15

"Vanka lo darimana aja sih??" tanya Akila yang ternyata tidak menemukan Vanka saat mereka ke kantin.

Tapi ternyata Vanka malah batu saja tiba di kantin.

"Sorry, gue tadi mau ambil hape gue di kelas, tapi dimintai tolong guru buat bawain buku mejanya dulu." Vanka membohongi teman-temannya.

"Kirain kemana." omel Ira.

"Mianhae.. Udah pesen belum? Hari ini biar gue yang traktir.." karena hari ini hari bahagianya. Vanka ingin sekali mentraktir teman-temannya makan.

"Telat. Udah ditraktir sama kak Defan." sahut Ira.

"Defan??"

"Iya, hari ini gue ulang tahun, jadi gue traktir kalian semua." sahut Defan berjalan mendekati Vanka.

"Oh iya?? Happy birthday ya Def, pokoknya doa terbaik buat lo." ucap Vanka yang disambut bahagia oleh Defan.

"Ntar malam ikut nongkrong yuk, ngerayain ulang tahun gue, ya cuma makan-makan aja sih." ajak Defan.

"Eh,-"

"Kak Rakha juga datang kok, tadi kak Aiko udah bilang." belum juga Vanka menjawab. Defan sudah memotong pembicaraan Vanka.

"Lihat gimana nanti aja ya?" Vanka tidak langsung menolak juga tidak langsung menerima.

Vanka ingin bertanya terlebih dulu kepada Gio. Karena Gio sekarang sudah menjadi kekasihnya. Vanka ingin lebih menghargai perasaan Gio.

"Iya, gue tunggu ya!" Vanka menganggukan kepalanya.

"Kalian juga boleh datang kok. Di kafe Nuansa jam 7 malam." ucap Defan ke Ira dan juga Akila.

****

Di kampus Ernes.

Cintya mulai dimusuhi teman-temannya karena papanya baru saja mengalami kebangkrutan. Semua teman-temannya menjauhi dia.

Cintya yang dulu sangat angkuh dan sombong. Kini dia tidak memiliki teman satu pun. Semua temannya menjauhi dirinya. Bahkan juga gantian membully dia.

"Kalian kenapa sih jauhin gue?" tanya Cintya kepada teman-temannya.

"Maaf Cin, gue ada banyak tugas jadi nggak bisa ada waktu buat main."

"Gue juga, maaf ya Cin, untuk sementara waktu gue nggak bisa main dulu sama lo, gue sibuk banget." padahal semua itu hanya alasan mereka saja. Mereka ingin menjauhi Cintya karena merasa Cintya sudah tidak selevel lagi dengan mereka.

"Kalian bohong kan, kalian jauhin gue karena perusahaan papa gue hampir bangkrut kan? Kalian cuma mau berteman sama gue waktu orang tua gue masih kaya kan?" Cintya marah kepada teman-temannya.

Padahal waktu orang tua Cintya belum terlilit masalah keuangan seperti sekarang. Cintya yang bantu teman-temannya saat mereka kekurangan. Cintya juga membelikan mereka hadiah mewah waktu mereka ulang tahun. Membantu membayar uang kos yang nunggak. Tapi sekarang, disaat Cintya terpuruk, mereka malah menjauh.

"Emang iya. Asal lo tau aja, kita mau berteman sama lo karena lo anak orang kaya. Kita mah ogah temenan sama lo, lo itu sombong, angkuh, semena-mena." hati Cintya tertusuk dengan jawaban temannya tersebut.

Ya, memang diakui, selama ini Cintya memang orang yang sombong. Dia sering kali membanggakan kekayaan orang tuanya. Tak jarang juga berbuat seenaknya sendiri.

"Tapi waktu kalian kesusahan, gue yang bantu kalian. Gue bayarin uang kos kalian saat kalian bilang orang tua kalian telat kirim uang." seru Cintya merasa tidak adi dengan apa yang dia terima saat ini.

"Kita sih makasih soal itu semua. Lagipula kita juga nggak minta, lo yang mau bayarin, ya kita terimalah."

"Udah yuk, tinggalin dia! Dia udah nggak punya apa-apa sekarang." ucap salah satu dari mereka lalu meninggalkan Cintya yang menangis sejadinya.

Cintya baru sadar jika selama ini teman-temannya tidak ada yang tulus berteman dengan dia. Mereka berteman hanya karena Cintya anak orang kaya dan juga royal.

Cintya berlari ke taman belakang kampus yang sepi. Cintya menangis disana dengan cukup lama.

"Tidak perlu menangisi orang seperti mereka!" tanpa diduga, ternyata Ernes sudah berada ditempat itu sejak lama. Dia terus memperhatikan Cintya yang menangis cukup lama.

"Ngapain lo disini? Lo buntutin gue?" tanya Cintya dengan ketus.

"Gue duluan kalik yang disini." Ernes memang sangat suka menyendiri. Dia akan memilih taman bekalang kampusnya untuk tempat menyendirinya.

"Lo juga mau hina gue sama seperti mereka? Lo seneng kan lihat gue seperti sekarang ini? Lo pasti akan tertawain gue kan?" pikirannya yang kalut membuat Cintya menjadi lebih sensitif.

"Bersihin dulu pikiran lo! Baru lo bisa melihat mana orang yang tulus sama lo mana yang nggak!" ucap Ernes lagi.

Cintya tidak menjawab. Akan tetapi dia kembali menangis tersedu-sedu. Dia bahkan tidak lagi peduli dengan apa yang disebut gengsi. Di depan Ernes, dia menangis dengan begitu menyedihkan.

"Kekayaan itu hanya sementara, hanya titipan. Tapi persahabatan itu selamanya." Ernes memberikan sapu tangan untuk Cintya.

"Orang yang hanya datang disaat kita bahagia, dan pergi disaat kita susah, mereka tidak pantas mendapatkan air mata kita. Air mata kita terlalu berharga untuk mereka." Cintya mengusap air mata dengan sapu tangan yang diberi oleh Ernes.

Cintya kemudian menatap Ernes yang lebih banyak bicara sekarang dibanding biasanya. Saat ini, kali pertama Cintya duduk berdua dengan Ernes dan saling bicara.

Biasanya apapun yang Cintya lakukan ke Ernes. Ernes tidak mempedulikan Cintya sama sekali. Ernes akan pergi begitu saja tanpa bicara sepatah kata pun.

"Gue emang naif. Gue kira dengan uang yang banyak bisa membeli sebuah persahabatan." Cintya tersenyum sinis. Dia sedang menertawakan dirinya sendiri yang sangat konyol, menganggap uang bisa membeli semuanya.

"Buktinya bisa, tapi itu hanya sementara. Ketika uang lo habis, persahabatan juga pergi meninggalkan lo." ucap Ernes menoleh ke arah Cintya yang duduk disebelahnya.

"Lebih baik punya teman sedikit tapi dia menghargai kita, dan tulus." lanjut Ernes.

Terlahir dari keluarga kaya raya tidak serta merta membuat Ernes silau dengan semua itu. Ernes selalu menyembunyikan fakta jika dia anak dari seorang konglomerat. Dia tidak ingin memiliki teman yang hanya memandang harta orang tuanya.

Cukup lama terdiam. Cintya kemudian mengembalikan sapu tangan milik Ernes. "Makasih ya udah mau dengerin curhatan gue." ucap Cintya.

"Lo bawa aja, siapa tahu nanti lo masih butuh." Ernes tentu saja menolak sapu tangannya kembali. Ernes termasuk lelaki yang memperhatikan kebersihan. Jadi sesuatu yang sudah dipakai orang lain, Ernes tidak akan mau menerimnya.

"Dan maaf, kalau gue sering bully atau hina lo." Cintya mengakui perbuataan salahnya. Makanya dia meminta maaf kepada Ernes, karena selama ini sudah sering menyakiti hati Ernes dengan perbuatannya.

"Nggak masalah."

"Gimana kalau gue traktir lo makan bakso di depan kampus?" ajak Cintya ingin membalas kebaikan Ernes dengan menraktir makan Ernes.

"Nggak usah aja, gue masih banyak tugas."

"Lo pasti malu ya berteman sama gue, karena gue bukan anak orang kaya lagi." Cintya jauh lebih sensitif dibanding sebelumnya.

"Bukan itu, tapi beneran gue masih banyak tugas, atau gini aja, besok gue janji makan bakso bareng lo."

"Janji.."

"Iya.." jawab Ernes dengan tersenyum kecil.

Dan itu juga baru pertama kalinya Cintya melihat senyuman Ernes. Selama ini kan Ernes terkenal dengan wajah dan sikap dinginnya. Tapi siapa sangka begitu mengenalnya, ternyata Ernes pribadi yang menyenangkan. Dia memiliki pemikiran yang sangat dewasa.

"Gue masih ada kelas, gue duluan!" pamit Ernes kembali tersenyum kecil.

Sedangkan Cintya hanya mampu menganggukan kepalanya saja. "Kalau dilihat-lihat, dia ganteng juga.." gumam Cintya yang terus memperhatikan Ernes yang semakin menjauh.

Terpopuler

Comments

Esha Eca

Esha Eca

anjing²😆😆🗿

2023-12-24

0

Esha Eca

Esha Eca

anjing²😆😆🗿

2023-12-24

0

Nazwa Aa

Nazwa Aa

Up

2021-11-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!