“Kenapa sih, nggak pernah ada kata cinta yang keluar dari mulut kamu buat aku?”
“Emangnya harus?”
“Ya harus, dong! Masa selama kita pacaran, kamu nggak pernah sekalipun bilang kalau kamu cinta sama aku?”
“…” Rafa nggak merespon, dia tetap berkonsentrasi dengan setirnya.
“Apa, kamu juga selalu memperlakukan semua mantan-mantan kamu sama kayak aku?”
“Kenapa nanya gitu?”
“Ya…sebagai pacar, aku kan juga pengen tahu, apa aku ini kamu perlakukan beda apa enggak sama mantan-mantan kamu?”
“Kenapa musti diperlakuin beda? Emangnya harus?”
“Jelas harus, dong! Soalnya kau pengen jadi pacar terakhir kamu, Raf. Aku nggak mau kalau sampai kamu perlakukan sama kayak mantan-mantan kamu dulu. Jangan-jangan nanti kamu juga ninggalin aku, kayak apa yang kamu lakukan dulu sama mantan-mantan kamu?” Cyntia khawatir.
Rafa melepas kacamata hitamnya, lalu menyalahan radio. Di radio terdengar alunan lagu berjudul If You’re Not The One favorit Rafa. Rafa pun mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menirukan lirik lagu tersebut.
“Ih, Rafa. Ditanya serius kok malah nyanyi, sih?” Cyntia mulai bete dengan sifat Rafa.
“Ini kan lagu kesukaan gue, Cyn. Tiap dengerin lagu ini, gue selalu kepengen ikutan nyanyi. Masa lo lupa?”
“Iya, tahu. Tapi jawab dulu dong, pertanyaan aku!”
“Pertanyaan yang mana, sih?” Rafa dan Cyntia berbicara dengan backsong lagu If You’re Not The One milik Daniel Bedingfield.
Cyntia memukul lengan Rafa.
“Eh, aduh. Kok malah mukul, sih?”
“Abis kamu malah bercanda gitu?” Cyntia cemberut.
Rafa tertawa.
“Ketawa aja terus! Ketawa sampai puas!”
“Abis, lo serius banget kayaknya? Santai aja, lagi!”
“Ini tuh masalah penting, Raf. Kok malah disurih santai, sih? Ini menyangkut hubungan kita.” Cyntia mulai sewot.
“Iya, iya. Oke.”
Cyntia mendengus kesal. Kadang-kadang capek juga kalau punya cowok yang super duper cuek seperti Rafa ini. Tapi apa boleh buat? Udah terlanjur cinta sih.
“Tadi lo nanya, kenapa nggak pernah ada kata cinta yang gue ucapin selama kita pacaran?”
Cyntia mengangguk,”Iya.”
“Lo tanya apa gue memperlakukan lo sama kayak semua mantan-mantan gue?”
“Ho-oh.”
“Lo pengen jadi pacar terakhir gue dan pengen gue perlakuin beda dari mantan-mantan gue?”
“Iya, Rafa. Kamu kapan jawabnya, kalau cuma ngulangin pertanyaan aku aja dari tadi?” Cyntia lama-lama gemes menghadapi Rafa.
“Jawabannya cuma satu,”
“Apa?” Cyntia penasaran sekali.
“Buat gue, cinta nggak harus diungkapkan.”
“Kenapa?”
“Lo kenal gue udah lama, kan?” Rafa malah balik bertanya.
“Iya, terus apa hubungannya?” Cyntia bingung.
“Kalau lo udah kenal lama sama gue, pastinya lo juga udah tahu jawabannya,” bukan jawaban melainkan sebuah teka-teki yang diucapkan Rafa.
Cyntia masih bingung. Tapi beberapa detik kemudian, dia tersenyum bahagia seolah baru saja mendapatkan sesuatu yang bagus yang selama ini diinginkannya. Cyntia memeluk Rafa yang sedang sibuk menyetir,”Iya, aku tahu. Aku tahu kamu pasti juga cinta sama aku, dan aku yakin kamu nggak akan ninggalin aku seperti yang kamu lakuin sama mantan-mantan kamu.”
***
“Aduh, Ibu! Pelan-pelan, dong!” Melani sedang tengkurep di atas tempat tidur. Ibunya memijat pinggang Melani dengan menggunakan salep pijat.
“Iya, ini Ibu juga sudah pelan-pelan.”
“Tapi sakit, nih.”
“Ya, kamu yang sabar, dong! Ini juga lagi dipijat. Lagian kamu itu bagaimana sih, kok bisa sampai jatuh? Pasti nggak hati-hati, deh!”
“Namanya juga kecelakaan, Bu. Mel juga nggak mau jatuh kayak gini.”
“Sekarang coba kamu cerita ke Ibu, gimana kejadiannya? Kok kamu sampai bisa jatuh dari tangga? Jangan-jangan kamu jatuh gara-gara ngelihatin cowok ganteng, ya?” Ibu menebak-nebak asal.
“Ah, Ibu ini ngomong apa, sih? Ya nggak mungkinlah, kalau cuma ngelihat cowok ganteng Mel jatuh dari tangga? Ini tuh murni kecelakaan, Bu!” Melani sengaja nggak mau cerita kalau tadi dia jatuh gara-gara digendong sama Rafa terus dijatuhin. Bisa bakalan banyak pertanyaan dari ibunya kalau sampai Melani cerita yang sebenarnya.
Pintu kamar terbuka, muncul Ayah di mulut pintu,”Bu, ada orang beli bunga, tuh. Ayah nggak tahu harganya.”
“Oh iya, Yah. Suruh tunggu sebentar! Ini Ibu masih mijet pinggangnya Melani ini,” Ibu berkata pada Ayah.
“Aduh, nanti sajalah diterusin lagi! Itu kasihan orangnya nunggu.”
“Iya, iya. Ibu ke depan sekarang.”
Ayah pergi, sedangkan Ibu bergegas menutup kotak salep,”Mel, Ibu ke depan dulu. Kalau masih sakit, ini kamu pijat sendiri bisa, kan?!”
“Iya, Bu. Lagian juga udah mendingan ini. Makasih ya, Bu!” ujar Melani.
“Iya. Ibu ke depan dulu!” Ibu pergi ke depan, sementara Melani jadi mengantuk gara-gara kelamaan dipijat sama ibunya. Dia memutuskan untuk langsung tidur saja.
Ibu ke depan menemui pembeli bunga. Di toko bunga, terlihat ada seorang cowok tinggi sedang melihat-lihat bunga mawar merah. Ibu langsung semangat dan mendekati cowok itu,”Ngggg…maaf, ada yang bisa saya bantu?”
“Iya?” cowok itu berbalik. Dan astaga, Ibu terbelalak melihat wajah cowok itu. Kulitnya sawo matang, hidungnya mancung,
senyumannya manis sekali seperti gula. Wajah cowok itu sangat oriental, ya mirip orang Korea gitu.
“Ya ampun!” seru Ibu setengah berteriak.
“Saya mau beli bunga ini, Bu.” Kevin memperlihatkan seikat bunga mawar merah pada ibunya Melani,”Ini berapa?”
“Ganteng banget!”
“Apa?” Kevin terlihat nggak ngeh.
Ibu berjalan mendekati Kevin dan memper
hatikan Kevin mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, dari muka sampai belakang. Kevin jadi bingung diperlakukan aneh seperti itu,”Wah…kamu ganteng sekali? Macho, lagi? Ck ck ck ck…” Ibu geleng-geleng kepala kagum.
“Nggg…anu, Bu. Ini saya mau beli bunga. Harganya berapa? Kok Ibu malah ngelihatin saya kayak gitu?” Kevin semakin bingung.
“Aduh, ganteng banget kamu! Siapa nama kamu?” tanya ibu antusias, dia sama sekali nggak mencerna pertanyaan Kevin yang menanyakan harga bunga.
“Saya…saya Kevin.”
“Oh, Kevin. Aduh, namanya bagus sekali? Ngomong-ngomong sudah menikah apa belum?”
“Belum.” Kavin masih bingung saja dan jadi sedikit takut dengan tingkah laku ibu yang sepertinya antusias sekali memperhatikan dirinya.
“Aduuuuhhh…saya senang sekali. Kalau pacar, sudah punya apa belum?”
“Nggg…belum sih, Bu.” Kevin garuk-garuk kepala,”Memangnya kenapa?”
“Oh ya ampun! Ibu senang sekali. Nggg…gini, gini. Ibu punya anak gadis, cantik, pinter, dia juga masih jomblo, belum punya pacar. Bagaimana kalau kamu pacaran saja sama anak Ibu? Dijamin nggak bakalan nyesel. Pasti kamu suka, orang anak Ibu itu juga cantik banget. Mirip sama Ibu. Hehehe…” Ibu promosi dengan semangat yang menggebu-gebu.
Kevin jadi semakin nggak mengerti. Ini sebenarnya toko bunga apa biro jodoh,”Maaf, Bu. Saya ke sini buat beli bunga, bukan buat nyari pacar. Terus ini harganya berapa?”
Ibu pun jadi merasa nggak enak pada Kevin, karena tadi dia terlalu senang melihat cowok seganteng Kevin, jadi lupa dengan pekerjaannya sebagai penjual bunga,”Oh iya. Maaf ya? Habis tadi Ibu terlalu senang saja, tiba-tiba ada cowok ganteng datang ke sini. Maaf, ya?”
Kevin tersenyum”Iya, Bu. Nggak apa-apa, kok.”
Ibu membalas senyuman Kevin dengan senyuman kagumnya.
“Bunganya harganya berapa, Bu?” untuk yang ke sekian kalinya Kevin menanyakan harga bunga,”Saya mau beli yang ini.”
“Oh itu. Seratus ribu saja.”
Kevin memberikan selembar uang seratus ribuan,”Ini, Bu!”
“Terima kasih, ya?”
Kevin tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
“Oh iya, ngomong-ngomong bunganya buat siapa? Katanya belum punya pacar?” Ibu penasaran dan nggak tahu malu menanyakan urusan pribadi orang.
“Oh ini. Buat calon pacar. Permisi, Bu!” Kevin pamit pulang.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Lady Meilina (Ig:lady_meilina)
hai kk aku mampir ya salam dari secret lover
2021-11-15
0
Ida Prihantina
keren
2021-11-14
0
ANAA K
Boomlike mendarat mulus kak. Jangan lupa mampir yah😉👍🏾
2021-11-13
0