Part 02
__________
Pagi pun menyapa, Marsya yang kala itu sangat lelah tidak sadar kalau sudah pagi. Ia masih merebahkan tubuh mungilnya di atas bangku panjang rumah sakit.
Suster wanita berjalan masuk dengan kedua tangan yang mendorong troli tempat makanan. “Permisi. Ini obatnya dan ini sarapan buat Ibu Surtek.” Ucap sang suster sambil meletakkan obat dan makanan di meja.
Mendengar suara Suster wanita yang menyapa dirinya yang masih terbaring di atas bangku panjang, Marsya membuka perlahan kedua mata indah. “Hem. Sudah jam berapa Sus’.” Tanya Marsya sambil merenggangkan badannya.
Suster wanita tersenyum manis menjawab pertanyaan Marsya, “Sudah jam delapan pagi Nona, sebaiknya Ibu Surtek di bangunkan untuk sarapan dan saya permisi keluar.”
"Terimakasih. Suster."
Marsya bangkit dari bangku panjang, mendekati sang ibu yang kala itu masih tertidur lelap di atas ranjang rawat inap rumah sakit. Marsya menggoyangkan tubuh Ibu Surtek.
“Ibu, ibu sudah pagi! Mari makan dan minum obat.”
Ibu Surtek terbangun akibat goyangan dari kedua tangan Marsya yang menggoyang tubuhnya.
“Apakah Ibu sudah bisa pulang?”
Marsya membantu Ibu Surtek untuk duduk. "Ibu makan dulu nanti akan Marsya tanyakan.” Jawab Marsya dengan tangan yang memegang piring yang berisi lauk pauk.
...20 menit kemudian....
...🐾🐾...
Marsya berdiri di samping ranjang rawat inap, tangannya membantu Ibu Surtek untuk kembali beristirahat. “Ibu, sekarang baringkan badan sebentar, nanti Marsya tanyakan apa Ibu bisa pulang hari ini.”
Ibu Surtek meraih tangan Marsya, menatap penuh harapan. “Usahakan pulang hari ini ya Nak, soalnya Ibu tidak suka berlama-lama di rumah sakit."
Marsya memegang punggung tangan Ibunya. “Iya, sudah jangan di pikirkan lagi. Marsya mau keluar dulu.”
...Di depan kasir....
...🌾...
Marsya berdiri di depan kasir rumah sakit. “Sus’, untuk ruangan Mawar 12 berapa biayanya?” Tanya Marsya.
“Tunggu sebentar ya?” Jawab Suster wanita yang berjaga di kasir.
Suster wanita yang berjaga di kasir menatap wajah Marsya. "Untuk ruangan Mawar 12, dikenakan biaya sebesar tujuh juta rupiah. Belum termasuk tambahan obat. Apakah ingin membayar sekarang?”
Marsya hanya bisa menjawab dengan bibir tersenyum. “Tunggu sebentar lagi ya Suster, Saya mau keluar dulu.” Ucap Marsya sambil membalikkan badannya dan pergi keluar dari Rumah sakit.
...Di sebuah taman yang berada tidak jauh dari Rumah Sakit....
...💃🏻💃🏻...
Marsya sedang duduk di bangku taman, wajahnya terlihat cemas menatap lurus setiap orang yang berlalu lalang dihadapannya. Marsya menundukkan sedikit pandangannya menatap 2 lembar uang berwarna merah yang berada di dalam genggamannya.
“Harus kemana aku mencari uang buat biaya Ibu keluar dari rumah sakit, uang yang aku pegang saat ini hanya 200 ribu. Tidak cukup untuk membayar atau menebus biaya buat ibu.”
“Kenapa Dek, apakah kamu sedang merasa kesulitan!” Tanya sang wanita dengan memakai baju gaun pendek, wajah manis serta rambut yang bergelombang yang tiba-tiba datang dari belakang.
Wanita tersebut memberikan sebuah kertas berwarna putih, ternyata kertas itu adalah sebuah bon pembayaran rumah sakit. “Kamu jangan bersedih lagi, karena biaya rumah sakit Ibu kamu sudah saya bayar. Dan kamu jangan sungkan, saya tidak bermaksud buruk, tadi saya melihat kamu keluar dari rumah sakit dengan wajah sedih dan mengikuti sampai ke sini." Wanita tersebut mengeluarkan amplop coklat. "Dan satu lagi ini buat kamu.”
Marsya yang masih bingung mengulurkan tangannya mengambil bon dan amplop berwarna coklat dari tangan wanita tersebut. “Terimakasih.”
Setelah amplop dan bon di ambil Marsya, wanita tersebut tersenyum menatap wajah Marsya.
“Tapi ini tidak gratis, ada syarat dari semua yang saya berikan ke kamu! Jika kamu bersedia saya akan membayar semua biaya ibu kamu termasuk biaya operasi dan lain sebagainya. Tapi jika tidak saya akan menarik semuanya. Jika kamu setuju datang ke rumah saya, ini Alamat rumah saya." Wanita tersebut memberikan kertas kecil yang bertulisan Alamat rumah.
Wanita tersebut berbalik badan, wajahnya menoleh sedikit menatap Marsya yang masih terlihat bingung. "Ingat kamu punya hutang kepada saya sebesar tujuh juta dan di dalam Amplop itu ada lima juta lagi buat membeli obat kamu.”
Marsya menolak tawaran gratis dari wanita tersebut dengan berpikir uang yang di berikan wanita tersebut sebagai hutang yang harus segera di lunasi nya.
"Maaf. Saya menolak syarat yang Anda berikan, saya janji akan melunasi hutang-hutang saya.”
Wanita tersebut menaikkan alis kirinya, “Baiklah jika kamu menolak, saya akan ambil kembali uang saya dan terserah kamu bagaimana cara membayarnya nanti. Dan satu hal saya tidak suka mendengar kata menyicil.” Tegas wanita cantik tersebut.
Wajah Marsya berubah menjadi panik, “Baik, kalau gitu saya akan ke rumah Anda nanti tapi setelah selesai pengurusan ibu saya.”
...Di dalam Ruang rawat inap....
...🌷🌷...
Marsya berlari dengan wajah gembira, dengan tangan yang memegang bon bukti pembayaran dan 1 kantung plastik yang berisi obat. “Ibu mari kita pulang, Marsya sudah mendapat uang dan membeli obat buat ibu di rumah nanti.”
“Nak, jika ibu boleh tahu kamu mendapatkan uang sebanyak itu dari mana?” Tanya lembut Ibu Surtek kepada Marsya.
Marsya yang masih dalam keadaan gembira mencoba memberitahu Ibu Surtek. “Tadi ada seorang wanita cantik dan kaya memberikan itu semua, dengan satu syarat Marsya nanti akan ke rumahnya. Mungkin Marsya mau di beri pekerjaan Bu’.”
“Nak, tapi ibu kuatir masa bisa sebaik itu?”
...2 jam kemudian...
...😥...
Sesampainya di rumah, bukan sambutan hangat dan pertanyaan yang kekhawatiran yang di dapat oleh Marsya dan Ibunya setelah 2 hari tidak pulang ke rumah. Malah keadaan rumah yang sangat berantakan, dengan wajah seorang ayah yang begitu sadis menyambut mereka.
“Kalian dari mana saja, apa kalian tidak berpikir, aku ini sudah makan atau belum.” Bentak Ayahnya yang duduk di kursi dengan kedua kaki yang di letakkan di atas meja.
“Ayah! ibu kemarin sakit jadi Marsya…” Marsya memberitahu tapi ucapannya terhenti.
Ayahnya berdiri, berjalan mendekati Marsya dengan tangan kanan yang di ulur panjang. “Alah, Ibu kamu itu memang menyusahkan saja kerjanya. Sekarang mana duit, cepat berikan ayah mu ini uang.”
“Ayah harus bertaubat jangan seperti ini. Lihat ibu, kasihan dia.” Keluh Marsya.
Ayahnya tak menghiraukan ucapan Marsya, tangannya merampas tas yang dipegang Marsya. “Aku tidak ingin tahu tentang Ibumu. Sekarang yang aku inginkan hanya uang.”
“Jangan Ayah, jangan.” Marsya mencoba untuk mempertahankan tasnya, namun Marsya tidak kuat menahan Ayahnya yang terus menarik tas yang ia pegang.
Ayahnya menggeledah isi tas Marsya, terlihatlah amplop coklat yang diberi oleh wanita tadi. Ayahnya mengeluarkan amplop coklat tersebut sambil berkata. “Ini apa! Mau coba-coba menipu Ayahmu. Ternyata duit kamu banyak juga, sering-sering seperti ini ya.” Ayahnya menepuk bahu Marsya sambil berbalik badan.
Dengan wajah yang cemas Marsya berkata. “Tapi Ayah, itu untuk pengobatan ibu...” ucap Marsya terhenti.
Ayahnya mencampakkan beberapa lembar uang ke muka Marsya dan pergi melangkahkan kakinya dari rumah.
“Ini! Segini saja cukup jangan banyak-banyak, karena ibu kamu nanti bakalan mati juga.”
Sambil melihat Ayahnya pergi, Ibu Marsya mendekat sambil berkata. “Nak, maafkan Ayahmu.”
"Sudah Bu mari kita masuk dan jangan hiraukan yang tadi.” Marsya mengambil tas yang terjatuh dan membawa Ibunya masuk ke dalam kamar.
“Ibu, nanti Marsya ingin bertemu wanita yang memberikan uang itu kepada Marsya. Ibu harus hati-hati di rumah dan ini obat serta minum buat ibu sudah Marsya letakkan di atas meja, supaya ibu gampang mengambilnya.” Ucap Marsya dengan lembut dan tetap tersenyum.
Melihat Marsya pergi ibunya berkata dengan ekspresi wajah yang sedikit cemas. “Nak, kamu hati-hati ya. Ibu tiba-tiba kuatir niat wanita itu kayaknya tidak bagus untuk mu.”
“Sudah ibu tenang saja, Marsya pergi dulu.” Marsya mengecup kening ibunya.
Dan melangkahkan kakinya berjalan keluar dari rumah. Marsya berjalan terus sampai langkah kakinya terhenti di pinggiran jalan sambil menunggu angkutan umum Marsya melihat alamat tersebut lalu menghentikan angkutan umum yang sudah nampak di depan mata.
Satu jam perjalanan ia menaiki angkot, Marsya pun berhenti di terminal dan menanyakan di mana alamat tersebut, ternyata alamat itu tidak jauh dari terminal. Ia berjalan lurus dan berhenti di sebuah rumah mewah.
Langkah kakinya terhenti di depan gerbang rumah mewah. “Apa aku tidak salah, apakah memang ini rumah yang dimaksud dari alamat tersebut.” Gumam Marsya sambil melihat sebuah kertas yang bertulisan tentang Alamat wanita itu.
Tin!
Tin!
Tin!
( suara klakson )
Mendengar suara klakson Marsya langsung minggir, mobil itu melewati Marsya dan masuk ke arah rumah mewah tadi.
Melihat mobil itu masuk ke dalam rumah mewah itu, Marsya berkata. “Itu ada orang yang masuk, sebaiknya aku tanyakan pada mereka saja.” Marsya berjalan cepat memasuki gerbang rumah mewah itu.
Tap!
Tap!
( suara menutup pintu mobil )
Terlihat seorang lelaki tampan dan di susul seorang wanita cantik dan ternyata wanita itu adalah wanita yang berjumpa dengan Marsya saat di rumah sakit.
“Nona, apakah kamu ingat saya.” Ucap Marsya berlari menghentikan langkah wanita itu.
Wanita itu berhenti berbalik badan memandangi Marsya. “Oh! Kamu datang juga, iya saya ingat kamu dan mari masuk.” ucap wanita tadi mempersilahkan masuk.
Merasa seperti mimpi bisa memasuki rumah mewah dan megah, Marsya tak henti-hentinya memandangi keindahan rumah tersebut. Di depan teras Marsya melepaskan sandal kotornya.
“Sudah pakai saja, mari masuk.” Ucap wanita itu yang melihat Marsya melepaskan sendalnya.
“Tapi sandal aku sangat kotor nanti lantainya bisa jorok.” Jawab Marsya dengan wajah polosnya.
“Sudah tidak apa-apa, sudah mari silahkan masuk.” Wanita tersebut mempersilahkan masuk Marsya dengan senyuman.
Marsya mengikuti langkah kaki wanita dari belakang dan terhenti di sebuah ruang tamu yang sangat mewah dengan sofa yang lembut.
Wanita tadi memperkenalkan diri. “Ini rumah saya dan lelaki tadi adalah suaminya. Kamu silahkan duduk di sana.”
“Bibi, tolong bawakan minum ke sini.” ucap wanita tadi memanggil pembantu nya.
“Tidak perlu di buatin minum, saya ke sini hanya datang untuk menepati janji saya ke nona.” Ucap Marsya malu-malu.
Datang seorang pria tampan mendekati wanita yang sedang duduk di sofa, kedua tangannya memegang bahu wanita tersebut. “Sayang wanita ini siapa?”
“Sayang, mari saya kenalkan ini adalah anak yang saya bicarakan kemarin.” Jawab wanita tersebut sambil memandang wajah pria yang sedang berdiri di belakangnya.
Wanita tadi mengulurkan tangan ke Marsya dan berkata. “Perkenalkan nama saya Wardani Ningsih dan dia suami saya Agung Laksmana. Kalau nama kamu siapa?” Tanya Wardani.
Marsya menyambut tangan wanita tadi dan menjawab. “Nama saya Marsya Aulia.” Memperkenalkan diri sambil menundukkan kepalanya. Marsya menatap Wardani, "Jika saya boleh tahu, pekerjaan apa yang akan Anda berikan ke saya."
“Kerjaan kamu hanya memberikan satu keturunan dari suami saya.” Jawab Wardani tanpa ragu.
“Apa? Tapi saya belum menikah dan belum pernah melahirkan dan saya tidak mau itu.” Marsya menolak dengan ekspresi wajah yang marah.
“Baik, jika kamu tidak mau menerima syarat dari saya, maka kembalikan uang saya sebesar 50 juta. Uang itu sudah termasuk bunganya.” Tegas Wardani dengan senyum licik yang terpancar.
Tuan Agung menyela pembicaraan Wardani sambil berkata. “Wardani sayang, apakah kamu tidak salah ia menjadi calon Ibu buat anak-anak kita?”
Wardani menolehkan wajahnya menatap Agung. “Walau pun tampangnya kumuh, tapi dia bagus buat melahirkan keturunan dari kamu.”
Mendengar perkataan Wardani, Marsya bingung dengan wajah yang panik ia bertanya. “Apa 50 juta! tapi uang yang nona berikan tidak sebesar itu dan saya tidak meminta uang itu, nona yang memberikan cuma-cuma ke saya. Dan kenapa harus saya yang melahirkan anak buat kalian, kenapa tidak kamu saja nona Wardani.” Marsya terus membantah.
Wardani mengalihkan pembicaraannya. “Hei, saya tahu kamu sedang membutuhkan uang untuk pengobatan Ibumu. Apakah kamu tidak mau menerima tawaran ini, saya bisa memberikanmu apa saja asal kamu terima penawaran ini.”
Ekspresi wajah Marsya berubah menjadi suram. “Tidak! saya tidak mau, kenapa tidak kamu saja nona yang melahirkan keturunan buat keluarga kalian.”
Wardani terus merayu Marsya yang masih terlihat polos dan cantik. “Saya sudah mempunyai kesepakatan dengan suami saya, kalau setelah menikah saya tidak ingin hamil atau pun melahirkan. Saya tidak ingin badan bagus saya rusak dan suami saya menyetujuinya. Saya ini seorang model sekaligus Desainer terkenal, sedangkan suami saya seorang Presdir terkaya yang mempunyai tambang minyak di mana-mana. Penampilan saya nomor satu di publik, jadi saya tidak akan rela merusaknya.
Kami sudah cukup lama merencanakan ini tapi kami belum dapat wanita yang pas buat melahirkan calon anak pewaris kami. Kamu tenang saja, setelah kamu melahirkan dan anak itu jadi punya kami, kamu akan menjadi wanita singel dengan memiliki banyak kekayaan dan satu lagi kamu bisa memberi ibumu apa saja yang belum pernah ia punya selama ini. Apakah kamu mengerti maksud saya.”
“Jika saya menerima tawaran ini, gimana dengan hubungan rumah tangga kalian setelah saya hadir disini?” Tanya Marsya dengan tatapan yang serius.
“Kamu tenang saja, saya tekankan tidak ada tumbuh rasa saling mencintai satu sama lain. Jika itu terjadi perjanjian akan saya batalkan dan kamu akan menanggung semuanya.” Tegas Wardani sambil menatap wajah Marsya.
Marsya beranjak dari tempat duduknya dan menundukkan kepalanya. "Kalau gitu saya pamit pulang dulu.”
“Jika kamu sudah dapat jawabannya datanglah besok pagi pukul 10:30 ke rumah ini.” Teriak Wardani dari.
Marsya tidak menghiraukannya, ia terus berjalan keluar dari rumah yang megah itu. Di sepanjang perjalanan ia merasa bimbang, jawaban apa yang akan ia berikan kepada Wardani dan penjelasan apa yang akan ia berikan kepada ibunya.
*****
...Di rumah Marsya....
...😊😊...
“Nak, kamu sore sekali pulangnya. Gimana tadi, apakah kamu sudah ketemu dengan wanita yang baik itu.” Tanya sang Ibu yang sedari tadi menunggunya di depan rumah.
Melihat Ibu Surtek yang sedang berdiri di depan rumah, Marsya berlari kencang menggandeng tangan sang Ibu. “Ibu, apa yang ibu lakukan, apakah ibu dari tadi menunggu Marsya?”
“Sudah, Marsya sudah jumpa dengan wanita itu. Ibu rumah dia ternyata sangat mewah dan megah. Marsya aja segan untuk menginjak kaki di lantai yang begitu kilat.” Marsya mengalihkan pembicaraan.
“Jadi Nak, pekerjaan apa yang akan di berikan nya kepadamu?” Tanya sang ibu.
Marsya memalingkan wajahnya, “Ma-Marsya belum tahu Bu, tamatan SMA seperti Marsya paling hanya bisa menjadi pembantu.”
“Nak. Apa kamu menutupi sesuatu dari Ibu? tentang tawaran yang diberikan wanita tersebut.” Tanya Ibu Surtek menatap wajah Marsya.
Kenapa ibu bisa tahu.
Batin Marsya menatap sang ibu.
“Ti-tidak Ibuku sayang, apakah Ibu sudah makan?” Marsya memeluk sang ibu.
Ibu Surtek memalingkan wajah yang terlihat sedih dari hadapan Marsya. “Belum Nak, tidak ada apa-apa di rumah kita. Duit kita sudah di bawa kabur oleh Ayahmu dan Ibu tidak memegang uang sama sekali.”
Marsya melepas pelukannya. “Sudah tidak usah di pikirkan, ini masih ada sisa uang sedikit. Marsya akan membelikan nasi bungkus buat kita.” Ucap Marsya berjalan keluar dari rumah menuju kedai nasi.
20 menit kemudian Marsya berlari masuk ke dalam rumah dengan kedua tangan yang memegang 2 bungkus nasi. “Ibu mari kita makan.”
“Nak kamu hanya beli dua, untuk Ayah mana?” Tanya Ibu Surtek.
“Kenapa ibu masih memikirkan ayah sudah biarkan saja dia, mari kita makan.” Jawab Marsya dengan kening yang mengerut
Hari mulai malam, semakin lama semakin larut. Ayah yang tadi pergi belum juga pulang. Ibunya mencemaskan sang suami dan terus menunggu di luar rumah.
Marsya berjalan keluar mendekati Ibu Surtek yang terus menunggu di teras rumah. “Ibu, kenapa masih disini, mari masuk.”
“Tidak Nak, Ibu di sini saja menunggu Ayahmu.”
Marsya yang menahan emosinya bersikeras merangkul tubuh Ibu Surtek yang barus aja keluar dari rumah sakit. “Ibu? Ibu belum sehat, biar Marsya saja yang menunggu Ayah.”
2 jam kemudian sang Ayah pulang dalam keadaan mabuk.
“Bajingan, bisa-bisanya aku kalah lagi.” ketus Ayahnya dengan wajah terlihat kesal.
Braaak!!!
Bammm!!!
Ayahnya menyepak dan melemparkan barang-barang yang berada di rumah.
“Ayah, kenapa tidak berubah. Tobat ayah, tobat.” Teriak Marsya.
“Diam kamu.” Sambil mendorong Marsya.
Ayahnya berjalan masuk ke dalam kamar Ibunya, membuka lemari. “Mana uang, mana uang.”
Ibu Surtek terlihat cemas, tangannya menahan tangan sang suami yang terus mengacak-acak lemari. “Mas, kamu itu harus berubah dan taubat.”
“Alah, banyak omong.” Ayahnya mendorong kuat sang ibu.
Bammm..!!
“Aduuh!” Keluh Ibu Surtek terbentur sudut meja dan meninggalkan sedikit luka di dahinya.
Melihat sang Ibu terjatuh kening membentur sudut meja, Marsya berlari. “Ibu.”
“Ayah sungguh tega kepada kami.” Bentak Marsya.
...Bersambung......
...Nama : Agung Laksmana ( Agung ) suami dari Wardani....
...Pemilik Sekaligus Presdir tambang Minyak....
...Nama : Wardani Ningsih ( Wardani ) istri dari Agung Laksmana....
...Pengusaha muda di bidang Desainer sekaligus modeling....
...Nama : Marsya Aulia....
...Seorang gadis susah hanya tamatan SMA, bekerja serabutan....
...Demikian contoh Visual dari saya 😁....
...Terimakasih sudah mampir😊😉...
...Jangan lupa beri semangat buat Author ya😘**...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Mama lilik Lilik
nama ibunya aneh surtek,kenapa gak di kasih nama Surti aja biar baca nya enak,agak janggal aja dengernya/Grin/
2024-07-20
0
tania_
udah pst bakal jatuh Cinta deh itu..
2022-07-15
0
tania_
ealah, lha kenapa menikah kalo gitu? hadewh
2022-07-15
0