Mobil yang di kendarai oleh salah satu orang suruhan Rendy pun memasuki halaman gereja. Menghentikan mobil di antara mobil-mobil mewah yang juga parkir disana.
Kana menatap Ana dari samping lalu menepuk pelan bahu Ana dengan tangan kirinya.
"Ana... Ana bagun!" pangil Kana.
"Hmm" sahut Ana dengan mata yang masih dipejamnya.
"Ana.. bagun kita sudah sampai! " ucap Rany yang juga ikut membangunkan putrinya.
Mendengar itu, berlahan-lahan ia membuka matanya lalu memperbaiki duduknya dan mencoba mengumpulkan kesadarannya.
Seorang pria berjas hitam berjalan mendekati mobil lalu membukakan pintu mobil dan mempersilakan mereka turun.
"Silakan nona! " ucap pria itu.
Kana pun turun lebih dulu lalu di susul oleh Ana dan juga Rany. Ana menatap lurus ke arah gereja.
Berlahan denyut jantungnya berdebar tak menentu, rasa gugup kembali menyelimutinya setelah ia berusaha untuk menghindari.
"Maaf nona, silakan masuk!. Acaranya akan segera di mulai" ucap pria berjas hitam.
Rany dan Kana mengaguk sebagai jawaban, berbeda halnya dengan Ana yang memilih tak bereaksi apapun.
"Ayo kita masuk" ucap Rany sambil mengulurkan tanganya.
Ana menatap ibunya sejenak, berlahan menghela nafas panjang lalu meraih tangan ibunya.
Ana dan Rany merlahan melangkahkan kakinya untuk masuk. Kana segera memegang gaun Ana yang menyentu lantai.
Setelah pintu terbuka, Alin, Sarah, Nicholas dan beberapa kerabat Nicholas yang sempat hadir melihat kearah Ana, Rany dan juga Kana tak terkecuali Arsenio.
Semuanya nampak tersenyum kearah mereka, berbeda halnya dengan Arsenio yang setia dengan raut wajah dinginya.
Pendeta menatap Nicholas lalu bertanya.
"Apakah acaranya sudah bisa di mulai tuan? "
Nicholas menganguk.
"Iya, silakan dimulai saja acaranya" sahut Nicholas.
Ana yang juga ikut mendengar itu pun, seketika wajahnya terlihat tegang, berlahan meremas kedua jari-jari tanganya yang terasa dingin.
"Nona Larrisa Putri Hana. Apa kau bersedia menjadi istri tuan muda Arsenio Saguna?" tanya sang pendeta.
Ana diam, tidak ada jawaban dari Ana. Rasa gugup berhasil membuatnya kesulitan mengeluarkan suara.
"Ana tenang!, kamu hanya tinggal bilang iya saja, setelah itu semuanya akan selesai" gumam Ana dalam hati.
Pendeta melihat ke arah Arsenio dengan tatapan binggung, begitu juga dengan orang-orang yang ikut menghadiri acara.
"Tua muda, apa nona Ana di paksa untuk menikah?" tanya pendeta.
Arsenio diam lalu menatap Ana dari samping. Dirainya tangan Ana dan mengengamya. Hal itu membuat Ana kaget dan menatap kerahnya.
Ia pun memberikan isyrat agar Ana segera menjawab pertanyaan pendeta.
Pendeta kembali menanyakan pertanyaan yang sama.
"Nona Larissa Putri Hana, apa kau bersedia menjadi istri tuan muda Arsenio Saguna?".
Ana menarik nafas dalam dalam lalu menjawab.
"Ya, saya bersedia".
Mendengar jawaban Ana semuanya nampak legah. Selanjutnya pendeta mulai membacakan janji pernikahan.
"Saya persilakan saudara masing-masing menjawab pertanyaan saya!. Tuan Arsenio Saguna bersediakah saudara menikah dengan Nona Larissa Putri Hana yang Hadir di sini, mencintainya seumur hidup baik dalam suka maupun dalam duka?".
"Saya Arsenio Saguna bersedia menikah dengan Larissa Putri Hana, mencintainya seumur hidup baik dalam suka maupun dalam duka" jawab Arsenio dengan suara lantang.
Pendeta beralih menatap Ana.
"Nona Larissa Putri Hana bersediakah saudara menikah dengan Tuan Arsenio Saguna yang Hadir di sini, mencintainya seumur hidup baik dalam suka maupun dalam duka?".
Ana diam sejenak, mengengam erat tangan Arsenio sambil menarik nafas dalam-dalam lalu menjawab.
"Saya Larissa Putri Hana bersedia menikah dengan Tuan Arsenio Saguna, mencintainya seumur hidup baik dalam suka maupun dalam duka".
Semuanya tersenyum dan merasah legah setelah Ana berhasil mengucapkan janji pernikahan. Di waktu yang mersamaan Arsenio segera melepaskan gengaman tangan Ana.
Ana yang menyadari itu pun menatap kerahnya. Seperti biasanya Arsenio bersikap dingin dan tidak memperdulikan Ana yang sedang menatapnya.
Setelah selesai dilaksanakannya janji pernikahan, penyematan cincin dan berbagai rangkaian acara lainnya, keduanya telah sah menjadi sepasangan suami istri.
Kedua keluarga pun bergegas kembali ke kediaman keluarga Saguna, dikarenakan acara resepsi akan dilaksanakan di sana.
Dalam perjalanan tak ada percakapan yang terjadi antara Ana dan juga Arsenio. Keduanya memilih diam dan hanya suara kendaraan yang memecahkan keheningan di dalam mobil.
Setelah 30 menit dalam perjalanan, mobil yang di kendarai Rangga asisten pribadi Arsenio, memasuki halaman kediaman keluarga Saguna.
Seperti biasanya, Rangga turun lebih awal untuk membukakan pintu mobil.
"Silakan tuan" ucap Rangga.
Arsenio pun keluar dari mobil lalu di susul oleh Ana.
"Terima kasih" ucap Ana pada Rangga.
"Iya, sama-sama nona" jawab Rangga sedikit menundukan kepala.
Ana menarik sisa gaun yang menyentu lantai agar memudahkannya melangkah. Hal itu tak luput dari pandangan Rangga.
"Apa nona butuh bantuan?"
Arsenio yang mendengarnya pun berbalik menatap Ana dan juga Rangga.
"Bisa, jika itu tidak merepotkan bapak" jawab Ana.
Rangga menatap Arsenio untuk meminta izin membantu Ana.
"Ayo cepat!, orang-orang sudah menunggu" ucap Arsenio.
"Iya pak, ini sudah mau jalan" ucap Ana.
Sementara Rangga memegang sisa gaun Ana lalu berlahan berjalan mengikuti langkah Ana dari belakang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments