Perjalanan memakan waktu yang cukup lama. Keduanya menumpang pesawat malam jurusan kota Pontianak. Kota di Garis Khatulistiwa yang baru saja Sara kunjungi untuk pertama kalinya.
"Kamu membawaku kemari?" tanya Sara.
"Di kota ini tidak akan ada yang mengenalmu. Dari sini kita akan menumpang mobil taksi."
"Sebenarnya kamu mau membawaku ke mana?"
Indra memandang Sara lekat. Ia mengusap wajah mulus dari wanita yang ia cintai itu. "Sebuah pulau."
"Apa?!"
"Tenang, Sara. Kamu harus sembunyi. Di sana tempatnya sangat indah, kamu pasti sangat menyukainya."
"Kamu menyembunyikanku di pulau? Yang benar saja?"
"Anggap saja ini sebagai liburan, Sayang. Kamu akan liburan di pulau Randayan. Aku sudah menyewa penginapan di sana untuk enam bulan. Di sana akan banyak orang yang berkunjung. Kamu tidak akan merasa kesepian," kata Indra.
Sebuah mobil taksi berhenti di hadapan keduanya. Sopir itu turun untuk mengambil koper yang dibawa Sara.
"Silakan, Nona, Tuan."
Indra membujuk Sara untuk masuk ke dalam mobil taksi, dan dengan hati tidak ikhlas, Sara masuk dan duduk dengan tenang di belakang sopir.
Sungguh perjalanan yang sangat melelahkan. Perjalanan menuju pelabuhan Teluk Suak memakan waktu hampir tiga jam lamanya dari bandara Supadio.
Dari pelabuhan, Sara dan Indra naik speedboat yang akan mengantarkan mereka ke pulau Randayan.
Pulau kecil dengan alam yang indah, pasir putih, air laut yang jernih dengan pemandangan bawah laut yang memukau.
"Lihat ... pulaunya indah, kan?" kata Indra.
"Dari mana kamu tahu pulau ini? Apa kamu pernah ke sini bersama Velia?"
Indra tertawa, "Tentu saja tidak, Sayang. Aku mendengar dari rekanku. Mereka pernah kemari dan aku lihat di internet, pulaunya sangat indah. Ternyata memang benar indah, kan?"
Sara mengangguk, "Iya."
Keduanya disambut oleh seorang wanita paruh baya bernama Minah. Indra memperkenalkan wanita itu kepada Sara karena beliaulah pemilik rumah sewa yang akan ditempati Sara.
"Sayang, ini Bu Minah. Kalau kamu perlu apa-apa, tinggal katakan saja pada beliau," kata Indra.
"Mari, Nak. Saya tunjukkan rumahnya," ucap Minah.
Untuk menyembunyikan Sara di pulau ini, Indra menyewa penginapan selama enam bulan. Di rumah itu sendiri, perlengkapan untuk kebutuhan Sara sudah lengkap, dan tentunya selama di pulau ini, Sara harus mandiri.
"Ini rumahnya," kata Minah.
Sara memandang Indra. "Kamu menyuruhku untuk tinggal di sini?"
Penginapan yang jauh dari kamar mewah, restoran serta air mandi hangat. Sangat apa adanya dan lebih cocok untuk penginapan singgahan. Namun, di sini Sara harus tinggal selama enam bulan.
"Kumohon, Sara. Hanya untuk sementara saja," ucap Indra.
Sara hanya bisa mengembuskan napas panjang, mengangguk mengiyakan perkataan Indra. Minah membawa Sara ke kamarnya yang seperti kamar anak kost. Kasur lantai, lemari kecil yang ada di dalam sana, sedangkan kamar mandi terpisah dari kamar tidur.
"Nah, ini kamarnya. Kalian istirahat dulu. Perjalanan jauh pasti sangat melelahkan," kata Minah.
"Bu, tolong bawakan makanan. Kami sangat lapar," kata Indra.
"Baiklah, saya akan kembali sebentar lagi."
Sara langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia sangat lelah karena perjalanan jauh, tetapi yang paling membuat lelah itu semakin terasa, adalah kelakuan Indra sendiri.
Indra melepas sepatu yang masih Sara kenakan. "Sayang ... maafkan aku. Ini sementara."
Sara menangis, bagaimana bisa Indra menempatkan dirinya di pulau yang tidak berpenghuni meski nantinya akan datang orang-orang yang akan berkunjung.
"Jangan menangis, Sayang. Kumohon."
Ketukan pintu mengalihkan pandangan Indra dari kekasihnya. Minah tersenyum melihat keduanya.
"Nanti akan ada teman yang menemani pacarmu. Dia juga akan menginap di sini, tetapi di kamar sebelah," kata Minah.
"Nah, Sayang. Kamu ada teman."
"Besok dia akan datang karena kemarin dia naik ke darat untuk membeli bahan makanan."
"Baguslah, Bu. Pacarku tidak akan kesepian," jawab Indra.
"Ayo ... kalian makan dulu," kata Minah.
Indra membujuk Sara untuk turun ke bawah. Di rumah itu terdapat dua buah kamar di lantai atas yang berseberangan, lalu di bawah, adalah dapur. Bisa dibilang itu rumah kost, dan karena rumah itu berada di pulau, bisa juga disebut vila.
Makanan yang disediakan Minah juga sangat sederhana. Hanya ada ikan goreng dan sayur bening. Karena lapar, Sara dan Indra melahapnya sampai habis.
******
"Besok aku pulang. Kamu yang betah di sini, ya," kata Indra.
"Pulang saja. Temui istri dan anakmu," kata Sara.
Indra meraih wajah kekasihnya. Ia kecup kedua belah pipi yang mengalirkan air mata. Indra usap air mata yang meleleh itu dengan ibu jarinya.
"Aku akan datang setiap dua bulan sekali. Jangan lupa untuk selalu mengisi baterai ponselmu. Siang hari tidak ada listrik. Aku akan susah menghubungimu nantinya."
"Iya."
Malam harinya Indra menemani sang kekasih tidur, tetapi besoknya ia harus kembali untuk membereskan kekacauan yang diperbuat oleh mereka berdua.
"Sayang ... kamu baik-baik di sini, oke. Aku pulang dulu," kata Indra.
Sara mengangguk, "Iya."
Indra mengecup kedua pipi Sara, dan juga memeluknya sebelum naik ke atas speedboat. Lambaian tangan Indra menjadi tanda perpisahan mereka. Dua bulan lagi Sara akan bertemu dengan kekasihnya itu.
Sebuah speedboat lain datang. Seorang pemuda turun dengan memikul kotak di pundaknya.
"Yo ... udah datang saknye. Ku kire kau datang siang kalak," ucap Minah dalam bahasa sambas melayu. (Sudah datang rupanya. Aku kira kamu datang siang nanti)
"Eh, nak ngape juak lama-lama di sinun." (Buat apa lama-lama di sana)
Sara tidak mengerti bahasanya, tetapi dari perkataan Minah seperti menanyakan kedatangan pria itu. Minah membantu membawa kotak bungkusan mie instant yang dibawa oleh pria itu.
"Ade tamu saknye," ucap pria itu. (Ada tamu rupanya)
"Namanye Sara. Dari jakarta, die tinggal di sitok," jawab Minah. (Namanya Sara. Dia tinggal di sini)
Pria itu tersenyum. Sara memperhatikan penampilan dari pria itu. Wajahnya tampan dengan hidung mancung dan bibir tipis. Tubuhnya kurus tinggi dengan lengan kokoh yang terlihat dari kaus lengan pendek yang laki-laki itu kenakan. Warna kulitnya kecoklatan, mungkin karena sering berjemur di bawah matahari.
"Hai," sapa pria itu.
Sara terdiam, bahkan tidak memperdulikan sapaan dari pria itu.
"Usah nak kau gode pacar urang," kata Minah. (Jangan kamu goda pacar orang)
"Aku pernah ke Jakarta," ucap pria itu.
Sara menoleh ke arah laki-laki itu. "Benarkah?"
"Aku Saka."
Sara memandang uluran tangan dari Saka. Ia menyambutnya, lalu tersenyum. "Saka, kamu pernah ke Jakarta?"
Saka tertawa, "Jelas saja, makanya aku tahu bahasamu. Setiap tiga bulan sekali aku ke sana, tetapi selama setahun, tidak lagi. Aku menetap di sini."
"Apa kamu asal dari Jakarta?"
"Aku lahir di Pontianak, tetapi keluargaku di sana," jawab Saka.
"Kenapa kamu tinggal di sini?"
"Hanya untuk liburan saja. Pulau ini masih sepi dan hanya ada beberapa pengunjung saja yang datang. Lagi pula tempatnya sangat nyaman."
"Sepertinya aku pernah melihatmu?"
"Apa?!" ucap Sara.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Dwi Rahayuni
Bagus
2024-05-20
0
Jasmine
malah jd buangan ke pulau randayan
2022-08-15
0
Ety Nadhif
ini judulnya apa sih ka re
2022-07-23
0