Part 9
_______
Tok!
Tok!
“Sayang! Buka pintunya.” Teriak wardani sambil menggedor kuat pintu kamar mereka.
Wardani masih terus mengetuk pintu kamar mereka. Sedangkan tuan Agung sedang merebahkan badannya di atas tempat tidur, sambil melihat langit-langit kamarnya sambil berkata.
“Wardani! Aku sering memaafkan kamu, aku sering pura-pura lupa dengan siapa saja kamu menjalin hubungan di belakang aku. Semua itu aku lakukan semata-mata aku sangat mencintai kamu. Tapi kali ini kamu sungguh keterlaluan.” Gumam tuan Agung. Kemudian dia bangkit dan berjalan menuju pintu kamar.
Ceklek!!
“Sayang! Kamu marah.” Dengan ekspresi yang memelas.
“Ayok masuk, kita akan bahas di dalam.” Ucap Agung sambil membalikkan badannya dan duduk di kursi yang berada di dalam kamarnya.
“Sayang! Dia itu teman aku.” Wardani berlutut sambil menggoyangkan kaki tuan Agung.
“Siapa pun lelaki tadi! Aku tidak perduli.” Sambil menyandarkan badannya ke belakang kursi.
Kemudian Wardani mendekat dan duduk di samping tuan Agung. Wardani mengambil salah satu tangan tuan Agung dan memegang erat sambil berkata. “Dia beneran teman aku, percayalah sayang!”
“Ini yang di namakan teman.” Tuan Agung menyingkap rambut Wardani. Terlihatlah leher yang memerah entah itu tanda apa.
“Sa sayang, ini hanya di gigit nyamuk.” Jawab Wardani dengan gugup.
“Oh!” tuan Agung menarik nafas panjang lalu melepaskan tangan Wardani.
“Apakah kamu beneran tulus sayang ke saya?” tanya tuan Agung sambil menatap wajah Wardani dengan tajam.
“Kamu kenapa tanya seperti itu.” Jawab Wardani sambil menundukkan kepalanya.
“Sudah! Kamu tidak perlu menjawabnya, karena saya sudah tahu apa jawaban kamu.” Tegas tuan Agung sambil berdiri dan berjalan beberapa langkah.
“Agung Laksmana! Jika saya selingkuh, apa saya salah? Apakah kamu tidak berbuat begitu juga di belakang aku. Bahkan kamu lebih banyak tidur dengan wanita lain, tapi aku masih diam saja! Jika aku mencari kesenangan dan bermain-main sedikit apa tidak boleh.” Teriak Wardani yang masih duduk.
“Oh! Bagus, sekarang kamu sudah berani bentak aku ya?” tuan Agung membalikkan badannya.
“Seorang lelaki seperti itu wajar! Apalagi aku ini banyak duit. Coba lihat diri kamu, apa wajar seorang istri seperti itu. Bukan hanya sekali tapi berulang kali. Kalau cuman satu kali aku maafkan, ini berulang kali.” tuan Agung menunjuk Wardani dan berjalan mendekatinya.
“Tapi dia beneran teman aku.” Wardani berusaha menjelaskan.
“Hem!” tuan Agung menarik nafas lalu berkata. “Baik jika itu teman kamu, saya maafkan kamu.” Agung sambil membalikkan badannya lalu berjalan perlahan menuju kamar mandi yang berada di kamarnya.
“Hu! Lain kali aku harus berhati-hati.” Wardani sambil mengelus dada merasa lega.
“Bungkusan apa itu yang di bawa oleh Agung.” Wardani bangkit lalu mendekat ke bungkusan yang terletak di atas tempat tidur mereka.
“Ngapain kamu?” tanya tuan Agung yang masih memakai handuk yang baru keluar dari kamar mandi.
“Sayang! Jangan dingin begitu, ini buat aku.” ucap Wardani sambil mengeluarkan isi dari bungkusan tersebut, yaitu sebuah tas edisi terbatas.
“Hem!” sahut tuan Agung yang masih kesal.
“Terimakasih sayang!” Wardani tiba-tiba memeluk tuan Agung dari belakang.
Wardani berusaha membujuk tuan Agung agar tidak kesal dan marah lagi kepadanya. Sedangkan di luar pintu, Marsya sedang mondar-mandir dengan sedikit cemas karena mendengar pertengkaran mereka. Kemudian ia memberanikan diri dan membuka pintu kamar tuan Agung.
Ceklek!!
“Nona!” tiba-tiba Marsya terkejut dan kedua matanya melotot.
“Maaf! Maaf! Saya pergi keluar saja.” Ketika membuka pintu Marsya terkejut melihat tuan Agung dan Wardani sedang melakukan hal suami istri di atas tempat tidurnya.
“Marsya!” teriak tuan Agung.
Brak!
“Maaf tuan dan nona lanjutkan saja! Saya tunggu di meja makan.” Teriak Marsya sambil menutup pintu lalu berjalan meninggalkan kamar tuan Agung dan Wardani.
“Bodoh! Bodoh! Apa yang aku lakukan, matilah aku.” sepanjang perjalanan Marsya memukul kepalanya. Ia pun terus berjalan dan menunggu mereka di ruang meja makan.
Tap!
Tap!
Beberapa menit kemudian Wardani dan tuan Agung pun turun kebawah menuju ruang meja makan. Sedangkan Marsya hanya tertunduk malu, tak berani menatap mereka.
“Kenapa kamu.” Tanya tuan Agung singkat.
“Ti tidak tuan! Saya hanya merasa bersalah saja.” Jawab Marsya dengan gugup.
“Lain kali, kamu ketuk pintu dulu. Tapi tidak apa-apa, biar kamu bisa belajar.” Seru Wardani.
“Tidak perlu belajar dan kamu tidak perlu melihat apa pun! Sekarang mari kita makan.” Ketus tuan Agung.
Kring!
Kring!
Suara telepon berdering.
“Tuan, nona! Gawat! Gawat.” Tiba-tiba pembantu datang dengan wajah yang panik.
“Ada apa! Cepat katakan.” Ucap tuan Agung yang panik sambil berdiri dari duduknya. Begitu juga dengan Wardani dan Marsya.
“Ibu dari nona Marsya.” Pembantu gugup.
“Ada apa dengan ibu saya bi!” Marsya mendekati pembantu dan cemas.
“Ibu nona telah meninggal dunia.” Pembantu itu meneruskan perkataannya.
“Apa! Tidak mungkin.” Marsya syok dan mundur beberapa langkah kebelakang. Tubuhnya menjadi lemah hingga ia pingsan. Dengan sigap tuan Agung memeluknya dan menggendong membawa Marsya ke kamarnya.
“Nanti jelaskan sama saya ya bi.” Ucap Wardani.
Tuan Agung dan Wardani pun segera membawanya ke kamar. Agung memberikan minyak angin, agar Marsya cepat sadar. Kemudian pembantu tadi datang, dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
“Nona, tuan! Kata Febby, sewaktu ibu Surtek sedang berjalan-jalan di sekitar taman! Ada seorang pria yang menghampirinya, lalu pria tersebut menusuk pisau ke perut ibu Surtek dan nyawanya tidak bisa tertolong.” Pembantu tadi menjelaskan.
“Apa yang dilakukan penjaga dan yang lainnya. kenapa mereka sangat ceroboh sekali, kamu panggil mereka semua nanti ke sini. Cepat telepon mereka semua! Tapi setelah pemakaman ibu Surtek.” Tandas tuan Agung.
“Baik tuan!” sahut pembantu dengan gugup. Lalu meninggalkan kamar Marsya.
“Ibuuu!” tiba-tiba Marsya terbangun langsung memeluk tuan Agung yang berada di sampingnya.
“Marsya! Kamu tenang saja, saya akan tangkap siapa pelaku sebenarnya.” Ucap tuan Agung.
“Iya! Kenapa mereka bisa seceroboh ini, kamu tenang saja ya.” Sambung Wardani mendekatkan dirinya ke Marsya sambil mengelus punggung Marsya.
Hiks! Hiks! “Maaf tuan!” Marsya melepaskan pelukannya dengan wajah yang berderai air mata.
“Tidak apa-apa! Kali ini saya maklumi kamu. Sekarang kamu ganti baju dan mari kita pergi ke pemakaman ibu kamu.” Ucap tuan Agung sambil beranjak dari tempat duduknya. Kemudian tuan Agung dan Wardani pun pergi meninggalkan kamar Marsya.
****
TPU
“Ibu! Siapa yang berani melakukan ini kepada ibu, siapa ibu. Marsya tidak akan memaafkan orang itu jika Marsya tahu siapa yang tega melakukan ini ke ibu.” Marsya menangis sambil memeluk batu nisan ibunya.
“Ibu! Marsya belum sempat membuat ibu bahagia, Marsya juga telah berbohong kepada ibu. Maafkan Marsya ibu.” Marsya menghapus air mata nya dan menjadi tegar. Lalu ia berdiri dan berbalik badan, samar-samar ia melihat ada seorang pria sedang berdiri di balik pohon dari kejauhan.
Kemudian Marsya melangkahkan kakinya mendekati pohon, dimana pria tadi berdiri.
“Marsya! Kamu mau kemana?” teriak tuan Agung dan Wardani dengan serentak, kemudian mengejar Marsya.
“Aku tahu kamu masih disini! Sekarang kamu keluar.” Teriak Marsya sambil memutar-mutar kan badannya. Kemudian ia terjatuh di tanah.
“Marsya kamu sedang apa? Bangun, kita akan mencari siapa pelakunya. Sudah kamu jangan seperti ini.” Ucap Wardani dengan nada cemas sambil mengangkat badan Marsya.
Sedangkan tuan Agung hanya diam berdiri, melihat ke kanan dan ke kiri. Mencoba mencari tahu siapa yang dimaksud oleh Marsya.
“Tidak! Lepaskan saya.” Marsya memberontak.
Plak!
Dengan santainya tuan Agung menampar wajah Marsya. Seketika semua menjadi hening, Marsya menatap wajah tuan Agung dengan memegang pipinya.
“Penjaga cepat angkat dia dan bawa dia masuk ke dalam mobil.” Ucap tuan Agung sambil membalikkan badannya dan berjalan duluan.
“Kalian memang jahat!” teriak Marsya.
“Maaf nona!” ucap penjaga sambil menggendong Marsya dan membawa nya ke dalam mobil.
Wardani tidak bisa berkata apa-apa, ia hanya mengikuti apa yang di bilang suaminya.
Mereka pun akhirnya meninggalkan TPU dan masing-masing naik kedalam mobil. Sedangkan Marsya duduk di samping tuan Agung.
“Kamu jahat! Kamu jahat!” Marsya sambil memukul dada tuan Agung. Tuan Agung hanya diam.
“Marsya!” teriak Wardani sambil memutar badannya kebelakang.
“biarkan sampai dia puas!” ucap tuan Agung.
“Tarjok! Jalan.” Perintah tuan Agung.
“Baik tuan!” Tarjok pun menghidupkan mesin lalu melajukan mobilnya pulang menuju rumah.
Sepanjang perjalanan mereka hanya diam tak ada satu pun yang berkata. Begitu juga dengan Marsya. Ia hanya meneteskan air mata sambil memandang keluar dari kaca mobil sambil menggigit jarinya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Sugi Harti
mungkin pembunuh ibunya Marsya bapak nya kali ya
2022-06-28
1
Puja Kesuma
masa iya bapaknya yg nusuk
2022-05-18
0
Esa Aurelia
siapa kira-kira pelakunya, Kasian Masya ditampar segala 😌
2022-01-13
0