Alin, Nicholas dan juga Sarah pun kembali ke ruang keluarga meninggalkan Ana dan Arsenio di ruangan kerjanya.
“Pak saya mohon, tolong bicaralah baik-baik pada keluargamu. Dengan begitu tidak ada pernikahan diantara kita pak” ucap Ana yang berlahan mulai mengeluarkan air mata.
“Cukup!” ucap Arsenio sambil menepis tangan Ana.
“Semuanya sudah terlambat, mau bagaimana pun saya jelaskan pada mereka, mereka tidak akan mempercayainya. Mereka akan selalu percaya dengan apa yang telah mereka lihat” jelas Arsenio.
“Berhentilah menagis!, menangis tidak akan merubah apapun yang telah terjadi. Kau hanya akan membuat saya semakin frustasi” sambung Arsenio.
Di waktu yang bersamaan Bi Lila pun datang menghampiri mereka.
“Maaf nona, nyonya meminta saya untuk mengantar nona ke depan” ucap Bi Lila.
Ana pun menghapus air matanya lalu melangkah keluar tanpa berkata apapun. Bi Lila menunjukan jalan yang tidak akan melewati ruang keluarga.
Sesampainya di depan Ana mengucapkan terima kasih pada Bi Lila tak lupa berpamitan lalu pergi menuju mobilnya yang sengaja dia parkir di depan.
Dalam perjalanan air mata Ana kembali menetes berlahan-lahan mulai membasahi pipinya. Saat ini dia tidak ingin berbuat apa-apa selain ingin menangis.
Sesampainya di rumah, Ana mendapati ibunya sedang menyiapkan makan malam.
“Sudah pulang ya?” tanya Rany tanpa memalingkan pandanganya dari pekerjaannya.
Ana berlahan berjalan menghampiri ibunya lalu memeluk erat ibunya dari belakang. Rany yang merasa heran dengan perilaku Ana pun bertanya.
“Kamu kenapa sayang?. Ada apa?, coba cerita sama mama! ” ucap Rany sambil mengengam tangan putrinya.
Bukannya menjawab, Ana semakin mengeraskan tangisannya. Hal itu membuat ibunya khawatir.
Rany mencoba melepaskan pelukan putrinya lalu berbalik menatapnya. Di pengangnya kedua pipi putrinya, di tatapnya mata Ana yang lumaya merah dikarenakan kelamaan menangis.
“Kamu kenapa sayang? ucapkan sesuatu. Jangan membuat mama khawatir!” ucap Rany.
Ana pelan-pelan melepaskan tangan ibunya yang sedari tadi memegang kedua pipinya.
“Ana ngak apa-apa. Hanya perlu isterahat saja” jawabnya lalu melangkah pergi. Hal itu membuat Rany semakin khawatir.
Malam harinya Ana memutuskan untuk tetap di kamarnya tidak keluar untuk makan malam.
Kesokan harinya.
Tampak Rany berjalan menghampiri kamar putrinya lalu mengetuk pintu kamar dengan pelan
“Sayang, mama sudah buatkan makanan kesukaanmu, kamu keluar ya?. Kamu harus makan!, dari semalam kamu ngak keluar makan loh” ucap Rany di balik pintu.
“Ana ngak lapar ma” sahut Ana dengan suara serak.
Rany yang mendengarnya pun menghela nafas panjang lalu memutuskan untuk menelfon Kana.
📞“Hallo tante” ucap Kana ketika sambungan telefon terhubung.
📞“Kamu bisa ngak datang ke rumah?” tanya Rany.
Kana yang mendengarnya pun diam sejenak. Tiba-tiba merasa tak enak hati. Ini adalah kali pertama ibu Ana menghubunginya.
📞“Bisa tante, kapan aku bisa ke sana?” tanya Kana.
📞“Kalau kamu tidak sibuk, sekarang juga bisa. Ana sampai sekarang ngak keluar-keluar kamar, dia juga belum pernah keluar makan. Tante khawatir terjadi sesuatu pada Ana” jelas Rany.
📞“Baiklah aku ke sana sekarang!” ucap Kana.
📞"Terima kasih, tante akan menunggumu di rumah” ucap Rany sebelum pangilan telefon berakhir.
Tak perlu waktu lama mobil Kana pun berhenti tepat di depan rumah Ana.
Dengan cepat Kana turun dari mobil lalu menghampiri Rany yang sudah menunggunya di depan pintu.
“Ana kenapa tante?” tanya Kana.
“Tante juga ngak tau, kemari Ana pulang hanya menangis dan tidak mengatakan apa-apa pada tante” jawab Rany.
“Ya udah, tante jangan khawatir!. Kana akan coba bicara dengannya” ucap Kana.
Kana pun berjalan menghampiri kamar Ana lalu mencoba mengetuk pintu kamarnya.
Tok… tok…
“Ana ngak lapar ma” ucap Ana dari dalam.
“Ana, ini aku. Boleh ngak aku masuk?” ucap Kana pelan.
Ana yang mendengarnya pun melihat ke arah pintu. Berlahan Ana turun dari ranjang lalu membukakan pintu untuk Kana.
Kana pun tersenyum melihat Ana yang mau membukakan pintu untuknya. Dengan langkah pelan Kana masuk ke dalam kamar yang terlihat gelap saat itu.
“Aku nyalakan lampunya ya?” Kana meraba-raba di dinding mencari keberadaan saklar lampu. Setelah menemukan Kana pun menyalakan lampunya.
Semua tampak seperti biasanya, hanya saja Ana tidur dengan posisi membelakanginya.
Kana yang melihat itu pun datang menghampirinya lalu duduk tepat di belakang Ana.
“Ana…” pangil Kana sambil memegang bahunya.
Ana pun bagun dari tidurnya lalu memeluk erat Kana sambil menangis. Kana yang belum tahu apa-apa pun tetap berusaha menenangkan temannya itu.
“Ngak apa-apa, aku kan ada disini” ucap Kana sambil membelai lembut rambut Ana.
“Aku ngak mau menikah Na” ucap Ana yang akhirnya mau membuka suara.
Kana yang mendengarnya pun terkejut. Melihat Kana yang tidak meresponya Ana kembali mengulang ucapannya.
“Aku ngak mau menikah Na”.
“Iya ngak apa-apa jika kamu tidak menginginkannya” ucap Kana berusaha mengimbangi permasalahan yang sebenarnya belum dia ketahui.
“Mereka tetap tidak mau mendengar penjelasanku” ucap Ana lagi.
Mendengar itu pun Kana semakin bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Ana.
“Apapun masalahnya itu, pasti akan ada jalan keluarnya. Bisakah kamu ceritakan permasalahannya, mungkin setelah mendengarnya aku bisa membantumu menyelesaikannya” ucap Kana pelan.
Ana yang mendengarnya pun berlahan melepaskan pelukannya lalu duduk berhadapan dengan Kana.
“Kamu harus tenang dulu, lalu coba ceritakan hal apa yang terjadi” ucap Kana.
Ana pun berlahan menghapus air matanya lalu pelan-pelan mulai menceritakan kejadian yang di alaminya selepas pulang kuliah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments