Gio merasa sangat senang ketika Vanka datang menjenguknya. Kebetulan dia hanya ditemani mamanya. Kakaknya ke kampus dan papanya masih kerja.
"Kenalain ma, ini temen Gio." Gio pun memperkenalkan Vanka ke mamanya.
Ines memicingkan matanya. Pasalnya baru pertama kali ini, anaknya memperkenalkan teman wanitanya kepada dirinya. Dan dilihat dari tatapan mereka berdua. Ines yakin kalau mereka bukan sekedar teman biasa.
"Hallo tante, aku Vanka, temennya Gio." Vanka memperkenalkan dirinya.
"Mamanya Gio." Ines menyambut Vanka dengan senang hati. Dia tidak mau mengekang anaknya, misalkan mereka beneran pacaran.
"Kalian satu sekolah?" Ines melihat seragam Vanka yang sama dengan punya Gio.
"Vanka baru masuk tahun ini ma." giliran Gio yang menjawab pertanyaan mamanya. Karena Gio tidak mau Vanka merasa takut jikalau terus dicecar pertanyaan oleh mamanya.
"Oh, ya udah mama mau tebus obat kamu dulu, nanti pulangnya nunggu papa kamu selesai kerja." bisa dibilang Ines sangatlah pengertian kepada anaknya. Dia membiarkan anaknya berduaan dengan pacarnya. Sementara dia tidak mau mengganggu.
"Tante ambil obatnya Gio dulu ya, tolong jagain Gio bentar."
"Lama juga nggak apa ma," sahut Gio yang langsung dicubit tangannya oleh Vanka.
"Iya, mama paham kok." Ines hanya tersenyum menjawab perkataan anaknya.
Setelah Ines keluar. Vanka dan Gio mulai bertatapan mesra. Gio merasa sangat senang Vanka menemaninya. Sedangkan Vanka yang salah tingkah karena tatapan Gio, mulai mencari topik pembicaraan lain.
"Udah makan?" tanya Vanka tanpa berani menatap Gio lagi.
"Belum, tangan gue sakit nggak bisa makan." jawab Gio dengan nada manja.
Vanka pun tertawa kecil. Bagaimana tidak, Gio yang biasanya bersikap dingin bisa menjadi manja seperti itu. "Bilang aja mau disuapin." ucap Vanka masih belum berani menatap Gio.
"Emang iya." jawab Gio dengan cepat.
Vanka kembali tersenyum malu-malu. Tapi kemudian dia menyuapi Gio juga. Sambil menyuapi Gio, Vanka bertanya tentang Defan kepada Gio. Vanka juga cerita kalau Defan sempat meminta nomer hapenya.
"Tapi nggak gue kasih,"
"Kenapa?"
"Nggak apa-apa, gue mau jaga jarak aja dari cowok lain." jawab Vanka lagi.
Gio meraih tangan Vanka dan menggenggamnya. Gio ingin sekali mengatakan kalau dia mencintai Vanka dan ingin Vanka menjadi pacarnya. Akan tetapi, entah kenapa ucapan itu sulit dia keluarkan.
"Iya, Defan sepupu gue, dia anak dari adiknya papa." jawab Gio masih menggenggam tangan Vanka.
"Seandainya Defan suka sama lo, apa lo mau sama dia? Secara dia kan ganteng banget." tanya Gio.
"Mau dia ganteng kalau gue nggak suka mau apa?"
"Cewek tuh bukan hanya ingin cowok yang tampan, tapi juga butuh cowok yang bikin nyaman. Kalau ada dua-dua, gimana?" Gio tersenyum menatap Vanka yang selalu bersemangat orangnya.
"Terus siapa cowok yang memenuhi syarat jadi pacar lo?" Gio sengaja memancing Vanka.
"Ada deh," Vanka tidak mau terpancing oleh pertanyaan Gio. Sebagai seorang wanita, Vanka terlalu malu jika mengutarakan perasaannya duluan.
"Buruan dihabisin, gue mau pulang udah sore, ntar gue dimarahin kakak gue kalau pulang kesorean." Vanka kembali mengalihkan pembicaraan.
Gio memegang tangan Vanka dan menuntun sendok ke mulutnya sendiri. Gio terus menatap Vanka yang tersipu malu karena pertanyaannya tadi. Gio terus menatap Vanka dengan tersenyum manis.
"Ehem.." sampai-sampai Gio tidak sadar jika mamanya sudah kembali dan masuk ke kamar rawatnya.
Seketika kagetlah Vanka dan mulai menarik tangan yang pegang Gio tadi. Buru-buru Vanka berpamitan pulang karena hari sudah semakin sore.
"Aku pamit dulu ya tan," pamit Vanka dengan wajah yang masih merah.
"Iya, hati-hati ya nak, makasih udah jengukin Gio." Vanka menganggukan kepalanya pelan setelah akhirnya dia pulang.
Ines menggoda Gio yang senyum-senyum sendiri setelah Vanka pulang. "Hayo jujur ke mama, tadi pacar kamu kan?" tanya Ines juga kepo.
"Belum ma, baru pedekate. Oh iya ma, nanti jangan bilang ke Defan atau temen aku yang lain ya kalau Vanka kesini."
"Kenapa?" Ines semakin penasaran.
"Nggak apa ma, cuma Vanka nggak mau temen aku tahu aja kalau kita deket."
"Oke deh kalau gitu." Ines setuju dengan permintaan anaknya.
"Oh ya, papa sama kak Ernes baru aja wa mama, mereka tanya kamu mau dibawain apa? Kak Ernes udah di jalan mau kesini katanya. Kalau papa mungkin sejam lagi baru kelar kerjaannya." tanya Ines kepada anaknya.
"Gio nggak mau apa-apa ma, Gio cuma mau cepet pulang, pengen bobok di rumah."
"Makanya besok lagi jangan balapan, papa sama mama takut banget waktu Reza telepon mama dan bilang kamu kecelakaan. Mama sama papa takut kehilangan kamu sayank." Ines mendekat dan menyentuh wajah anak yang mirip sekali dengan papanya. Ines mengelus pipi Gio dengan ibu jarinya.
"Iya ma, maafin Gio ya.. Gio janji ini yang terakhir deh." ucap Gio kemudian memeluk mamanya. Sebelumnya, Gio sempat mencium tangan mamanya dengan penuh kasih sayank.
Di koridor, Vanka tanpa sengaja berpapasan dengan Defan dan juga kedua temannya yang lain, Reza dan Dhanu. Mereka baru selesai latihan basket kemudian datang ke rumah sakit untuk menjenguk Gio.
"Vanka??" sapa Defan yang membuat Vanka sempat kaget. Untungnya dia sudah keluar dari kamar Gio.
"Kak Defan?" sapa Vanka agak tidak tenang. Terlihat sekali bahwa Vanka terkejut bertemu dengan Defan.
"Lo sakit?"
"Nggak kak, gue jengukin temen kok." Vanka menggelengkan kepalanya.
"Sendirian aja? Lo pulang naik apa?" cerocos Defan.
"Gue naik angkot."
"Gue anterin aja ya? Udah sore juga susah cari angkot di daerah sini." awalnya Vanka menolak, tapi akhirnya Vanka mau juga karena terus dipaksa oleh Defan.
"Kalian duluan aja, gue anterin Vanka dulu.." Defan sangat bersemangat karena Vanka mau dia anter pulang olehnya.
Di jalan Defan terus aja nyerocos. Berbeda dengan Gio, Defan sudah beberapa kali gonta ganti pacar. Terakhir kali dia pacaran dengan teman satu kelasnya dan pada akhirnya pacarnya harus ikut papanya pindah keluar negeri. Dan semenjak saat itu, hubungan mereja menjadi tidak jelas karena jarangnya komunikasi.
Jadi Defan tidaklah sulit menemukan topik pembicaraan, karena dia sudah berpengalaman.
"Pacar lo marah nggak kalau gue anterin lo?" tanya Defan basa basi.
"Kalau nggak tahu sih ya nggak akan marah." jawab Vanka dengan maksud ingin memberitahu Defan kalau dirinya sudah punya kekasih.
"Lo sudah punya pacar?" tanya Defan sedikit agak kecewa.
Vanka tidak menjawab, dia hanya tersenyum saja. Faktanya dia memang belum memiliki kekasih. Hanya saja dia sudah terlalu nyaman dekat dengan Gio meskipun tanpa status yang jelas.
Mereka saling cemburu, saling sayang, saling posesif, dan juga saling berbagi keromantisan. Sudah seperti sepasang kekasih sungguhan. Hanya saja, antara Vanka dan Gio belum ada yang menyatakan perasaan duluan.
Tak lama kemudian Vanka tiba dirumahnya. "Makasih ya kak," ucap Vanka ketika turun dari motor Defan.
"Sama-sama, kalau bisa jangan panggil kak dong, panggil aja Defan."
"Iya, Def,,,fan..."
"Kapan-kapan boleh nggak main ke rumah lo?" Vanka kembali hanya menganggukan kepalanya saja dan tersenyum kecil.
Toh, hanya main kan. Ya udah sih nggak apa-apa. Bukan hanya Defan cowok yang sering main ke rumahnya. Dulu, teman-teman SMP-nya sering main ke rumahnya juga. Jadi nggak apalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Nazwa Aa
Lanjut
2021-11-02
0