Setelah cukup lama dalam perjalanan, pesawat pun berhasil mendarat di bandara.
Tak perlu menunggu waktu lama Arsenio dan Ana pun menuju rumah sakit di antar oleh sekretaris ayahnya.
Setelah sampai, dengan langkah setengah berlari Arsenio menuju ruang rawat ibunya.
"Bagaimana keadaan mama?" tanya Arsenio setelah bertemu Kakek dan juga ayahnya di depan ruang rawat ibunya.
"Syukurlah mamamu sudah lumayan membaik, sekarang nenekmu lagi di dalam. Untuk saat ini hanya bisa di kunjungi satu orang saja" jawab Nicholas.
Ana pun berjalan menghampiri Nucholas lalu menyalaminya. Sementara Nicholas membelai lebut rambut Ana.
Semenjak kedatangan Arsenio, pandangan Gibran terus tertuju pada sosok Ana.
"Ohiya, Ana beri salam pada mertuamu!, Gibran, ayah dari suamimu. Dan Gibran ini Ana menantumu" ucap Nicholas memperkenalkan.
Ana pun menatap Gibran lalu segera menyalimi mertuanya.
"Papa apa kabar?" tanya Ana.
Deg.
Entah mengapa jantung Gibran berdetak cepat.
"Baik, kamu apa kabar?" tanya Gibran.
"Baik juga" jawab Ana sambil tersenyum menampakan kedua lesung pipinya yang membuatnya terlihat manis.
"Maaf papa tidak bisa hadir di acara pernikahan kalian, ada pekerjaan yang tidak bisa di tinggal dan lagi pernikahan kalian terlalu cepat di selengarakannya jadinya papa tidak sempat mengosngkan jadwal kerja" jelas Gibran panjang lebar.
Ana lagi-lagi tersenyum lalu menjawab.
"Tidak apa-apa pa".
Sementara Arsenio terlihat khawatir sambil melihat ibunya melalui kaca.
"Pa saya boleh lihat mama?" tanya Ana.
"Boleh-beleh, silakan!" jawab Gibran.
Ana pun melangkah menghampiri Arsenio lalu ikut melihat melalui kaca. Arsenio yang menyadari itu pun menatap Ana sekilas.
"Cepat sembuh ya ma" ucap Ana pelan.
Setelah cukup lama diam Ana pun memberanikan diri untuk bertanya.
"Maaf, kalau boleh tau mama sakit apa?" tanya Ana tanpa memalingkan pandanganya.
"Tapi kalau ngak boleh juga ngak apa-apa" sambung Ana karena belum juga ada jawaban dari Arsenio.
Di waktu yang persamaan Gibran dan Nicholas menatap lurus kearah mereka.
"Sepertinya dia gadis yang baik" ucap Gibran.
"Papa juga berpikir seperti itu, hanya saja cara mereka yang salah dan hal itu mengakibatkan rasa trauma Alin kambuh" ujar Nicholas.
"Ya, untung papa cepat mengambil keputusan" sambung Gibran.
Selang beberapa menit Sarah pun keluar, Asenio dan Ana yang melihat itu pun segera menghampiri Sarah dan tak lupa Ana menyalimi Sarah terlebih dahulu.
"Bagaimana keadaan mama?" tanya Arsenio.
"Syukurlah mamamu sudah melewati masa-masa kritisnya, sekarang hanya perlu banyak istirahat" jawab Sarah.
Ana dan Arsenio pun menghela nafas lega. Ketiganya pun berjalan menghampiri Gibran dan juga Nicholas.
"Sudah lama ya kalian sampai?" tanya Sarah.
"Belum nek, ohiya nenek, kakek dan papa boleh istrahat dulu, biar aku dan Ana yang akan menjaga mama di sini" ucap Arsenio.
Sementara Ana menganguk setuju dengan ucapan suaminya.
"Apa kalian tidak apa-apa menjaga mama?, kalian baru saja sampai lo, pasti butuh istrahat juga" ucap Gibran.
"Ngak apa-apa ko pa, kita bisa ko. Istirahanya nanti aja" jawab Ana, hal itu lagi-lagi membuat Arsenio menatap kearahnya.
"Baiklah, kalau ada apa-apa segera hubungi kami ya?" ucap Gibran.
"Pasti pa" jawab Ana dan Arsenio hampir bersamaan.
"Baiklah kami pamit ya?"ucap Nicholas.
Keduanya pun menganguk.
Gibran, Sarah dan juga Nicholas pun melangkah pergi, sementara Ana memilih duduk dan menatap layar ponselnya lalu mengaktifkan kembali ponselnya yang sengaja ia nonaktifkan pada saat di dalam pesawat.
Suara notifikasi pun berbunyi, hal itu membuat Ana segera melihat isi pesan.
"Ana., kamu dimana?. Ko ngak balik-balik. Kamu ngak apa-apa kan?"
Begitu kiranya isi pesan dari Kana. Tampa menunggu lama Ana pun membalas pesan Kana.
Sementara Arsenio ikut duduk bersama Ana dengan pandangan di tujukan pada layar ponselnya.
Keduanya pun asik dengan ponselnya masing-masing tampa menyadari waktu sudah menunjukan pukul 19.00.
Nicholas, Gibran dan juga Sarah pun kembali ke rumah sakit dan medapati mereka dengan posisi yang sama.
"Nak" ucap Gibran sambil memegang bahu Arsenio.
Ana dan Arsenio pun melihat kearah surah lalu bangkit dari duduknya.
"Kalian boleh istirahat, biar papa, kakek dan nenek yang akan menjaga mama" sambung Gibran.
"Ya, sebelum kembali ke apartemen, jangan lupa makan malam ya!" ucap Nicholas.
"Baiklah, kalau begitu kita pamit" ucap Arsenio.
"Iya hati-hati ya?!" ucap Sarah.
Arsenio menatap Ana dari samping lalu berkata.
"Ayo!".
Ana pun berpamitan lalu berjalan mengikuti Arsenio dari belakang.
Keduanya pun memasuki mobil. mobil berlahan melaju melewati jalanan yang nampak ramai.
"Mau makan apa?" tanya Arsenio memecahkan kesunyian.
"Terserah bapak saja" jawab Ana.
Suasana mobil kembali hening, hanya suara kendaraan yang dapat di dengar.
Selang beberapa menit, Arsenio menghentikan mobilnya di depan sebuah restoran.
Keduanya pun masuk lalu menikati makan malamnya.
Setelah selesai Arsenio kembali melajukan mobilnya menuju Apartemen.
"Silakan mandi lebih dulu!, kamarnya ada di sebelah sana?" ucap Arsenio sambil menunjuk kamar yang di maksudnya setelah mereka sampai.
"Tapi kan?, saya tidak membawah baju" ucap Ana bingung.
"Di cek di lemari dulu!" ucap Arsenio dingin.
Mendengar itu, Ana pun berjalan memasuki kamar.
"Hmm, sepertinya ia begitu menyukai baju wanita, selain di rumah di apartemennya pun ada" gumam Ana dalam hati.
Karena merasa tubuhnya sudah sanggat lengket Ana, memutuskan mandi lebih dulu dan akan melihat baju yang di maksud suaminya nanti selesai ia mandi.
Sementara di luar terlihat Arsenio menerima pangilan telefon, yang tidak lain adalah Rangga.
Setelah beberapa menit Ana menyudahi ritual mandinya lalu berjalan keluar dari kamar mandi dan akan menuju lemari yang di maksut suaminya.
Sesampainya di sana, Ana membuka lemari, seperti halnya yang di katakan suaminya di sana terdapat beberapa pasang baju.
Ana mengambil salah satu dari beberapa baju itu lalu dipakainya.
"Ya, bajunya kekecilan" ucap Ana setelah mencoba baju yang di pilihnya.
Ana kembali menatap beberapa baju lainnya lalu memutuskan untuk mencoba yang lain.
Setelah cukup lama mencoba, Ana pun lelah dan memilih untuk duduk di ranjang.
"Kenapa tidak ada satupun baju yang masuk?. Apa memang bajunya kekecilan atau berat badanku yang sudah bertambah" gumam Ana dal hati sambil menatap baju-baju yang di maksudnya.
Setelah cukup lama berbikir Ana pun memutuskan untuk memberitahukan hal itu pada Arsenio.
"Pak.." pangil Ana.
Arsenio yang masih menerima pangilan telefon pun memberikan isyarat agar Ana tidak menggagunya, tampa melihat kearah Ana.
Ana yang melihat itu pun memetuskan untuk kembali masuk ke dalam kamar.
"Hmm, sepertinya aku harus menunggu bapak selesai menelfon" ucap Ana.
Pandangan Ana tertuju pada sofa yang berada tak jauh dari ranjang.
"Duduk di sana saja, menunggu bapak selesai menelfon" ucapnya lalu melangkah menuju sofa yang dilihatnya.
Karena merasa lelah, tak perlu waktu lama Ana pun tertidur.
30 menit kemudia Arsenio mengakhiri pangilan telefonya, lalu berbalik mencari keberadaan Ana.
"Kemana perginya?" ucap Arsenio lalu mencoba melihat kesekelilingnya.
Karena tidak menemukan Ana di sana, Arsenio pun memutuskan untuk masuk ke kamar.
Sesampainya di dalam Arsenio pun membulatkan kedua matanya, saat melihat pemandangan di depannya.
Tampak Ana tidur masih mengunakan handuk yang melingkar di tubuhnya, menampakan kaki jenjangnya dengan satu handuk melilit rambutnya.
Arsenio menelan salivanya tampa memalingkan pandangnya dari Ana, Sebagai laki-laki yang normal, melihat pemandang seperti itu membuat jiwa lelakinya bangkit.
Di menit berikutnya Arsenio pun tersadar, dengan cepat mengalihkan pandanganya ke tempat lain.
"Apa yang sedang kamu lakukan?!" ucap Arsenio dengan suara tinggi. Hal itu membuat Ana terkejut dan dengan cepat bangun dari tidurnya lalu berdiri.
"Maaf pak" ucap Ana, sambil berusaha menahan rasa pusing akibat terburu-buru bagun dari tidurnya.
"Apa kau sekarang mencoba mengidaku?, dengan pakaian seperti itu" ucap Arsenio dengan posisi membelakaki Ana.
Ana yang mendengarnya pun terkejut.
"Mana ada pak, saya tidak berani melakukan itu pak" ucap Ana.
"Tidak berani?, lalu apa tujuanmu berpenampilan seperti itu?".
Ana pun menatap dirinya.
"Memangnya kenapa dengan penampilanku?, toh aku masih mengunakan handuk bukannya t***njang pun😏" gumam Ana dalam hati.
"Bukankah tadi saya sudah memberitahumu untuk cek baju di lemari?" sambung Arsenio.
"Sudah saya cek pak, dan semua baju sudah saya coba tapi semuanya bajunya tak ada satu pun yang masuk. Bajunya kekecilan pak" jawab Ana sambil menatap Arsenio dengan posisi masih membelakanginya.
"Terus kenapa tidak memberitahuku?, Malah tidur disitu!" ucap Arsenio.
"Kalau soal itu, saya sudah melakukankannya. Tapi bapak memberikan isyarat agar saya tidak menggagu bapak" jelas Ana.
Arsenio yang mendengar itu pun menhela nafas panjang lalu melangkah menuju lemari dan kembali membawa satu kameja berwarna putih.
"Kau pakai itu dulu!, cepat sana ganti!" ucap Arsenio sambil melempar baju miliknya ke arah Ana.
"Baik pak" jawab Ana lalu berajalan menuju kamar mandi.
"Ya ampun, bagaimana bisa mereka membelikan baju yang kekecilan sih?😑" gerutu Arsenio.
Arsenio pun mengeluarkan kembali ponselnya dari saku celanannya lalu menelfon seseorang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments