-apa, Tuan Menteri. Mari kita pergi ke istana Yang Mulia pasti sudah menunggu."
"Mari jendral".
Danadyaksa dan Gajah Mada Memasuki Ruang Tahta di istana dan melihat Raja yang duduk di singgasananya. Agha melihat Menteri dan Jendral militernya pun tersenyum dan meminta mereka mendekat untuk mendiskusikan masalah penting, tak lupa dia juga telah memanggil Menteri Kavi dan Jovic.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 410 Episodes
Comments
John Singgih
menunda duel dengan madava
2022-04-16
0
King ofdevils
kanjot
2020-09-13
1
Awel Al-Lukman Al-Hakim
lanjoooottttttt
2020-06-18
0