“Oh iya, ngomong-ngomong bunganya buat siapa? Katanya belum punya pacar?” Ibu penasaran dan nggak tahu malu menanyakan urusan pribadi orang.
“Oh ini. Buat calon pacar. Permisi, Bu!” Kevin pamit pulang.
Senyuman di wajah Ibu lenyap seketika,”Apa? Buat calon pacar?” Ibu menepuk dahinya sendiri,”Hhh…baru aja aku dapat calon yang pas buat Melani, eh malah udah punya calon pacar. Mel, Mel, kapan kamu itu bisa dapat pacar yang ganteng terus kaya gitu? Lagian itu anak kok payah sekali? Nyari pacar aja nggak bisa?” Ibu meratapi nasib Melani.
***
Kevin memarkir mobilnya di sebuah area parkir gedung bioskop. Mobil silvernya berhenti di sebelah poster besar bergambar Harry Potter and The Deathly Hallows Part. 1. Sekarang ini film tersebut masih tergolong baru di bioskop-bioskop tanah air. Peminatnya pun juga banyak. Kevin pun datang kemari sudah pasti untuk menonton film itu bersama seseorang yang sudah diajaknya. Dia turun dari mobil dengan membawa seikat bunga mawar merah yang tadi dibelinya dari toko bunga ibunya Melani. Kalau dilihat dari bunga yang dibawanya, sepertinya Kevin akan bertemu dengan seorang wanita yang sangat spesial untuknya. Wajah tampannya tampak bersinar-sinar memandangi bunga mawar itu. Lalu dia melangkahkan kakinya agak ke depan mobilnya untuk mencari keberadaan orang yang sedang ditunggunya itu.
Kadua matanya menyapu seluruh tempat mencari seseorang, dia sempat mengecek arlojinya. Jam sudah menunjukkan melewati waktu janjian. Karena orang yang ditunggu nggak muncul-muncul juga, Kevin mengambil HP nya dan bermaksud meneleponnya. Pada saat Kevin sedang sibuk mencari-cari nomor telepon di HP nya, ada seseorang yang memegang pundaknya dari belakang. Kevin kaget lalu menoleh.
“Cyntia?” seru Kevin.
Cyntia langsung memeluk Kevin dengan penuh rasa kangen,”Ya ampun, Vin. Gue kangen banget sama lo. Baru aja sebulan lo di Aussie, gue udah kangen banget kayak gini.”
Kevin juga memeluk Cyntia dengan penuh rasa kangen. Maklumlah, selama sebulan ini Kevin sengaja cuti kuliah buat ke Aussie atas permintaan orangtuanya yang ada di sana. Dan baru tadi pagi dia kembali ke Jakarta.”Gue juga kangen banget sama lo, Cyn.”
Cyntia tersenyum memandang Kevin,”Sorry ya, Vin. Gue telat. Soalnya tadi macet.”
“Iya, nggak apa-apa. Gue juga baru dateng, kok.” Kevin terpesona dengan kecantikan Cyntia malam ini yang mengenakan gaun berwarna merah sesuai warna kesukaannya,”Malam ini lo cantik banget.” Kevin memuji.
Cyntia bahagia,”Makasih. Lo juga jadi tambah ganteng aja sebulan nggak kelihatan.”
“Bisa aja lo.”
“Eh iya, lo udah ketemu sama Rafa?” Cyntia bertanya.
“Udah, kok. Tadi siang gue udah ketemu lama dia.”
“Oh. Tapi jangan berantem lagi ya? Gue nggak mau kalau kalian marahan lagi!” Cyntia berkata karena sedikit khawatir Rafa dan Kevin akan bertengkar lagi. Seperti yang dia tahu, selama ini hubungan Rafa dan Kevin memang sangat dekat layaknya saudara, tapi juga sering sekali cekcok karena kesalahpahaman.
Kevin menggeleng.
Cyntia lega,”Bagus, deh.”
“Cyn, ini buat lo.” Kevin memberikan seikat bunga mawar merah yang dibawanya.
“Aduh, makasih banget, Vin. Lo emang selalu aja bisa bikin gue seneng!” Cyntia menerimanya dengan senang hati.
“Emangnya cowok lo nggak pernah bikin lo seneng?” pertanyaan Kevin lebih terdengar seperti semacam penyelidikan.
Cyntia mencium bunga mawarnya,”Ya, lo kan tahu sendiri, Vin. Rafa itu orangnya kayak gimana? Dia itu cuek banget.”
“…”
“Tapi justru sifat cueknya itu yang bikin gue cinta banget sama dia.”
“Seandainya gue yang jadi cowok lo, gue akan selalu bikin lo seneng.”
Cyntia tersenyum pada Kevin, menganggap ucapan Kevin barusan semacam lelucon,”Iya, makasih. Tapi kan kita udah bersahabat. Dan sebagai sahabat lo juga udah baik banget sama gue. Gue udah cukup seneng, kok.”
Kevin hanya tersenyum. Kevin merasa ada yang mengganjal di hatinya ketika Cyntia mengatakan kalimat itu. Dia seperti tidak terlalu senang kalau Cyntia membicarakan tentang Rafa di depannya.
“Eh, kayaknya filmnya bentar lagi udah mau mulai, nih?” Cyntia melihat arlojinya,”Yuk kita cepetan ke dalam!” Cyntia menggandeng tangan Kevin dengan setengah terburu-buru.
***
Di kampus, Melani nggak sengaja bertemu dengan Rafa di bawah tangga. Tapi begitu melihat Melani, cowok itu langsung pergi sepertinya nggak mau bertemu dengan Melani dan bertatap muka dengannya. Bahkan tadi saat sempat berhadapan, Rafa sama sekali nggak mau memandang wajah Melani atau nggak mau Melani sampai menatap wajanya terutama matanya. Itu membuat Melani jadi bingung.
“Tuh cowok kenapa sih, aneh gitu? Kok ngelihat gue kayak ngelihat setan aja?” Melani heran,”Emangnya ada yang salah ya, sama muka gue? Sampai-sampai mandang gue aja nggak mau? Dasar cowok aneh!” Melani memaki-maki Rafa.
“Lo lagi ngomong sama siapa sih, Mel?” Diandra tiba-tiba muncul dan menanyai Melani.
“Nggak ngomong sama siapa-siapa. Cuma aja, tadi gue baru aja papasan sama cowok yang kemaren.”
Diandra mengerutkan alisnya,”Cowok yang kemaren? Yang mana, sih?”
“Itu, cowok yang ngejatuhin gue kemaren.” Melani padahal males banget menjelaskan tentang cowok itu, tapi Diandra bertanya.
“Oh, si Rafa. Kenapa emangnya sama dia? Atau tadi lo digendong lagi sama dia?” Diandra malah menggoda Melani.
“Enak aja gendong-gendong? Gue nggak mau digendong sama dia. Lagian juga, kemaren gue nggak minta dia buat gendong gue.” Melani sewot.
“Aduh, jangan marah-marah gitu, dong! Gue kan cuma bercanda tadi.”
Melani melengos,
“Eh iya, by the way tadi lo ngapain aja sama si Rafa? Katanya ketemu?” Diandra penasaran dan kembali ke pertanyaannya semula.
“Nggak ngapa-ngapain, cuma papasan doang. Lagian tuh cowok langsung kabur gitu aja pas ngelihat gue? Emangnya dia pikir gue setan, apa?”
“Lho? Kenapa kabur?” Diandra terheran-heran.
“Ya mana gue tahu? Emang dasar cowok aneh! Kemaren dia nolongin gue, tiba-tiba gue dijatuhin gitu aja? Eh, tadi pas ketemu gue dia malah kabur? Ngelihat muka gue aja nggak mau? Emangnya tampang gue nyeremin, apa? Terus udah gitu juga nggak minta maaf lagi, kemaren udah bikin pinggang gue sakit.” Melani nyerocos panjang lebar.
“Aduh Mel, lo tuh maki-maki orang sampe segitunya?”
“Abis nggak tahu kenapa, gue tuh kesel banget kalau lagi ngomongin tuh cowok? Cowok kayak dia itu, nggak bakalan mungkin bisa dapet cewek? Cuma modal kekayaan bokapnya aja, belagu banget?”
“Eh, jangan salah lo, Mel! Selama gue kuliah di sini, si Rafa itu udah berkali-kali lho, pacaran.
“Heh?” Melani sedikit terkejut, sebetulnya sih bukan terkejut lagi, tapi nggak nyangka aja ada yang mau pacaran sama cowok angkuh kayak Rafa.
“Iya. Bahkan dulu pacarnya pernah ada yang mau nekat bunuh diri cuma gara-gara diputusin sama Rafa.”
“APA??? Sampai separah itu???” Melani kaget.
Diandra manggut-manggut,”Ho-oh."
“Wah, emang bener-bener penjahat wanita tuh cowok! Lagian ceweknya kok mau-mau aja sih, dijadiin pacarnya? Apa cuma karena dia kaya gitu?”
“Lho? Emang lo nggak tertarik sama dia, Mel?”
“Idih…tertarik? Sama tuh cowok? Ogah!”
“Tuh, bener kan lo nggak normal?”
“Nggak normal gimana?”
“Masa cowok ganteng kayak Rafa lo nggak suka? Terus sebenernya lo lo tuh suka tipe cowok yang kayak gimana, sih?” Diandra jadi penasaran, mengingat katanya Melani belum pernah pacaran dan nggak tertarik sama sekali dengan cowok ganteng dan kaya seperti Rafa.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Watilaras
keren kak
2021-12-17
0