Waktu berlalu begitu cepat, akhirnya Vika harus berpamitan kepada sang ibu. Sebenarnya ia enggan kembali ke rumah Mahen yang dingin dan sepi. Tapi jika terlalu lama di rumah ibunya, pasti kebohongan Vika akan segera terkuak.
"Bu, Vika pamit ya? Ibu jangan lupa makan. Istirahat kalau capek," ucap Vika.
"Iya, kamu juga ya? Kalau libur pulang ke rumah. Biar ibu nggak nanggung kangen terlalu lama," ucap Bu Lasmi sambil menggenggam erat kedua tangan putrinya.
"Vika usahakan ya Bu," kata Vika seraya memeluk tubuh ibunya.
Mau tidak mau Bu Lasmi harus melepaskan putrinya walau rasa rindu belum sepenuhnya terobati. Satu nama yang selalu ia sebut dalam doa. Vika Aditama. Putri kebanggaannya yang ia rawat sendirian sejak suaminya meninggal.
Bulir air mata kembali menetes mengenang kembali perjalanan pahit yang telah ia lalui untuk membesarkan Vika seorang diri. Peluh yang bercucuran serta air mata yang ia tumpahkan dua puluh tahun terakhir kini berbuah manis. Yang ia tahu, putrinya sekarang memiliki pekerjaan bagus bahkan sebelum lulus kuliah.
Disisi lain, Vika terus merutuki dirinya yang sudah menyakiti ibunya secara tidak langsung. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kecewanya sang ibu jika mengetahui kebenarannya. Bahwa ia telah mempermainkan sebuah pernikahan demi uang.
.
.
.
"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Harap hubungi beberapa saat lagi."
Suara merdu mbak-mbak operator seluler menyapa pendengaran Vika satu jam terakhir. Ia sudah menunggu di teras rumah hampir satu setengah jam. Bodohnya Vika telah meninggalkan kunci cadangan di kamar. Ia tidak membawanya ketika pergi dari rumah.
Dan nasib sial menyapanya sore ini. Ponsel Mahen dan Nova tidak bisa dihubungi sama sekali. Mereka juga tidak mengatakan akan pergi kemana. Mungkin karena bagi mereka, Vika bukanlah siapa-siapa. Vika bagaikan sapu ijuk di pojok gudang bagi Mahen dan Nova. Tak terlihat, dan hanya diingat saat diperlukan saja.
"Haciiihhh .... " Hidung Vika mulai gatal karena hawa dingin yang menusuk.
Sekumpulan awan hitam mulai bergelayut di atas langit yang mulai jingga. Semilir angin yang tadinya menyejukkan berubah menjadi angin yang membawa hawa sedingin es. Perlahan rintik hujan mulai turun. Aroma tanah yang basah menguap ke udara.
"Dingin ..., " ucap Vika sambil memeluk tubuhnya sendiri.
Tiupan angin membuat tetesan air hujan mulai membasahi tubuh Vika. Tubuh gadis itu basah kuyup dalam waktu kurang dari satu jam. Tubuhnya mengigil, deretan giginya mulai beradu menimbulkan suara, dan napas yang ia hembuskan mulai terasa panas.
Hujan baru berhenti ketika langit jingga berubah menjadi hitam. Vika masih terjaga dalam kondisi yang memprihatinkan. Bajunya yang tadinya basah, kini mulai kering.
Tak lama setelah hujan reda, Mahen dan Nova datang dengan mengendarai Tesla hitamnya. Dengan santainya mereka melenggang memasuki rumah mengacuhkan Vika.
"Kalian dari mana?" tanya Vika dengan suara bergetar karena kedinginan.
Seakan tidak mendengar ucapan Vika, Mahen berlalu dan langsung masuk ke kamarnya. Sedangkan Nova berhenti di hadapan Vika. Ia memindai kondisi Vika yang teramat kacau.
"Siapa Kamu berani bertanya kami dari mana?"
"Kau tahu? Aku menunggu kalian hampir enam jam!"
"Lalu, apa salah kami? Siapa suruh menunggu kami?" ucap Nova ketus.
Dari kamar terdengar Mahen berteriak memanggil Nova.
"Sayang!"
"Iya, Sayang, sebentar," sahut Nova sambil melemparkan tatapan tidak suka ke arah Vika.
Dengan langkah tertatih Vika memasuki kamarnya. Ia mengganti pakaiannya yang basah dengan kaos belel kebesaran dan celana batik. Tubuhnya terlalu lemah untuk sekedar membilas tubuhnya dengan air hangat.
Keesokan harinya Vika terbangun karena lapar. Susah payah ia berusaha bangkit dari ranjang dan berjalan ke dapur. Seminggu meninggalkan rumah, membuat pekerjaannya di dapur menumpuk. Piring, gelas, dan beberapa alat makan kotor menumpuk berteriak minta dibersihkan.
"Astaga, apa ini?" ucap Vika lemas.
Niatnya untuk sekedar mengisi perut seketika sirna. Vika berniat membereskan dapur terlebih dahulu, baru memasak untuk dirinya sendiri.
Usai membereskan dapur, Vika membuka lemari pendingin. Tapi harapannya untuk mengisi perutnya kembali pupus. Tak ada satupun bahan makanan di dalamnya. Akhirnya Vika memesan makanan lewat aplikasi.
Saat menyuapkan bubur ayam ke dalam mulut, perlahan air matanya menetes. Ia teringat bagaimana paniknya sang ibu ketika mengetahui Vika sakit. Bu Lasmi akan membuatkannya bubur, menyuapinya, bahkan membersihkan tubuhnya yang lemah.
Semua perhatian itu tidak ia dapatkan di rumah ini. Vika benar-benar merasa kesepian disini. Ingin sekali rasanya ia kembali ke pelukan ibunya. Tapi tidak mungkin, ini adalah resiko yang harus ia tanggung karena sudah setuju menikah dengan Mahen.
.
.
.
Tiga hari sudah Vika sakit, tidak ada yang memperdulikan keadaannya. Mahen dan Nova mungkin tidak ingat bahwa ada Vika di rumah itu.
Sore itu Vika mendengar bel berbunyi berulang kali. Dengan sisa tenaga yang ada, Vika bangun untuk membukakan pintu. Dinding rumah menjadi tumpuannya agar bisa tetap berjalan ke arah pintu.
"Vika! Lama sekali bukakan pintu buat mama!" teriak Bu Winda.
"Maaf, Ma ... aku ...." Belum sempat menjawab Bu Winda, Vika sudah ambruk.
.
.
.
Saat mata Vika terbuka, yang ia lihat pertama kali adalah Bu Winda yang sedang berbaring di sofa. Sedangkan di sampingnya, ada Pak Theo yang juga terlelap.
"Pa ..., " ucap Vika lemah.
Mendengar namanya dipanggil, Pak Theo segera bangun. Ia langsung mengecek kondisi Vika.
"Bagaimana perasaanmu sekarang? Ada yang sakit?"
"Vika mau minum," ucap Vika.
Tenggorokan Vika terasa sangat kering. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali menenggak air. Pak Theo menyuapkan air ke mulut Vika sedikit demi sedikit.
"Maafkan Mahen ya? Papa akan memberinya hukuman karena tidak bisa menjagamu dengan baik. Dia tidak pantas disebut sebagai laki-laki," ucap Pak Theo dengan ekspresi penuh kemarahan.
Vika hanya menggeleng lemah, ini semua bukan kesalahan Mahen. Semua ini terjadi akibat dirinya sendiri yang teledor.
"Kak Mahen nggak salah, Pa. Vika yang teledor. Vika lupa membawa kunci cadangan sebelum keluar rumah," ucap Vika sambil tersenyum tipis.
"Dasar Kamu ini, jangan tersenyum. Bikin papa merasa malu dan semakin bersalah saja," kata Pak Theo.
Vika hanya tersenyum menanggapi ucapan Pak Theo. Ia kemudian kembali tertidur karena matanya yang masih terasa berat.
Beberapa hari kemudian Vika pulang ke rumah. Di rumah, Mahen menyambutnya dengan tatapan tajam yang siap menghunusnya kapan saja. Perlahan Vika melangkah menuju kamar, ia mencoba mengabaikan keberadaan Mahen.
"Mau kemana?" tanya Mahen datar.
"Istirahat," Vika menjawab sesingkat mungkin.
"Kemarilah, ada yang ingin aku bicarakan,"
Vika berjalan menghampiri Mahen di meja makan. Setelah mendaratkan bokongnya ke atas kursi, Mahen menyodorkan secarik kertas di depan Vika.
"Baca, kalau setuju tanda tangani."
...Perjanjian Pernikahan...
Pada hari Rabu, 17 November 2021 telah dibuat perjanjian pernikahan dari dan antara...
Nama: Mahendra Dirgantara
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama pribadi, yang selanjutnya disebut Pihak Pertama
Nama: Vika Aditama
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama pribadi, yang selanjutnya disebut Pihak Kedua
Kedua belah pihak, sepakat untuk terus melanjutkan pernikahan dengan kesepakatan di bawah ini:
Pihak Kedua dilarang mencampuri segala urusan Pihak Pertama,
Pihak Pertama mengijinkan Pihak Kedua menjalin hubungan dengan pria lain,
Pihak Kedua diijinkan melakukan hal apapun demi menjaga kewarasan mental,
Pihak Pertama diijinkan membatalkan perjanjian sewaktu-waktu,
Jika dalam satu tahun sejak surat perjanjian ini ditandatangani Pihak Kedua belum bisa mengandung, maka Pihak Pertama berhak menjatuhkan talak tiga untuk bercerai secara agama,
Wajib dilakukan tes DNA setelah bayi yang dikandung Pihak Kedua lahir. Jika bayi tersebut benar-benar anak kandung Pihak Pertama, maka Pihak Kedua harus menyerahkannya pada Pihak Pertama dan melupakan anak tersebut.
Kembali ke nomor 6, jika anak yang dilahirkan Pihak Kedua bukan anak dari Pihak Pertama. Pihak Kedua akan dilaporkan karena telah melakukan penipuan dan harus siap diproses secara hukum,
Penambahan poin dapat dilakukan jika dirasa perlu dan disetujui oleh kedua belah pihak.
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA
(Mahendra Dirgantara) (Vika Aditama)
"Untuk poin ketiga, artinya aku boleh bekerja kembali di departemen store milikmu?"
"Apa Kau akan tetap waras jika bekerja?" tanya Mahen.
Vika mengangguk, lalu ia menandatangani surat perjanjian.
"Oya, karena dari awal pernikahan kita salah, aku harap kita tidak saling mencintai satu sama lain."
Akhirnya Mahen menandatangani surat itu lalu meninggalkan Vika sendirian.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
mahen bego kalau ngk diduluin gimana bisa hamil Vika. dasar edan
2022-04-24
0
auliasiamatir
ngerinya nanti malah mahen yang jadibkggak waras
2021-12-18
0
Azzahra Nian
Cemungut Thor...💪💪
Aku mampir bawa bommlike, seru ceritanya, ditunggu kelanjutannya...👌
2021-11-17
2