Minggu pagi selepas sholat subuh, mesjid komplek perumahan GR**A A**I mengadakan tausiyah singkat seperti yang biasa dilakukan setiap minggu.
Namun hari itu ustadz Hidayah yang biasa membawakan tausiyah berhalangan hadir karena sedang berada diluar kota.
Ustad Hidayah sudah menyampaikan kepada pengurus masjid, bahwa tausiyah pagi itu akan dibawakan oleh sahabatnya, Ustadz Zaki Mirza.
"Wah, Bapak benar-benar tidak menyangka kalau ternyata nak Zaki ini seorang Ustadz."
Ucap Pak Dermawan saat sedang berjalan pulang beriringan dengan Zaki.
"Saya memang bukan Ustadz pak, saya hanya dititipi amanah oleh Ustadz Hidayah untuk menyampaikan tausiyah."
Jawab Zaki merendah.
"Ya, tapi bapak sangat salut loh. Sangat jarang pemuda seusia kamu bersedia menjadi pengemban dakwah. Kebanyakan justru lebih senang hura-hura, berbuat maksiat. Kalau saya boleh tahu, apa nak Zaki sudah menikah atau memiliki calon istri mungkin?"
Zaki tersenyum.
"Saya belum menikah Pak. Tapi kalau memang Allah pertemukan dengan jodoh, Insyaa Allah saya siap."
jawab Zaki dengan mantap.
"Wah, pasti sangat beruntung wanita yang menjadi pasangan hidup nak Zaki. Tapi, kira-kira seperti apa kriteria istri idaman nak Zaki?"
"Gak ada kriteria khusus pak, yang penting dia wanita."
jawab Zaki sambil tersenyum sumringah.
"Bisa saja nak Zaki, kalau istri ya memanglah harus wanita."
Ujar Pak Dermawan sambil tertawa.
"Nak Zaki, saya duluan ya. Gak mau mampir dulu biar kita sarapan sama-sama?"
Ucap Pak Dermawan karena saat itu memang mereka sudah berada didepan rumah Pak Dermawan.
"Alhamdulillah, terimakasih untuk tawarannya pak. Tapi mohon maaf, pagi ini saya harus segera ke bandara. Sepupu saya baru datang dari Kairo, dan sekarang dia sedang menunggu saya menjemputnya."
"Oh, yasudah. Kalau begitu, hati-hati dijalan ya nak Zaki.."
"Em. Maaf Pak, kemarin saya bertemu dengan seorang wanita muda di rumah Bapak, apakah dia putri bapak? Maaf, kalau saya bertanya."
"Ya, dia putri semata wayang saya. Istri saya sudah lama meninggal, saat akan melahirkan anak kedua kami."
Ada gurat kesedihan diwajah pak Dermawan saat mengatakannya.
"Inna Lillahi wa Inna ilaihi roji'un.Semoga beliau husnul khotimah. Maaf ya pak, saya jadi menyinggung."
"Iya, gak apa-apa kok. Yasudah, saya masuk dulu ya.
Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam"
Jawab Zaki yang kemudian melanjutkan perjalanan.
"Adhel mana bu?"
Tanya Pak Dermawan saat diruang makan.
"Adhel masih dikamar, tadi ibu sudah memanggilnya tapi sepertinya dia masih tidur."
"Dia pasti ngambek bu."
jawab Pak Dermawan.
"Ngambek kenapa?"
"Tadi malam aku sudah bicara dengannya. Aku sudah memutuskan akan menikahkannya, dan dia marah karena itu."
"Owalah le.. Sekarang kan bukan jamannya Siti Nurbaya. Udah gak jamannya lagi main jodoh-jodohan."
"Tapi bu, Aku melakukan ini juga untuk kebaikan Adhel. Aku hanya tidak ingin Adhel semakin liar dan salah langkah. Aku ingin Adhel menikah dengan lelaki yang tepat. Lelaki yang soleh dan bertanggung jawab, yang bisa membimbing dia."
"Ibu tahu niat kamu baik le. Tapi, kamu mau menikahkan dia dengan siapa?
Apakah kamu sudah mempunyai calon yang tepat untuk Adhel?"
Pak Dermawan tersenyum.
"Bu, di komplek kita ada tetangga baru."
"Lah iki piye toh, lagi bahas soal Adhel kok malah bahas tetangga baru.."
celoteh Nenek Adhelia.
"Iya, justru itu bu. Kita ada tetangga baru, namanya Zaki. Anaknya soleh bu, masih muda, ganteng lagi. bahkan sehabis subuh tadi dia yang menggantikan Ustadz Hidayah membawakan tausiyah."
"Lah terus apa hubungannya?"
Nenek Adhelia tampak semakin bingung.
"Tadi aku sudah berbincang sebentar dengannya, ternyata dia belum menikah. Dan aku pikir, mungkin ada baiknya jika aku menawarkan Adhelia untuk diperistri olehnya."
Pak Dermawan tampak sangat antusias.
"Tapi, apa kamu yakin Zaki bersedia le? Biasanya pemuda soleh seperti itu pasti juga menginginkan istri yang soleha. Sedangkan Adhel, kamu tahu sendiri kan."
"Justru itu bu, tadi aku juga sudah bertanya kriteria calon istri yang dia inginkan, dan dia bilang tidak ada kriteria khusus. Yang penting wanita. Dan, dia juga sudah siap untuk menikah jika memang sudah ada jodohnya."
Nenek Adhelia menarik napas dalam.
"Yasudah, terserah kamu saja le.. Lagipula kamu ayahnya, dan ibu yakin kamu juga pasti ingin yang terbaik untuk Adhel. Tapi, Adhelnya sendiri gimana?"
"Aku akan coba bicara lagi dengannya nanti. Bu, aku cuma ingin Adhelia berada di tangan yang tepat. Sebelum aku pergi."
"Husss.. Kamu ini bicara apa toh le. Ngomongnya kok ngelantur."
Ujar Nenek Adhelia.
"Bu.. yang namanya jodoh, maut, rejeki, semuanya rahasia Allah. Kita gak pernah tahu akan seperti apa nasib kita besok lusa."
"Yasudah, Ibu akan coba membujuk Adhel dulu."
Kemudian Nenek beranjak dari kursinya.
"Biarkan saja bu, semakin dibujuk dia akan menjadi besar kepala. Sudah saatnya kita mengambil sikap tegas terhadap Adhel."
Nenek menghela napas dalam.
Sementara itu didalam kamar Adhelia...
Gadis itu masih tertidur sambil memegang sebuah foto.
Malam tadi setelah berbicara dengan ayahnya dan berakhir pada keputusan yang tidak dia inginkan, Adhelia hanya bisa menangis didalam kamarnya sambil memeluk foto almarhumah ibunya.Entah sampai berapa lama dia menangis, hingga akhirnya dia merasa lelah dan tertidur.
"Adhelia..Adhelia.."
Suara seseorang terdengar sangat lembut memanggil namanya.
Perlahan Adhelia membuka mata, dan dia berada ditempat yang asing baginya.
Entah dimana dia berada, tapi yang pasti dia merasa sangat yakin jika dia mendengar suara ibunya.
"Adhelia.."
Seorang wanita cantik berdiri dihadapan Adhelia. Wanita itu menggunakan pakaian syar'i berwarna putih, dan dia tersenyum lembut pada Adhelia.
"Ibu.."
Adhelia mencoba merengkuh sosok wanita yang ada dihadapannya.
"Ibu.."
Adhelia memanggilnya dengan lirih.
"Ibuuuu.. "
Adhelia terbangun dari tidurnya dan mencari - cari sosok wanita yang tadi berdiri dihadapannya.
Adhelia mengedarkan pandangan, dan dia sudah kembali berada dikamarnya.
Adhelia melengos.
"Ibu.. Adhel rindu ibu.."
gumam Adhelia lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 249 Episodes
Comments
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🍁Gemoy❣️༄༅⃟𝐐
masih nyimak sek ka
2021-04-30
1