My CEO My Ex Boyfriend

My CEO My Ex Boyfriend

1

Melani malam ini cantik sekali dengan rambut ikalnya yang panjang, gaun merah yang ia kenakan, serta sepatu hak tinggi yang dia pakai. Di malam yang indah penuh cahaya bulan dan bintang, seharusnya Melani merasa merasa senang. Tapi justru sebaliknya, dia merasa bingung bagaimana dia bisa berada di tempat itu dan dengan siapa dia akan bertemu.

Melani perlahan tapi pasti, melangkahkan kakinya di atas rerumputan hijau berjalan mendekati sebuah kolam kecil yang di tengah-tengahnya banyak berhiaskan lilin-lilin kecil menyala yang membentuk sebuah tulisan. Karena penasaran, Melani lebih mendekatkan dirinya ke pinggir kolam itu.

Alangkah terkejutnya Melani begitu melihat tulisan dari lilin-lilin yang mengapung di atas kolam. Jantungnya berdebar-debar, tubuhnya rasanya ringan sekali dan seolah ingin terbang membaca kalimat 'I LOVE U'.

"Astaga!"

Melani terkejut ada seseorang yang menyatakan cinta padanya. Dia menoleh ke suatu arah, melihat sebuah pohon besar berdaun lebat dihiasi dengan lampu warna-warni.

Di bawah pohon itu, Melani melihat ada sebuah meja kecil dengan hidangan sederhana di atasnya, dan di tengahnya ada dua buah lilin kecil menyala, menjadikan suasana malam itu menjadi romantis.

Melani merasa sangat bahagia sekali, dia berjalan ke arah pohon itu dan duduk di atas tikar berwarna pink yang bertaburkan bunga-bunga mawar putih kesukaannya. Melani mengamati hidangan di atas meja. Sederhana tapi mewah karena disajikan dengan berbagai macam hiasan di pinggirnya.

"Ya ampun! Romantis banget?" seru Melani.

"Kamu suka?"

Melani terkejut dan menoleh ke sumber suara. Senyuman merekah tampak di bibir merah Melani. "Jadi ini semua rencana kamu?"

"Iya," jawab laki-laki berkemeja abu-abu dan berjas hitam yang ada di depan Melani itu. "Ayo." Laki-laki itu mengulurkan tangannya.

Melani pun menyambutnya dengan suka cita, tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah laki-laki itu.

"Malam ini kamu cantik."

Melani tersipu malu. "Makasih."

"Kita dansa, yuk."

"Tapi aku nggak bisa." Melani khawatir.

"Nggak apa-apa. Aku akan mengajari kamu."

Melani tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Taruh tangan kamu di sini." Laki-laki itu menaruh tangan kanan Melani di bahu kirinya, dan memegang tangan kirinya. Dia itu pun juga melakukan hal yang sama pada Melani dengan memegang pinggang Melani menggunakan tangan kirinya.

Mereka mulai berdansa, biarpun tanpa alunan musik namun tetap menyenangkan dan romantis bagi mereka.

Melani terus tersenyum, rasanya dia nggak mau mengalihkan pandangan dari wajah laki-laki di depannya itu.

"Aku cinta sama kamu, Mel." Laki-laki itu berkata sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Melani.

Jantung Melani berdebar-debar, tubuhnya gemetar rasanya mau pingsan dilihat laki-laki tampan dengan jarak sedekat itu.

"Apa kamu menerima cinta aku?"

Hati Melani berbunga-bunga, dia merasa seperti orang yang paling bahagia sedunia. Dia sangat ingin mengatakan kalau dirinya sangat mencintai laki-laki itu dan menerima cintanya. Tapi sebelum sempat berkata apa-apa, laki-laki itu menciumnya.

Secara otomatis, Melani sudah tidak bisa berkata-kata lagi, bahkan dia sangat bingung untuk mengatakan apa karena terlalu senang. Laki-laki itu seolah tahu bagaimana perasaan yang Melani rasakan terhadapnya.

Saat Melani mau memeluk laki- itu, tiba-tiba hak sepatu Melani patah dan Melani terjatuh.

Gedebuk!

"Aduh!" Melani jatuh dari kursi saat ketiduran di dalam bus kota yang penuh penumpang dan sedang melaju di jalan raya. Melani pun baru sadar, kalau semua hal indah yang dialaminya tadi hanyalah mimpi.

"Melani? Melani kamu kenapa kok tidur di situ?" Haris---ayah Melani menghampiri Melani yang duduk di lantai bus kota.

Melani memegangi jidatnya yang membentur lantai bus. "Tidur apanya? Ini jatuh nih, sakit."

Yula---ibu Melani yang duduk di depannya, menoleh ke belakang mendengar suara ribut-ribut. "Lho? Melani? Ayah? Kalian ngapain?" Yula heran melihat Melani duduk di bawah.

Haris membantu Melani duduk kembali ke kursinya semula. "Ini nih. Tadi Melani tidur, terus jatuh ke bawah."

Yula tampak terkejut. "Ya ampun, Melani. Kok tidur aja bisa sampai jatuh begitu?" ibunya berkata justru lebih mirip orang yang sedang kagum.

"Ibu ini gimana, sih? Namanya orang lagi tidur itu nggak sadar. Jadi ya, kalau Mel jatuh itu bukan maunya Mel." Melani terus mengusap-usap jidatnya yang sakit.

"Memangnya tadi kamu mimpi apa, kok sampai jatuh begitu?" tanya Haris. "Pasti lagi mimpi yang jorok-jorok, ya?"

"Ih, Ayah. Ya enggaklah." Melani menyangkal.

"Ya sudah, ya sudah." Yula melerai. "Ini kita sudah sampai di Jakarta, sebentar lagi turun. Cepat siap-siap."

Melani memandang ke luar jendela, terlihat olehnya gedung-gedung yang tinggi berderet di sepanjang jalan. Belum lagi kendaraan-kendaraan bermotor yang berjalan memenuhi jalan-jalan raya. Di kejauhan, Tugu Monas terlihat sangat kecil. Hanya terlihat emasnya yang ada di puncak Monas.

Melani pun menghela napas, akhirnya dia sampai juga di Jakarta, kota ter - ramai yang pernah dia tahu dan tiap hari tiada hari tanpa macet. Dia tidak bisa membayangkan, bagaimana kalau nanti dia akan menetap selamanya di Jakarta. Pasti setiap hari akan selalu terjebak macet.

Tapi apa boleh buat, keluarganya terpaksa harus pindah ke Jakarta karena Haris dipindahkan kerjaannya ke Jakarta. Dan otomatis, Melani pun juga harus pindah kuliah dari Jogja ke Jakarta.

...🍙🍙🍙...

Ayah membuka pintu rumah kontrakan barunya, dengan sebelah tangan menenteng tas besar. Kemudian dari belakang menyusul Melani dan ibunya yang masing-masing membawa tas besar dan sebuah kardus yang lumayan berat.

"Nah, ini rumah kita sekarang." Haris meletakkan tas di samping meja, lalu merebahkan tubuhnya di sofa.

Melani mengamati setiap sudut rumah itu. Biarpun sanat kecil dan sederhana, rumah ini terlihat sangat bersih dan layak untuk ditempati. Tidak jauh beda dengan rumah kontrakannya di Jogja. Hanya bedanya, ini di Jakarta dan biaya sewanya pasti sedikit lebih mahal daripada yang sebelumnya. Itu saja kata Haris, mereka mendapat keringanan 30% karena yang punya rumah itu adalah saudara teman Haris yang tinggal di Jakarta.

"Ayah, kenapa sih kita musti pindah ke Jakarta segala? Kalau Ayah udah dikeluarin dari kerjaan, kan bisa cari kerjaan lain dan nggak perlu musti pindah segala?" Melani mengajukan protes keberatan.

"Kamu itu bagaimana? Masih untung Ayah kamu ini tidak kena PHK."

"Iya, nggak kena PHK, tapi malah dipindahin ke sini."

"Ya justru itu, seharusnya kita bersyukur karena Ayah dipindahin ke sini. Di sini itu kantornya jauh lebih besar daripada yang di Jogja. Kantor pusatnya itu di sini, jadi gaji Ayah juga sudah pasti naik."

"Ini minumnya, Yah." Yula datang dari belakang menyuguhkan segelas air putih pada suaminya. "Adanya cuma air putih yang tadi Ibu bawa dari Jogja."

"Iya, Bu. Nggak apa-apa." Haris meneguk air putihnya.

TBC

Terpopuler

Comments

🌺awan's wife🌺

🌺awan's wife🌺

tiba2 muncul dan klik mampir deh

2022-12-22

0

Indri Ekaa

Indri Ekaa

aaaa bagus ceritanya jgn lupa mampir kerumah ku eee kenovel ku

2022-03-24

0

Watilaras

Watilaras

mendarat aku

2021-12-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!