Part 05
_____
Dua hari setelah operasi ibu Surtek. Kini ibu Surtek perlahan mulai membaik, Marsya hampir lupa dengan janjinya ke nona Wardani. Sehingga siang itu Wardani menghampiri Marsya yang kala itu masih berada di rumah sakit.
Tok!
Tok!
Marsya yang sedang menyuapi ibunya terkejut melihat ke datangan Wardani. Ia menatap wajah ibunya yang sedang duduk, ia berpaling muka menatap wajah Wardani berharap Wardani tidak membocorkan apa yang sebenarnya terjadi. Marsya berusaha tenang.
“No-nona.” Marsya berdiri dan meletakkan bubur yang ia pegang ke atas meja.
“Sudah kamu tenang saja, saya ingin melihat keadaan ibu kamu.” Sambung Wardani sambil berjalan pelan mendekati ibunya.
“Nona ini bosnya Marsya ya? Cantik sekali.” Ucap ibunya memandang wajah Wardani yang sedang duduk di samping ranjang.
“Terimakasih ibu. Ibu apa kabar.” Wardani merapihkan rambut pirang ikal bawah.
“Alhamdulillah, berkat nona. Terimakasih sudah membantu saya?” sahut ibunya melemparkan senyum manis kepada Wardani.
“Berterimakasih kepada Marsya saja bu’.” Sambil melirik ke arah Marsya, tapi Marsya menggelengkan kepalanya sambil memberi kode supaya Wardani tak berbicara apa pun kepada ibunya.
“Ibu. Jika ibu sudah sembuh, nanti akan saya bawa ke rumah saya dan ibu akan di rawat oleh Asisten saya. Jadi ibu tidak perlu tinggal di rumah ibu yang seperti itu lagi.” Ucap Wardani menawarkan sebuah rumah kepada ibu Marsya.
Marsya menolak dengan senyuman, seakan ia mengetahui niat buruk apa lagi yang akan di berikan Wardani kepadanya.
“Ti-tidak usah nona, ibu saya biarkan saja tinggal di rumah kami. Saya juga bisa sesekali melihat ibu pulang ke rumah, tidak perlu memberikan Asisten buat ibu saya."
Wardani menatap tajam wajah Marsya, dahinya mengerut seperti tidak senang jika Marsya membangkang dan tidak menerima apa yang akan ia lakukan.
“Marsya kamu tidak boleh seperti itu, kamu itu nanti akan bekerja di rumah saya. Jadi kamu tidak mungkin akan sering pulang ke rumah, jadi biarkan saja ibu kamu saya kasih tempat tinggal yang layak, beserta Asisten rumah tangga sebagai hadiah."
Ibunya berusaha menenangkan Marsya supaya tidak terlalu mengkuatirkan dirinya dan berusaha percaya jika apa yang diberikan Wardani semua itu adalah hal yang baik.
"Jika ada orang yang ingin berbuat baik kita tidak boleh menolak nya karena itu tidak baik."
Wardani berdiri, “Marsya. Sekarang sudah waktunya kamu bekerja, saya kesini untuk menjemput kamu. Urusan ibu kamu biar nanti penjaga dan Asisten saya yang akan mengurus ibu kamu.”
“Tapi nona.”
Wardani menjawab dengan nada menekan dan melempar senyum kepada ibunya Marsya, kemudian beralih pandang menatap tajam wajah Marsya. “Jika kamu menolak kamu tahukan…”
Marsya melirik wajah ibunya yang bingung, ia berusaha untuk tetap tenang dan segera memutus pembicaraan Wardani supaya Wardani tidak terlalu banyak berkata yang lainnya. “Baik nona.”
“Nak. Sudahlah, kamu tenang saja. Sekarangkan susah mencari pekerjaan, kamu tidak boleh seperti itu dan ibu akan baik-baik saja. Kamu pergilah dengan nona baik ini." ucap Ibu Surtek melempar senyuman manis yang tersirat di bibirnya.
Marsya terlihat sedih, seperti perpisahan yang akan terjadi untuk selamanya. Ia berjalan mendekati ranjang rawat inap ibunya, kedua tangannya terbuka lebar memeluk ibunya.
“Ibu hati-hati, jaga kondisi ibu di saat Marsya sedang bekerja." Marsya melepas pelukannya, meraih tangan ibunya sambil mencium punggung tangan. "Marsya pamit pergi dulu."
Wardani membukukan sedikit tubuhnya. “Ibu. Saya permisi pulang dulu, karena masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.”
Wardani berbalik badan melangkah anggun keluar dari ruang rawat inap ibu Surtek, di susul dengan Marsya yang ikut melangkah pergi keluar dari ruang rawat inap ibu Surtek.
Ibu Surtek melambaikan tangan kanannya, air mata kesedihan tak terasa menetes jatuh di atas pangkuan ibu Surtek.
“Hati-hati Nak. Ibu yakin kamu akan baik-baik saja.”
.
.
.
.
Tok!
Tok!
Di depan pintu ruang rawat inap Ibu Surtek, telah berdiri seorang wanita cantik dengan senyum manis tersirat di bibir merah seperti cenil. “Permisi. Saya Asisten yang disuruh oleh nona Wardani. Nama saya Febby, apa ibu butuh sesuatu."
“Terimakasih. Untuk sekarang saya tidak memerlukan apa-apa. Kamu bisa beristirahat dulu.” Sahut sang ibu sambil merebahkan dan memiringkan badannya. Ia masih memikirkan keadaan Marsya, karena terlalu lelah berpikir dan meneteskan air mata sampai membuatnya tertidur lelap dia atas ranjang rawat inap.
...Di dalam mobil....
...🚘...
Wardani memandang tajam Marsya di dalam mobil mewah miliknya yang kini sedang melaju. “Marsya. Apa kamu akan pergi dan ingkar dari janji kamu?”
“Ti-tidak nona Wardani, saya cuman asik mengurus ibu, karena saya tahu, saya akan jarang bertemu dengannya makanya saya selalu disampingnya dan lupa dengan janji saya.”
“Sekarang kamu tenang saja, ibu kamu akan aman bersama dengan Asisten yang saya kirimkan untuk menjaga ibu kamu.” Sambung Wardani, sambil memandangi jari kukunya yang indah itu.
“Tarjok. Mari kita ke salon tempat langganan saya.” Perintah Wardani.
Tarjok melirik dari kaca spion dalam mobil. “Baik nona.”
Ke salon. Apa yang akan ia lakukan di salon?
Gumam Marsya di dalam hati.
Hampir satu jam mereka berjalan, akhirnya sampailah disebuah salon yang besar dengan fasilitas yang mewah. Ketika mereka turun dan ingin masuk ke dalam salon tersebut pintunya di buka dan disambut hangat oleh para pegawai salon.
“Selamat datang nona Wardani. Silahkan masuk.” Sambut para pegawai serentak menyambut kedatangan Wardani dan Marsya.
Kemudian datanglah seorang wanita dengan berpakaian seksi semua serba menonjol dan rambut merah kecoklatan yang terurai panjang mendekati Wardani dan Marsya.
“Hai! Nona Wardani, mau pelayanan yang plus lagi ya?”
“Tidak. Ini bukan hanya plus-plus, tapi komplit Bet.” Sahut Wardani sambil tertawa.
Betrik tertawa, “Haha! Kamu ini bisa saja.” Kemudian Betrik bertanya kembali. “Oh ya! Ini siapa? Manis dan lugu sekali wajahnya.” Sambil memegang wajah Marsya.
“Ini adalah Asisten pribadi saya, saya ingin kamu ubah dia, supaya dia menjadi cantik dan tidak kumuh atau bauk seperti ini.” Sahut Wardani sambil menutup hidungnya.
Betrik menunjukkan jempol tangan kanannya. “Beres. Kamu akan terima bersih nanti.”
“Kalau gitu saya mau melakukan pijit refleksi. Habisnya badan ini pegal-pegal semua.” Wardani berbalik badan sambil memijit bahunya.
“Uh! Pasti porsi jatahnya berlebihan, jadi seperti itu.” sahut Betrik sambil tertawa.
“Kamu ini tahu saja. Aku tunggu di sana sambil di refleksi sejenak. Dah!” Wardani melambaikan tangannya melangkah pergi meninggalkan Marsya bersama Betrik.
Betrik mengajak Marsya untuk merapihkan dan merawat rambutnya. Sedangkan Wardani sedang asik dipijat. Hampir lima jam Marsya di poles habis-habisan. Sedangkan Wardani sudah selesai dua jam yang lalu, Wardani merasa letih menunggunya di ruang tunggu, tak lama kemudian datanglah Betrik.
“Nona Wardani. Pesanan kamu sudah siap.” Sambil melihatkan Marsya yang kala itu bersembunyi di balik badan Betrik yang bahenol itu.
“Sini sayang, kamu keluar.” Betrik memanggil dan menarik tangan Marsya.
“Haa!” Wardani tertegun sambil berdiri dan mengerutkan dahi.
Prok!
Prok!
“Luar Biasa. Memang aku tidak pernah salah menilai Betrik.” Ucap Wardani yang masih terpesona. Wardani menunjukkan hasil transferan nya dari handphon ke Betrik. “Oh. Satu lagi, saya sudah mentransfernya?”
“Ayo Marsya. Kita sudah sedikit terlambat malam ini.” Wardani mengajak Marsya pulang dan perlahan berjalan menuju mobil mewah.
Betrik mengantar pulang Wardani dan Marsya, ia berdiri di depan salon miliknya sambil melambaikan tangannya.
“Terimakasih. Sering-sering datang ya?”
Setelah Wardani dan Marsya masuk ke dalam mobil, Betrik mengerutkan dahinya. “Aku tidak yakin, kalau itu bakal jadi Asistennya. Tapi ya sudahlah.” Gumam Betrik lalu masuk ke dalam salonnya.
Marsya dan Wardani pun melajukan mobilnya sangat kencang. Agar cepat sampai ke rumah.
“Nona, kenapa saya harus memakai baju dan berdandan seperti ini.” Tanya Marsya di dalam mobil.
“Kamu itu dekil dan bau sekali. Sedangkan kamu mau berjumpa suami saya untuk kedua kalinya, jadi kamu harus harum dan bersih. Biar suami saya tidak berpikir kamu itu terlalu kumuh dan tidak layak untuk melahirkan garis keturunan dari dia. Sudah kamu tidak perlu banyak bicara, ikuti saja yang saya bilang.” Tegas Wardani memberitahu Marsya.
.
.
.
.
“Nona kita sudah sampai. Silahkan turun.” Tarjok membukakan pintu mobil Wardani terlebih dahulu, kemudian Marsya.
“Lihat. Suami saya sudah pulang, mari kita masuk cepat.” Wardani menarik lengan Marsya dan membawanya masuk kedalam rumah.
Marsya yang kala itu tidak merasa nyaman dengan apa yang iya kenakan. Terus merapihkan bajunya.
“Sudah, lama-lama kamu akan terbiasa mengenakan baju seperti ini nantinya.” Bisik Wardani di telinga Marsya yang kala itu peka melihatnya tidak merasa nyaman.
“Sayaaaang! Aku sudah pulang.” Teriak manja Wardani dari pintu menuju ruang tamu. Karena ia melihat tuan Agung suaminya sedang duduk membaca koran sambil minum segelas teh.
“Kamu sudah pulang. Kenapa sepertinya kamu sangat ceria sekali.” Tanya tuan Agung.
“Sayang kamu lihat siapa yang aku bawa ke sini.” Ucap Wardani yang kala itu sedang merangkul bahu tuan Agung dari belakang.
“Siapa?” tuan Agung menoleh ke arah dimana Wardani tadi datang. “Sayang, siapa wanita itu?” tanya tuan Agung yang tak henti melihat Marsya dari atas sampai ujung kakinya.
“Masa kamu lupa, dia itu Marsya. Yang akan melahirkan penerus kita.” Wardani memberitahu sambil berjalan dan duduk di samping tuan Agung.
Sedangkan Marsya hanya berdiri senyum dan menganggukkan kepalanya.
“Apa kamu serius, sudahlah apa tidak sebaiknya kamu saja yang melahirkan anak kita.” Tuan Agung berkata dengan wajah yang serius sambil memegang tangan Wardani.
Wardani cemberut, ia menepis tangan tuan Agung yang memegang tangannya. “Tidak. Aku tidak ingin hamil dan punya anak, itu sangat melelahkan dan merepotkan untukku. Apa kamu mau aku menjadi jelek dan tua nanti.”
“Baiklah. Jika itu yang kamu mau, aku bisa apa. Istriku tercinta.” Sambil mencubit dan kemudian mencium bibir Wardani yang kala itu sedang cemberut dan Wardani pun membalas ciuman dari suaminya tuan Agung.
Marsya heran dan membulatkan kedua bola matanya, lalu ia menutup mata dengan kedua tangannya.
Wardani berdiri, ia berjalan mendekati Marsya. “Kamu kenapa, tutup mata. Sudah lepaskan, tidak perlu menutup matamu.”
“Ta-tapi saya belum pernah melihat seperti itu.” Jawab Marsya gugup.
“Haha! sayang kamu salah mencari calon ibu buat anak kita sepertinya.” Ucap tuan Agung sambil tertawa geli.
“Tidak. Justru dia ibu yang bagus buat calon ibu dari anak kita nanti.” Sambung Wardani sambil mengajak Marsya duduk di sofa.
“Nona, aku belum mengerti apa-apa. Gimana jika aku gagal menjadi seorang ibu untuk kalian.” Ucap polos Marsya.
“Tidak, aku akan menjaga kamu dan selalu memperhatikan kamu.” Sambung Wardani.
Dengan wajah yang serius Wardani berkata. “Jika sudah menikah nanti kalian berdua harus berjanji kepada saya, diantara kalian tidak ada yang namanya saling jatuh cinta. Dan kamu tidak boleh jatuh cinta dengan gadis ini yang sayang.”
“Iya dong. Mana mungkin aku jatuh cinta dengan gadis polos seperti ini. Seperti wanita diluar sana yang memikat, tapi hati ini tetap berlabuh kepada kamu istri ku.” Tuan Agung membelai rambut Wardani. Dan lagi-lagi dunia serasa milik berdua.
“Besok kita akan melangsungkan pernikahan kalian.” Ucap Wardani sambil melepaskan tuan Agung yang dari tadi lengket seperti perangko.
Mendengar kata pernikahan, Marsya teringat dengan Ayahnya yang gila judi dan mabuk-mabukan. Merasa tidak ingin Ayah atau Ibunya mengetahui apa yang akan terjadi Marsya memohon kepada Wardani.
“Nona, saya tidak ingin di wali kan oleh Ayah saya. Karena saya sudah tidak menganggap diri saya masih memiliki seorang Ayah.”
“Sudah, kamu tenang saja saya sudah membayar wali buat kamu. Sekarang kamu pergi ke kamar atas dan beristirahatlah, semua baju-baju sudah saya siapkan di lemari jadi kamu tidak perlu membawa apa-apa. Dan nanti saya akan menyuruh asisten saya untuk membantu kamu di atas, kamu bisa bertanya kepadanya jika ada yang belum kamu pahami nanti.” Wardani memberitahu Marsya dengan wajah yang serius.
“Baik nona. Kalau begitu saya pamit tidur dulu.” Marsya berbalik badan meninggalkan Agung dan Wardani yang saat itu sedang duduk berdua di sofa.
"Ya Allah. Semoga semua yang saya lakukan tidak salah." Gumam Marsya pelan sambil melangkahkan kakinya menaiki anak tangga.
...Bersambung....
...Terimakasih sudah mampir..😊😉...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Endang Bukhori
Salahlah gak sah nikah kok gak mau diwaliin ayah kandungnya.
2021-12-07
0
Ana Yulia
hadir thor semangat 💪❤️
salam dari karyaku, Khanza & Gracio
2021-11-17
2
MandaNya Boy Arbeto❤️
cihhh🙄🙄
yakin GK bakal tertarik mas agung😏😏
awas kl bucin...
2021-11-04
1