2

Yula membuka kardus-kardus yang tadi mereka bawa, dan mengeluarkan berbagai macam sayuran yang sudah hampir layu karena terlalu lama di dalam kardus, serta beberapa bungkus mie instan. "Ada apa, sih? Kok tadi Ibu dengar kayaknya lagi ngobrol serius banget?"

"Ini, si Melani katanya nggak mau pindah ke Jakarta. Malah Ayah disuruh nyari kerjaan lain katanya."

"Bener begitu?" Yula memandang Melani. "Aduh, nyari kerjaan itu susah. Kok kamu malah nyuruh ayah kamu untuk nyari kerjaan lain? Gimana sih, kamu?"

Melani sebal, ibunya malah menceramahinya.

"Kalau Ayah mau cari kerjaan lain, memangnya Ayah mau kerja apa? Jadi staf biasa saja sudah lumayan. Ayah ini kan dulu cuma tamat SMA, Mel."

"Tapi kan pengalaman Ayah jauh lebih banyak dari mereka yang lulusan S1." Melani memberikan pendapat.

"Jaman sekarang itu, ijasah juga penting, Mel. Apa gunanya punya banyak pengalaman tapi ijasah saja nggak memenuhi syarat?"

Yula mengamini. "Iya betul. Ibu ini juga cuma tamat SD, kerjaannya juga cuma jadi penjual bunga. Makanya kamu sekolah yang bener, nanti kalau sudah lulus kuliah, kan bisa kerja kantoran yang gajinya gede."

"Iya, Bu." Melani mendengkus sebal, kali ini ibunya benar-benar menceramahinya habis-habisan.

Tapi apa yang dikatakan ayah dan ibunya itu memang benar. Selama ini Haris dan Yula selalu menuntutnya untuk rajin belajar, mereka juga bekerja keras untuk membiayai sekolah Melani sampai dia lulus SMA.

Melani juga memutuskan cuti sekolah selama setahun sebelum melanjutkan ke universitas. Dan siapa sangka, dia akan melanjutkan kuliahnya bukan di Jogja tapi di Jakarta.

Walaupun Melani bukan tipe yang mempunyai otak encer, tapi dia selalu rajin belajar agar bisa bergelar sarjana seperti yang dicita-citakan oleh kedua orangtuanya.

"Ayah, ayo bangun. Kita harus mulai beres-beres rumah." Yula membawa bermacam-macam bahan makanan ke dapur.

"Mel, bantu ini di dapur."

"Iya."

***

Seminggu setelah masuk kuliah di tempat baru, ternyata nggak terlalu buruk seperti yang dipikirkan Melani. Begitu dia menginjakkan kakinya di kampus barunya, dia mendapat sapaan ramah dari tlmantan teman-teman mabanya. Bahkan, dia sudah mendapat teman baru bernama Diandra, yang kebetulan duduk bersebelahan dengan dia di kelas. Diandra ini tipe cewek yang rame banget. Bayangin aja, baru pertama kali kenalan dia sudah menceritakan tentang keluarganya, yang katanya dulu papanya pernah menikah dua kali sebelum akhirnya menikah dengan mamanya dan punya anak yaitu Diandra. Terus belum lagi cerita tentang mantan-mantan pacarnya waktu SD, SMP, sampai SMA semua diceritakan pada Melani dengan sedetail-detailnya.

“Jadi gitu, Mel. Nico, Adit, Steven, Donny, Endar, Tomy…semua itu mantan-mantan pacar gue.” Diandra dengan semangat menceritakan mantan-mantannya saat kelas bubar,”Mereka semua itu ganteng-ganteng banget lho, Mel. Kalau lo ketemu sama mereka, pasti lo bakalan naksir. Gue jamin, deh!”

Melani hanya garuk-garuk kepala dan nyengir saja mendengarkan cerita Diandra. Abis mau gimana lagi? Diandra terus semangat bercerita dan tidak memberinya kesempatan untuk bicara.

“Di rumah gue ada kok, foto-foto mereka, Mel. Lengkap banget pokoknya. Kapan-kapan lo main aja ke rumah gue, ntar gue tunjukin semuanya ke lo.”

“I-iya deh. Ntar kapan-kapan gue dateng ke rumah lo.”

Diandra memeluk Melani dengan erat, Melani sampai kaget karena Diandra tiba-tiba memeluknya. Dia sampai nggak bisa napas,”Aduh, makasih banget ya?! Baru kali ini lho, ada yang mau main ke rumah gue. Gue seneeeenggggg banget.”

“Iya, iya. Seneng sih seneng, tapi jangan peluk-peluk gue, dong! Malu dilihatin orang.”

Diandra melepaskan pelukannya. Melani pun kini bisa bernapas dengan lega,”Sorry, Mel. Soalnya tadi gue terlalu seneng aja,” Diandara nyengir.

“Iya nggak apa-apa. Lain kali jangan kayak gitu lagi, ya!” Melani merasa aneh dipeluk kayak gitu sama sesama cewek.

Diandra tersenyum lebar,”Oke, deh. Rebes! Oh iya, gue kan udah cerita banyak soal gue. Sekarang giliran lo dong, yang cerita ke gue! Ngomong-ngomong udah pernah pacaran berapa kali?”

“Belum pernah.”

“WHAT???? Belum pernah???” Diandra kelihatan shock sekali.

“Iya, emang kenapa?” tanya Melani.

“Oh my God!” Diandra menepuk dahinya sendiri,”Lo belum pernah pacaran?"

Melani geleng-geleng kepala. Cuek.

“Sekalipun nggak pernah?”

Melani lagi-lagi hanya menggeleng.

“Aduh, ya ampun. Parah banget?”

Melani tampak sangat bingung,”Parah? Apanya sih, yang parah, Di?”

“Ya parahlah. Masa lo pacaran aja nggak pernah? Lo tuh cewek Mel, ya paling nggak punya mantan pacar kek, minimal satu.”

“Ih, aturan dari mana tuh?”

“Dari gue.”

“Heh?”

“Gini lho, Mel. Maksud gue, emang lo nggak pernah suka sama cowok gitu? Kok pacaran aja nggak pernah?”

“Ya emang belum ada yang cocok aja.” Melani berkata dengan santai,”Ntar kalau udah ada yang cocok, ya pasti gue pacarin kok.”

Diandara memandang Melani dengan tatapan curiga,”Mel ngomong-ngomong lo nggak lesbi, kan?!”

“Ya enggaklah.” Melani buru-buru menyangkal,”Enak aja lesbi? Gue ini masih normal, tahu.”

Diandra lega dan mengelus dadanya,”Huh, ya syukur deh kalau lo masih normal. Berarti gue aman.”

“Maksud lo? Gue bakal naksir sama lo gitu?”

“Ya, kali aja. Soalnya kan gue cantik. Hehehehe…”

“Huuu…enak aja?!”

“Eh iya, gimana kalau sekarang kita makan aja di kantin? Biar gue yang traktir, deh!” Diandra menawari.

“Ah, nggak usah! Ntar jadi ngerepotin lo, lagi.” Melani merasa nggak enak hati.

“Udah, nggak apa-apa. Ayo!”

***

Melani dan Diandra makan siang di kantin kampus yang lumayan ramai. Di daftar menu makanan yang terpampang di dinding kantin, tertulis berbagai macam menu-menu makanan seperti bakso, soto ayam, mie ayam, nasi lodeh, nasi pecel, rujak, nasi goreng, serta menu-menu minuman yang sudah tertulis harganya di sampingnya. Melani dan Diandra memesan masing-masing semangkuk soto ayam dan jus jeruk dingin.

“Ayo makan, Mel! Cobain masakannya Bi ijah, pasti lo bakalan ketagihan, deh!” Diandra mulai menyantap soto ayamnya.

“Iya.” Melani menoleh ke suatu arah. Dia melihat sebuah kafe yang letaknya nggak jauh dari kantin itu. Kira-kira sekitar sepuluh meter-an lah. Melani melihat kafe itu juga cukup ramai, apalagi juga ada di dalam lingkungan kampus itu,”Nggg…Di?”

“Hm?” Diandra tetap sibuk menikmati makan siangnya.

“Di kampus ini, ada kafe nya juga, ya?”

“Iya. Di kafe itu, tempatnya orang-orang yang punya dompet tebel. Orang-orang kaya yang kuliah di sini, mana mau mereka makan di kantin kayak gini? Pastinya kebanyakan dari mereka lebih milih makan di kafe itu daripada di kantinnya Bi Ijah,” Diandra menjelaskan dengan tanpa mengalihkan pandangannya dari soto ayamnya, sementara Melani masih terus memandang ke kafe itu,”Gue bukannya nggak mau nraktir lo di tempat mahal itu, tapi gue cuma menyesuaikan harga sama kantong gue aja, Mel. Nggak apa-apa, kan?!” Diandra nyengir.

“Iya, nggak apa-apa.”

“Lo lagi ngelihatin apaan, sih?” Diandra heran melihat Melani terus-terusan memandang ke arah kafe, sampai-sampai dia ikutan menengok ke sana,”Ada apa sih, di kafe itu? Lo kepengen makan di sana?”

“Oh, enggak kok. Enggak!” Melani buru-buru menjelaskan,”Enggak. Gue cuma ini lho, ngelihat cewek cantik yang di sana itu.”

“Cewek cantik?” Diandra kembali menoleh ke kafe, di sana ada banyak cewek yang sedang makan,”Yang mana cewek yang lo lihatin?”

“Itu, cewek cantik yang pake baju biru. Yang lagi ngobrol sama cowok itu lho!” Melani menunjuk cewek cantik berbaju biru, berambut panjang lurus, berkulit putih yang sedang asyik ngobrol dengan seorang cowok yang kebetulan posisi duduknya membelakangi kantin tempat Melani dan Diandra makan.

“Oh, Cyntia maksud lo?”

“Jadi namanya Cyntia?”

“Iya, kenapa? Lo suka ya, sama dia?”

“Ih, ya enggaklah. Mulai lagi deh lo, ngeledekin gue?!”

Tbc

Terpopuler

Comments

ANAA K

ANAA K

Lanjutttt✌🏾

2021-11-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!