Berdebat dengan Ayah.

Part 03

______

Marsya mengepal kedua tangannya, menatap tajam wajah Ayahnya. Bibir yang gemetar tak mampu menahan amarah yang menggelegar di dalam hatinya. “Ayah sangat kejam ke kami! Seharusnya Ayah yang memberikan kami uang, bukan Marsya."

Plaaak!!

Ayahnya melayangkan tamparan tepat di pipi Marsya.

"Diam kau, seharusnya kau itu terlahir sebagai laki-laki! Tapi ibumu malah melahirkan anak perempuan." Dalam keadaan mabuk, Ayahnya berbicara dengan nada tinggi sambil menunjuk ke arah Marsya. Kemudian berbalik arah sambil memegang lengan ibunya dengan tatapan yang setengah mabuk, "Dan kau lihat ini anak perempuanmu dan hasil didikan kamu."

Setelah berkata seperti itu kepada Ibu Surtek, Ayahnya berbalik badan melangkahkan kedua kakinya meninggalkan kamar Ibu Surtek.

Ibu Surtek seperti sudah biasa tegar menghadapi suaminya, Ibu Surtek menarik nafas diam-diam dengan kedua kaki mendekati Marsya. “Nak. Perbuatan Ayah kamu jangan dimasukkan ke dalam hati, mungkin Ayah kamu tidak bermaksud berbicara seperti itu dan berbuat kasar kepada kita.”

Marsya berbalik badan menatap Ibu Surtek, mencoba tegar dan menahan amarah yang tersirat dari wajahnya. “Tidak perlu di bahas lagi, yang paling penting Ibu harus istirahat. Dan berbaring dulu biar Marsya obati luka yang dibuat oleh Ayah.”

Marsya berjalan mengambil kotak obat yang berada di atas lemari baju Ibu Surtek.

Setelah selesai mengobati luka Ibunya, Marsya meletakkan kotak obat di atas meja yang berada di dalam kamar Ibu Surtek. “Sudah malam Ibu harus tidur, tentang Ayah tidak perlu Ibu pikirkan.” Marsya membaringkan dan menyelimuti tubuh Ibu Surtek.

Ibu Surtek melirik Marsya yang pergi berjalan dengan keadaan kepala yang tertunduk. “Nak. Ibu harap kamu tidak kecewa dengan ucapan dan perlakuan Ayah kamu.”

Marsya menghentikan langkah kakinya, sejenak ia terdiam mendengar perkataan Ibunya. “Bukankah Ayah seperti itu, Ibu tidak perlu cemas yang terpenting, Ibu harus segera tidur karena Marsya sudah mulai mengantuk dan ingin cepat tidur.”

Marsya berjalan cepat menuju kamarnya.

Blam!

Marsya menutup pintu kamar kuat.

Marsya yang kala itu sedang berargumentasi dengan dirinya sendiri menatap langit dari jendela yang terbuat dari potongan kecil-kecil bambu tersusun rapih bagai jerjak.

“Ayah sungguh keterlaluan, sifat dan sikapnya tidak pernah berubah. Jika dia tidak suka padaku kenapa dia terus-terusan menghinaku, aku ini anaknya bukan orang lain. Apa salah jika anak manusia terlahir dengan takdir yang sudah di tentukan Allah, suka heran dengan manusia yang selalu merasa kurang dan tidak tahu bersyukur.

Aku kasihan melihat Ibu, dari aku kecil Ibu selalu mati-matian mengurus dan membiayai semuanya. Sampai aku besar pun Ibu belum pernah merasakan nikmat dari hasil yang dia peroleh sendiri. Apakah sebaiknya aku terima tawaran sepasang suami istri orang kaya tersebut.

Aakkh! Entah apa yang aku pikirkan, sebaiknya aku tidur saja.”

...Pukul 06:00 pagi....

...😉...

Ibu Surtek terbangun dari ranjangnya, dengan hidung yang mengendus. “Wangi sekali, seperti wangi ikan nila dan sambal belacan.”

Ibunya berjalan perlahan menuju dapur rumah, ia melihat Marsya sedang menggoreng ikan sangat pagi sekali. Tepat pukul 06:00, Marsya sudah hampir selesai memasak.

Ibunya terus berjalan menuju dapur, “Hem! Harum sekali.” Ibunya berkata dari belakang Marsya.

Marsya yang masih fokus menggoreng terkejut. Marsya memegang jantung nya dan berbalik sebentar lalu melanjutkan masakannya. “Ibu buat kaget Marsya saja, Marsya kira siapa?”

Ibu Surtek duduk di meja makan yang berukuran satu meter dan bangku yang mulai rapuh tak jauh dari tempat penggorengan masak Marsya.

“Kenapa cepat sekali kamu memasak, jam berapa kamu bangun dan membeli sayuran segar ini ke pasar Nak?”

Marsya yang sudah selesai memasak meletakkan masakannya di atas meja. Sambil menuangkan sedikit makan serta ikan nila dan yang lainnya Marsya menjawab pertanyaan Ibu Surtek.

“Jam 05:00 pagi Bu. Sudah mari kita makan, nanti Marsya mau ke rumah wanita itu lagi. Mau membahas pekerjaan, sudah waktu nya Marsya membuat Ibu bahagia.”

Saat menikmati santap makan pagi tiba-tiba Ibunya teringat, “Oh ya Nak! Ayahmu sudah kamu sisain belum….”

Braakk!!

Braak!!

“Sial aku kalah lagi! Akkhhqq.” Ayahnya datang sambil menghancurkan semua barang yang ada di rumah.

Marsya yang terkejut mendengar suara amukan sang Ayah dan barang yang di hempaskan di atas lantai. “Ibu, ada apa dengan Ayah?”

“Iya Nak, ibu juga terkejut paling ayahmu kalah lagi.” Ucap ibu yang masih memegang dadanya karena terkejut mendengar suara keributan yang dibuat oleh Ayahnya sendiri.

Ayahnya dalam keadaan mabuk berteriak sambil duduk di kursi ruang tamu saling berdekatan dengan kamar dan memanggil nama Istrinya.

“Surtek! Surtek! Dimana kau? Aku butuh uang lagi ini, aku gak terima dikalahkan oleh mereka semua.”

Mendengar teriakan sang Ayah yang terlihat sangat kasar, Marsya menahan Ibunya. “Ibu disini saja, biar Marsya yang menghadapi Ayah.”

Ibu Surtek menganggukan kepalanya menatap cemas wajah Marsya yang terlihat sedang menahan amarah.

Dengan penuh amarah Marsya keluar dari ruang dapur sekaligus tempat untuk makan di rumah mereka.

Marsya sangat kesal, menatap tajam wajah Ayahnya sambil meluapkan apa yang ada di hatinya. “Kenapa Ayah menghancurkan ini semua, tidak bisakah Ayah pulang dengan keadaan baik. Apa yang ada dipikiran Ayah?

Lihat ibu itu sedang sakit, apa Ayah tidak mau menyenangkan hati Ibu walau hanya dalam 5 menit saja. Asal pulang ke rumah selalu seperti ini, kita bukan orang kaya Ayah. Kami tidak punya uang untuk memperbaiki ini semua dan memberi uang untuk Ayah, jika Ayah ingin uang sebaiknya bekerja.”

Ayahnya tertegun lalu berdiri perlahan mendekati Marsya, kemudian mengangkat tangannya mendaratkan tamparan di pipi Marsya.

Plakk!!

“Berani kau berkata seperti itu kepada aku. Dasar anak gak tau diri, kau pikir kau siapa? Aku sudah capek membesarkanmu. Sekarang tugasmu untuk membalikkan semua apa yang pernah aku berikan ke kamu.” Bentak sang Ayah.

Marsya mengepal sebelah tangan kiri dan tangan kanan memegang pipi bekas tamparan, “Apa! Apa rupanya yang telah Ayah berikan kepada Marsya dan Ibu, tidak ada Ayah. Justru Ibulah yang banting tulang demi membiayai kehidupan kita, sedangkan Ayah cuman taunya mabuk dan bermain judi. Ayah juga….”

Plaaak!!!

Ayahnya menampar pipi Marsya yang lain.

Mendengar tamparan yang sangat kuat di layangkan di kedua pipi Marsya, Ibunya berlari dari dapur sambil berteriak. “Cukup! Cukup. Apa yang kamu lakukan kepada anak kita. Dia itu benar, kamu yang tidak pernah berubah Mas. Tidak kau lihat anak kita ini sudah bersusah payah untuk mencukupi kehidupan kita.”

Ibunya memeluk Marsya yang kala itu sedang berdiri menatap sang Ayah sambil memegang kedua pipi yang di tampar oleh sang Ayah.

“Kamu lihat, ini lah hasil didikan yang kamu berikan ke anakmu. Sehingga ia sering melawan kepada Ayahnya sendiri. Gak ada gunanya berdebat dengan kalian, lebih bagus aku pergi dari rumah busuk ini.” Dengan lantang Ayahnya berbicara sambil berbalik badan dan melangkahkan kakinya keluar dari rumah.

Ibu Surtek menatap wajah Marsya dan membelai lembut rambutnya. “Nak. Kamu tidak apa-apa?”

Marsya hanya menggelengkan kepalanya, lalu ia menatap wajah Ibu Surtek. “Ibu. wajah Ibu sangat pucat, mari duduk di kursi.” ajak Marsya menggandeng tangan ibunya pelan-pelan menuju kursi.

Belum sampai di kursi tiba- tiba Ibunya pingsan. Membuat Marsya panik." Ibu! Ibu!"

****

...Di Rumah Sakit....

...🏥...

Di atas ranjang rawat inap Ibunya terbaring lemah kedua mata Ibu Surtek terpejam, namun bibir terus berkata. “Marsya! Marsya!”

Ibu Surtek terus mengigau sampai kedua mata Ibunya terbuka secara perlahan menatap sendu wajah Marsya. Melihat Ibunya sudah sadar, Marsya tersenyum. “Ibu sudah sadar, Marsya disini Ibu jangan kuatir."

“Dokter! Dokter! Ibu saya sudah bangun.” Teriak Marsya sambil mengeluarkan kepalanya sedikit dari pintu ruangan rumah sakit.

Mendengar teriakan Marsya, para Suster dan Dokter berlari menuju ruangan rawat Ibunya.

Marsya yang menunggu diluar ruangan hanya mondar mandir sambil menggenggam tangannya sendiri.

20 menit kemudian pintu ruangan Ibu Surtek terbuka, tak lama Dokter dan para Suster juga ikut keluar. Mereka berdiri di hadapan Marsya dengan wajah yang kurang menyenangkan untuk dilihat.

Marsya yang sedikit panik dan gugup bertanya, “Dokter, kenapa ibu saya? Apa! Apa ibu saya baik-baik saja.”

“Nanti kalian tolong rontgen bagian tubuh Ibu Surtek. Lalu berikan kepada saya, saya tunggu kalian di ruangan saya.” Tegas Dokter kepada para Suster yang membantu Dokter tersebut.

“Baik Dokter.” jawab serentak para Suster dan berjalan meninggalkan Dokter yang masih berdiri bersama Marsya.

Marsya yang panik bertanya sambil memegang tangan Dokter. “Dok, jawab Dokter.”

Dokter mengajak Marsya menuju ruangan agar lebih mudah menjelaskan apa yang terjadi dengan Ibunya. “Mari keruangan saya dulu, di sana saya akan memberitahukan semuanya kepada kamu.”

Marsya mengikuti Dokter dari belakang. Pikirannya berkecambuk, dia hanya mengepal kedua tangannya dengan sangat kuat dengan kepala yang tertunduk.

Marsya dan Dokter terus berjalan sampai di depan ruangan Dokter membuka pintu sambil berkata. “Marsya silahkan duduk." Dokter menarik bangkunya kemudian duduk, kemudian mempersilahkan Marsya duduk juga.

Dokter wanita menggelengkan kepalanya dengan wajah yang cemas Dokter wanita memberitahu Marsya. “Sepertinya kita sudah tidak banyak waktu lagi!”

Marsya yang panik, menarik tangan Dokter wanita. “Maksud Dokter apa?”

Dokter wanita menyambung ucapannya yang sempat terhenti. “Sepertinya kanker Ibu kamu bertambah parah dan sudah menjalar ke seluruh bagian tubuhnya. Kita harus segera mengoperasi buat Ibu kamu segera

” Tegas sang Dokter.

“Apa Dok!” Marsya duduk mundur dan melepaskan genggamannya tangannya.

Tok!

Tok!

"Masuk” Sahut Dokter wanita melihat ke arah pintu.

“Dok! Ini hasilnya Ibu Surtek.” ucap Suster memberikan sebuah amplop besar berwarna coklat kepada Dokter wanita.

Dokter wanita mengambil amplop besar hasil rontgen Ibu Surtek, dari tangan Suster yang berdiri di samping mejanya. “Terimakasih! ”

Suster hanya menunduk dan perlahan mundur dan keluar dari ruangan.

Marsya hanya memandangi amplop coklat yang di pegang Dokter, merasa tidak puas hanya memandang. Marsya pun mulai bertanya kembali. “Hasil apa yang sedang Dokter pegang?”

Dokter mengeluarkan hasilnya dari sebuah amplop besar berwarna coklat. Terlihatlah sebuah gambar yang berwarna hitam dan gambar yang sangat mengganas hampir memenuhi paru-paru sang Ibu.

“Ini adalah hasil foto rontgen Ibu kamu, kamu sudah melihatnya yang ini.” Dokter wanita menunjukkan gambar kanker yang semakin menjalar dengan ganas di paru-paru ibunya.

“Dok! Apa sudah seburuk itu?” tanya Marsya dengan nada putus asa.

“Ini sudah stadium akhir, Ibu kamu pasti mengalami berbagai macam tekanan atau batin yang sangat teramat dalam. Sehingga membuat kanker ini menjalar begitu cepatnya." Dokter memberitahu dengan pandangan mata yang menurun.

“Dok! Jika saya punya uang sekarang, apakah kamu berjanji akan menyelamatkan ibu saya." Marsya menggenggam kembali tangan Dokter wanita, sehingga tak menyadari air matanya menetes ke pipinya.

Dokter wanita membalas genggaman tangan Marsya, “Saya tidak bisa berjanji, saya hanya mengupayakan yang sebaik mungkin untuk Ibu kamu. Tapi untuk semuanya pasrahkan kepada Allah karena dia yang mempunyai kehendaknya.”

“Dok! Tolong jaga Ibu saya sebentar ya? Saya akan kembali dengan secepatnya.” Jawab Marsya yang tiba-tiba bangkit dari kursinya lalu berbalik membelakangi dan berjalan keluar dari ruangan Dokter wanita.

Dokter wanita hanya menggelengkan pelan kepalanya ketika melihat Marsya yang pergi keluar dari ruangannya. Marsya terus berjalan dan melihat sebuah jam yang menempel di dinding rumah sakit. ia melihat jam tersebut menunjukkan pukul 08:45 pagi. Tanpa pikir panjang Marsya terus berjalan.

Setibanya di depan luar rumah sakit ia menyetop sebuah angkut yang mengarah langsung ke terminal. Waktu terus berjalan, tidak tahu apa yang telah di pikirkan oleh Marsya! Tapi kelihatan dari wajahnya ia cukup serius dengan apa yang akan ia perbuat hari itu.

Hampir satu jam tepat pukul 09:40 pagi ia sampai di sebuah terminal. Dengan menarik nafas panjang ia berjalan keluar dari terminal.

...Bersambung....

...Terimakasih sudah mampir 😊😉...

Terpopuler

Comments

lovely

lovely

. maraton bacanya thour😜😜

2022-05-16

0

ngautabby

ngautabby

apa ronsen?

2022-01-07

0

ngautabby

ngautabby

apa ronsen?

2022-01-07

0

lihat semua
Episodes
1 Di Rumah Sakit
2 Pertemuan.
3 Berdebat dengan Ayah.
4 Syarat
5 Merubah penampilan.
6 Rumah baru.
7 Terpaksa menikah.
8 Aku bukan istrimu.
9 Siapa pembunuh ibuku
10 Sopan santun hari ini hilang.
11 Minta jatah.
12 Tertangkap
13 Gantengnya.
14 Tanda merah
15 Wardani pergi ke Bali.
16 Suara apa itu tuan?
17 Wardani ketahuan selingkuh
18 Tuan Agung dan Marsya di fitnah.
19 Marsya di dorong.
20 Selang oksigen Marsya di gunting.
21 TPU
22 Tuan Agung memang hebat.
23 Jumpa Fans
24 Tisu berserakan.
25 Saya Masih perjaka bukan perawan
26 Telepon dari siapakah itu?
27 Apartemen Surya di kota S
28 Rumah Sakit kota S
29 Demi bunga mawar merah muda.
30 Flashback
31 Ukuran tidak menjamin.
32 Kalau begitu ceraikan dia.
33 Ada bidadari di Vila
34 Lemas.
35 Di Hotel
36 Bandara.
37 Gedung Putih
38 Kamu memang lemah
39 Berbelanja.
40 Salah membangunkan
41 PT.Jaya.
42 Kabur dari sel tahanan.
43 Burung yang tidak bersayap.
44 Pikiran Marsya.
45 Baju gaun sexy.
46 Di dalam kamar.
47 Luar biasa
48 Toko perhiasan.
49 Wardani menyerahkan diri.
50 Dalam kamar.
51 Amplop yang sama datang.
52 Linglung di buat surat.
53 Keras kepala.
54 Jangan pergi tanpa pesan.
55 Akhirnya Tarjok menikah.
56 Kopi penambah stamina.
57 Wisata Alam.
58 Tidak mungkin.
59 Jangan Buat Nona bersedih
60 Biasanya kalau ibu hamil Ngidam.
61 3 bulan telah berlalu.
62 Hasil USG.
63 Hati menjadi gusar.
64 Telepon nomor Luar.
65 Ronde yang tertunda.
66 Marsya melahirkan.
67 Rutan Khusus Perempuan (Tamat)
Episodes

Updated 67 Episodes

1
Di Rumah Sakit
2
Pertemuan.
3
Berdebat dengan Ayah.
4
Syarat
5
Merubah penampilan.
6
Rumah baru.
7
Terpaksa menikah.
8
Aku bukan istrimu.
9
Siapa pembunuh ibuku
10
Sopan santun hari ini hilang.
11
Minta jatah.
12
Tertangkap
13
Gantengnya.
14
Tanda merah
15
Wardani pergi ke Bali.
16
Suara apa itu tuan?
17
Wardani ketahuan selingkuh
18
Tuan Agung dan Marsya di fitnah.
19
Marsya di dorong.
20
Selang oksigen Marsya di gunting.
21
TPU
22
Tuan Agung memang hebat.
23
Jumpa Fans
24
Tisu berserakan.
25
Saya Masih perjaka bukan perawan
26
Telepon dari siapakah itu?
27
Apartemen Surya di kota S
28
Rumah Sakit kota S
29
Demi bunga mawar merah muda.
30
Flashback
31
Ukuran tidak menjamin.
32
Kalau begitu ceraikan dia.
33
Ada bidadari di Vila
34
Lemas.
35
Di Hotel
36
Bandara.
37
Gedung Putih
38
Kamu memang lemah
39
Berbelanja.
40
Salah membangunkan
41
PT.Jaya.
42
Kabur dari sel tahanan.
43
Burung yang tidak bersayap.
44
Pikiran Marsya.
45
Baju gaun sexy.
46
Di dalam kamar.
47
Luar biasa
48
Toko perhiasan.
49
Wardani menyerahkan diri.
50
Dalam kamar.
51
Amplop yang sama datang.
52
Linglung di buat surat.
53
Keras kepala.
54
Jangan pergi tanpa pesan.
55
Akhirnya Tarjok menikah.
56
Kopi penambah stamina.
57
Wisata Alam.
58
Tidak mungkin.
59
Jangan Buat Nona bersedih
60
Biasanya kalau ibu hamil Ngidam.
61
3 bulan telah berlalu.
62
Hasil USG.
63
Hati menjadi gusar.
64
Telepon nomor Luar.
65
Ronde yang tertunda.
66
Marsya melahirkan.
67
Rutan Khusus Perempuan (Tamat)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!