Badan Vika remuk redam setelah seharian berjibaku dengan kerjaan rumah. Pekerjaan yang seharusnya selesai saat tengah hari, molor layaknya keju mozzarella yang lumer. Ya, pekerjaan hari ini baru selesai tengah malam karena Nova mempersulit semuanya.
"Aduh, bener-bener nggak manusiawi ini!" gerutu Vika sambil memijat lembut pundaknya sendiri.
Jam menunjukkan pukul 23:30 saat Vika menyelonjorkan kaki.
"Ah, sudah jam segini. Besok aja ke rumah ibu," ucap Vika sambil menguap.
Tak terasa mata Vika terpejam. Rasa kantuk sudah tidak bisa ditahannya lagi.
.
.
.
Mahen meregangkan ototnya saat mencapai ruang tengah. Tidak seperti biasa, lampu masih terang. Biasanya saat dia pulang kerja ruang tengah terlihat remang-remang dari lampu lantai di sudut ruangan.
Perlahan Mahen mendekat ke arah sofa, ternyata sosok istri keduanya sedang tertidur pulas di sana.
"Ck, katanya mau pulang. Kenapa masih disini juga?" gerutu Mahen.
Saat hendak membangunkan Vika, tiba-tiba terselip perasaan iba. Tangan Mahen berhenti setelah mendapati perempuan cantik itu mengigau.
"Bu, Vika kesepian. Mau pulang ... hiks ... hiks." Vika mengigau sambil menitikkan air mata.
Tanpa sadar jemari tangan Mahen menyentuh anak rambut Vika. Ia menyelipkan anak rambut itu ke belakang telinga. Baru kali ini Mahen melihat wajah istri keduanya secara langsung dan detail. Wajahnya terlihat polos dan cantik tanpa pulasan makeup. Jantung Mahen berdebar lebih cepat. Hampir saja hatinya goyah jika Vika tidak membuka matanya.
Mahen terperanjat, dari posisi membungkuk dia langsung berdiri tegak.
"A-aku baru saja mau membangunkanmu! Kenapa belum pulang, ha?!" seru Mahen sambil menunjuk Vika.
Vika yang baru saja terjaga hanya menguap lalu mengucek matanya yang masih mengantuk.
"Hoaaamppph, iya, besok aku akan pulang," ucap Vika sambil bangkit dari sofa.
Tanpa mempedulikan Mahen, Vika melangkah gontai ke kamarnya. Mahen melihat punggung Vika sampai menghilang di balik pintu. Setelah benar-benar masuk kamar, Mahen melemparkan tubuhnya ke atas sofa.
"Hah, panas sekali! Sepertinya aku harus memanggil tukar servis AC besok!" gerutu Mahen.
.
.
.
Keesokan harinya Vika sudah bersiap dengan tas jinjing berisi pakaiannya. Ia memulaskan sedikit mekap ke wajah cantiknya.
"Oke ... kau sangat cantik hari ini Vika! Kau adalah gadis yang tangguh, cerdas, dan gemar menabung! Kau memiliki masa depan cerah, secerah wajah para artis yang diendors krim pemutih! Yoookkk semangat!" Vika mencoba memberi dirinya sendiri motivasi pagi di hadapan cermin.
Setelah itu Vika melangkah keluar kamar. Bibirnya tersenyum lebar sampai ketika melihat Mahen yang sedang menikmati secangkir kopi. Ingin sekali rasanya Vika tidak memperdulikan keberadaan suami gadungannya itu. Namun, rasanya tidak sopan dan dirinya akan memiliki label istri durhaka calon penghuni neraka dari malaikat Atid (malaikat yang bertugas mencatat amal buruk dalam agama Islam).
"Ehm, aku berangkat, Kak," pamit Vika.
"Hem," jawab Mahen sambil menyeruput kopinya.
Vika mendekat mengulurkan tangannya. Melihat tingkah Vika, Mahen merogoh sakunya. Ia mengeluarkan kartu ATM dari dompetnya, lalu memberikannya kepada Vika. Melihat tingkah Mahen, Vika hanya melongo.
"Aku pamit lho ini, bukan minta duit!" seru Vika.
"Hlah, iya! Makanya aku kasih Kamu ini," ujar Mahen sambil menunjuk kartu ATM yang berada di atas telapak tangan Vika.
"Haduh! Punya laki kok sarap!" gerutu Vika.
"Sarap? Maksudmu? Masih pagi loh ini? Jangan ngajak ribut deh!" seru Mahen.
"Ck, sini tanganmu!"
Mahen dengan patuhnya menyodorkan tangan kanannya. Vika meletakkan kartu ATM Mahen ke atas meja, lalu menyambut uluran tangan lelaki itu. Kemudian Vika mencium punggung tangan Mahen dengan takzim.
"Aku nggak butuh ATM, uangku masih cukup buat pesen taksi online! Aku cuma mau restu darimu sebagai suami, itu saja!" ucap Vika setelah melepaskan tangannya dari Mahen.
Mahen hanya terdiam, ini benar-benar salah satu hal baru dalam hidupnya. Sedari kecil, dia sama sekali tidak melihat ibunya melakukan hal seperti itu saat hendak keluar rumah. Ibunya hanya meminta kartu kredit ayahnya yang unlimited. Sama halnya dengan Nova, istri pertamanya.
"Dah ya, aku pulang dulu. Baik-baik di rumah, jangan kangen!" ucap Vika sambil tersenyum jahil pada Mahen.
Tak lama Nova menghampirinya. Istri pertamanya itu mengecup lembut pipi Mahen.
"Pagi, Sayang! Aku mau ada acara sama member butik. Aku pergi dulu, ya?" pamit Nova.
Perempuan cantik itu mengulurkan tangannya, dan Mahen menyambutnya berharap Nova mencium punggung tangannya seperti yang barusan Vika lakukan. Tapi Nova hanya terdiam lalu tersenyum.
"Sayang! Kamu ini ngapain? Mana kartu ATM-nya?"
"Ah, ya! Ini." Mahen menyodorkan kartu ATM berwarna hitam.
Setelah mendapat apa yang ia mau, Nova mengecup bibir Mahen kemudian melangkah keluar rumah. Mahen masih tercenung mendapati dua sikap istrinya yang bertolak belakang.
.
.
.
Suasana jalanan ibukota pagi ini ramai lancar. Vika mulai bersenandung saat berada di dalam taksi. Rasanya sudah lama sekali tidak bertemu dengan sang ibu.
Setelah menempuh perjalanan 30 menit, akhirnya Vika sampai di rumah sederhana milik ibunya. Di halaman rumah terdapat pot-pot bunga yang berjejer rapi. Ibunya memang sering bercerita di telepon bahwa sedang demam tanaman hias. Kebanyakan pot berisi bunga krisan berbagai warna.
Vika mengetuk pintu dengan hati berdebar. Tak lama pintu di depannya berderit lalu terbuka. Sebuah senyum hangat yang begitu ia rindukan menyambut kedatangan Vika.
"Ibu, Vika kangen!" seru Vika sambil menghambur ke pelukan ibunya.
"Sama, ibu juga kangen. Yuk, masuk dulu! Ibu sudah masak soto Betawi kesukaanmu," ucap Bu Lasmi.
Hari itu dihabiskan Vika untuk bercanda dengan sang ibu. Mereka berdua saling menceritakan hari-hari yang dilalui. Ibunya yang selalu sibuk dengan tumpukan pesanan baju, dan Vika yang berpura-pura sibuk dengan pekerjaan.
"Wah, sudah malam. Ibu sudah ngantuk, Vik."
"Ibu tidur duluan, Vika mau pindahin pakaian ke lemari."
"Emangnya Vika mau nginep di sini berapa lama?"
"Belum tahu Bu. Maunya Vika di sini aja nemenin Ibu," ucap Vika sambil memeluk Bu Lasmi.
"Dasar! Sudah, ibu tidur duluan ya?" pamit Bu Lasmi seraya mencium puncak kepala Vika.
Selepas memastikan ibunya masuk kamar, Vika juga masuk ke kamarnya. Di sana, ia mulai membongkar isi kopernya.
"Kebaya, rok, sepatu, dan .... " Vika mengabsen seluruh item untuk acara wisuda besok lusa.
Tetapi betapa terkejutnya Vika saat mendapati toga yang sudah ia siapkan jauh hari sudah tidak berbentuk. Jubahnya compang camping, slabernya jadi memiliki rumbai di sepanjang sisi, dan tali topi sudah terpisah dari topinya. Melihat kekacauan itu, Vika terduduk lemas. Hanya tinggal sehari besok untuknya mencari toga lain.
"Pasti ulah kak Nova ini!" ujar Vika.
Ia membuka market place untuk menemukan toga baru. Tapi harus menunggu beberapa hari untuk sampai ke tangannya. Satu-satunya cara adalah meminta ibu membuatkan jubah dan slaber baru untuknya jika tidak bisa membeli di tempat lain.
Keesokan harinya Vika meminta ibunya untuk membuatkan jubah baru. Ia dan Bu Lasmi harus berbelanja bahan terlebih dahulu. Mereka baru sampai di rumah sore hari. Beruntungnya Bu Lasmi sudah terbiasa kerja dengan deadline yang begitu sempit. Dalam 3 jam jubah dan slaber sudah tergantung rapi.
"Ibu memang yang terbaik!" ucap Vika.
.
.
.
Pagi itu Balairung dipenuhi oleh mahasiswa yang akan diwisuda. Salah satunya adalah Vika. Perasaan bahagia dan haru menyelimutinya. Terlebih lagi ketika ia mendapat predikat cumlaude dengan IPK tertinggi satu angkatannya. Gelar S.A.B (Sarjana Administrasi Bisnis) kini tersemat dibelakang namanya.
Senyum bangga mengembang di bibir Bu Lasmi. Menjadi sebuah kebanggaan tersendiri baginya, karena sanggup membiayai sekolah Vika walau melalui banyak drama.
"Selamat ya, Vik! Ibu bangga sama kamu!"
"Bu, makasih ya. Selama ini sudah bekerja keras untuk membiayai pendidikan Vika," ucap Vika sembari memeluk tubuh ibunya.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
udh Vika kerja aja sm suaminya dr pd di rmh punya madu edan
2022-04-24
0
auliasiamatir
jangan lupa singgah ke lapakku yah kak,
CINTA TAK PERNAH MATI
2021-12-18
0