Saat menyaksikan Vika meninggalkannya bersama Raja, Mahen tidak terima. Ia sudah tidak peduli lagi akan tatapan banyak orang di dalam kafe. Yang terpenting baginya sekarang, Vika harus ia bawa pulang.
"Berhenti!" teriak Mahen.
Sontak langkah Vika terhenti, ia menoleh ke arah Mahen. Suaminya itu telah melangkah menghampiri. Tatapannya begitu dingin, serasa membekukan kaki Vika.
"Ayo, pulang denganku!" ajak Mahen.
Mahen mendekati Vika, entah mengapa tubuh Vika mundur selangkah. Melihat sikap istrinya mundur, Mahen sadar sudah menorehkan luka pada Vika. Ia menghembuska napas kasar.
"Maaf," ucap Mahen penuh sesal kemudian sekonyong-konyong menggendong tubuh Vika ala bridal .
Vika berontak karena merasa malu, tapi Mahen tetap melangkah terus hingga mobil yang terparkir di depan kafe.
Sementara itu, Raja hanya bisa memandang Vika dan Mahen yang menghilang di balik pintu. Perasaann tak berdaya menyelubungi hatinya. Ia menyalakan takdir karena mempertemukannya sangat terlambat dengan Vika.
.
.
.
Keheningan di dalam mobil membuat Mahen salah tingkah. Sepertinya Vika masih kecewa kepadanya. Tergurat ekspresi wajah yang tak terbaca oleh Mahen.
"Aku minta maaf." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Mahen sejak keluar dari kafe. Sudah belasan kali ia melontarkan kalimat yang sama.
Akan tetapi Vika masih diam tanpa respon. Vika bukan marah karena ia terlempar akibat ulah Mahen. Ia marah dan kecewa karena Mahen yang tidak mau mendengarkan penjelasannya.
Tak lama mereka sudah sampai di Rumah Besar. Vika turun dari mobil tanpa mengatakan sepatah katapun.
"Vik, tolong bicaralah sesuatu."
"Aku butuh waktu sendiri dulu, Kak. Kakak pulanglah." Vika langsung masuk rumah tanpa melihat lagi sosok suaminya.
Tembok es yang dibangun Vika seketika leleh ketika Mahen terus mengajaknya bicara. Ratusan bahkan ribuan kata maaf sudah meluncur dari bibir Mahen.
"Kak, sudah tau belum kenapa Vika marah?" tanya Vika sembari memandang datar wajah Mahen.
"Karena sikap kasarku sehingga membuatmu terlempar," jawab Mahen.
"Bukan itu. Vika tidak selemah itu, Kak. Aku kecewa karena Kak Mahen tidak mau mendengar penjelasanku waktu itu," kata Vika.
"Jadi, apa yang terjadi hari itu?"
"Aku dan Raja tidak sengaja bertemu. Waktu itu aku ada janji dengan Lolita untuk mengerjakan laporan akhir bulan," jelas Vika.
"Aku benar-benar menyesal, Vik. Saat itu aku sedang stres berat karena masalah omzet retail yang sedang drop," ucap Mahen lesu.
"Lalu, bagaimana Kak Mahen tahu aku sedang bersama Raja?"
"Itu ... aku mendapatkan pesan dari anonim."
Vika menghela napas, ternyata ada orang yang sengaja ingin hubungannya dengan Mahen memburuk. Tapi siapa? Sebenarnya ada satu nama di benak Vika, tapi ia tak mau asal menuduh tanpa bukti.
.
.
.
"Vik, kemari! Mama ingin bicara," kata Bu Winda.
Vika mendekati Bu Winda yang sedang duduk di ruang tengah ditemani secangkir teh. Kemudian Vika duduk dengan perasaan was-was. Ia tahu kemana arah pembicaraan Bu Winda.
"Ada apa, Ma?"
"Kamu dan Mahen menikah sudah berapa lama?"
"Em, hampir satu tahun, Ma."
"Jangan buat mama kecewa dan mengeluarkan uang sia-sia,"
"Maksud, Mama?"
"Kapan Kamu bisa hamil?"
"I-itu ... Vika dan Kak Mahen sedang mengusahakan, Ma. Mama sabar, ya?"
"Mama kurang sabar apa, Ha!" seru Bu Winda.
"Ma-maaf, Ma." Vika menunduk lesu, jemarinya saling bertaut karena takut.
"Mama beri waktu sampai akhir bulan ini! Jika tidak ada tanda kehamilan, Mama akan menarik semua uang yang Mama keluarkan!"
Mata Vika terbelalak. Ia tak menyangka Bu Winda sekejam itu.
"Jadi ... total uang yang harus Kamu kembalikan ..., " ucapan Bu Winda berhenti ketika suara bariton Raja menggema di rumah itu.
"Berapa totalnya?" ucap Raja setengah berteriak.
"Siapa Kamu berani mencampuri urusan keluargaku?" kata Bu Winda sinis.
"Aku akan menggantinya, asalkan Vika terlepas dari pernikahan konyol ini!"
"Kak ..., " lirih Vika.
"Apa aku perlu mengingatkan tentang kejahatan Tante di masa lalu?"
"Tante?" batin Vika.
"Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan!" seru Bu Winda.
"Oh, baiklah! Mari kita lihat bagaimana ekspresi papa ketika mengetahui kebenarannya!" ucap Raja dengan nada dan tatapan sedingin es.
"Berani-beraninya Kamu!" teriak Bu Winda.
Detik itu juga Raja menggandeng tangan Vika lalu membawanya keluar dari rumah. Mereka hanya berputar-putar mengelilingi sibuknya kota Jakarta hingga petang. Seharian ini keduanya hanya terdiam, mereka tengah bergelut dengan pikirannya masing-masing.
Vika yang membenci keheningan, akhirnya angkat suara.
"Kak Raja, sebenarnya apa yang terjadi diantara Kakak dengan Mama?" tanya Vika.
"Itu ... aku sebenarnya bukan putra dari Mama Winda," ucap Raja.
"Lalu?"
Raja menghela napas, kemudian matanya menerawang mencoba merangkai kembali ingatan masa kecilnya yang menyedihkan.
Setelah selesai menceritakan masa lalu pahitnya, Raja berniat mengantar Vika pulang ke rumah ibunya.
"Sementara waktu, jangan kembali ke rumah," kata Raja.
"Tapi aku pulang kemana?"
"Ke rumah temanmu?" Raja memberi saran.
"Aku sudah banyak merepotkan mereka selama ini," ujar Vika.
"Ke rumah ibumu?"
"Tidak bisa, aku baru saja mengunjungi ibu pekan lalu. Beliau akan curiga dan banyak bertanya. Toh, aku harus bekerja. Jika harus pulang kesana rasanya akan merepotkan," ucap Vika.
"Lalu? Mau ke hotel? Biar aku yang bayar," tawar Raja.
"Hehe, boleh. Tapi beneran ya! Kak Raja yang bayarin!" ucap Vika sambil terkekeh.
Akhirnya Vika memutuskan untuk tinggal di hotel sementara waktu. Untuk seragam kerja, ia berencana meminjam milik Fany atau Lolita.
.
.
.
Beberapa hari kemudian Mahen menemui Vika di tempat ia bekerja. Wajah lelaki itu terlihat masam.
"Vik, ke ruangan manajer sekarang!" seru Mahen.
"Baik, Pak." Vika mengekor di belakang Mahen, sesekali ia menelan ludahnya kasar.
Sesampainya di ruangan Bu Sofia, Mahen mulai mencecar istri keduanya itu.
"Kemana Kamu beberapa hari ini? Mama bilang, Kamu tidak pulang ke rumah," tanya Mahen dengan tatapan menghunus.
"Aku ... kecewa dengan Mama," jawab Vika singkat.
"Masalah?"
"Anak dan pengembalian uang," kata Vika.
"Anak?"
"Ma-ma, menurutku untuk segera mengandung sampai akhir bulan ini. Jika tidak .... "
"Jika tidak?"
"Aku harus mengembalikan uang yang sudah mama keluarkan untukku," ucap Vika lesu.
"Jadi istriku marah karena itu?" tanya Mahen sambil tersenyum miring.
Mendengar Mahen memanggilnya dengan sebutan "istri" membuat wajah Vika tersipu. Ini adalah kali pertamanya Mahen mengakuinya sebagai istri. Mahen mulai melangkah maju, lelaki itu mencoba menggoda Vika. Bibirnya mendekati telinga Vika.
"Kita tinggal berusaha lebih keras, Sayang," bisik Mahen sambil tersenyum jahil.
Mendengar bisikan Mahen membuat bulu kuduk Vika meremang. Ingatan Vika tentang malam panas bersama Mahen kembali mencuat. Jika mengingat semua hal manis akhir-akhir ini membuat Vika tak rela mengakhiri pernikahannya dengan Mahen.
.
.
.
Bersambung. . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
makin tegang Raja sebenarnya anak diapa
2022-04-24
0
auliasiamatir
beh.. jadi maknnya aslinya emang jahat yah
2021-12-20
1