Sedari tadi Indra mencoba menghubungi kekasihnya Sara, tetapi nomor yang dituju tidak aktif. Pesan yang dikirimkan juga hanya centang satu saja.
"Sara ke mana, sih? Dari tadi aku mencoba meneleponnya, tapi tidak tersambung. Apa ponselnya mati?" Indra menggeleng. "Ini malam hari, pasti ponselnya aktif. Malam ada listrik di pulau. Apa dia sudah tidur?"
"Indra!" seru Velia.
"Kenapa?"
"Anak kita sudah tidur."
Indra menoleh dan mendapati Velia memakai lingerie. Tampak sekali sang istri ingin berduaan bersamanya. Indra akui ia berpacaran dengan Sara belum melakukan hal yang lebih jauh, itu sebab ia mempertahankan Velia untuk memenuhi kebutuhan biologisnya.
"Ayo," ajak Indra dengan meraih tangan Velia, lalu mengajaknya ke tempat tidur.
Velia tersenyum dan langsung berbaring. Ia sudah bertekad untuk merebut Indra dari tangan Sara. Membuat suaminya hanya bergantung padanya saja.
"Indra," erang Velia saat Indra melaksanakan tugasnya sebagai seorang suami.
Di hadapannya Velia, tetapi Indra membayangkan ia bersama Sara. "Aku mencintaimu, Sayang."
"Aku juga mencintaimu."
Tubuh Indra ambruk di atas tubuh Velia. Keduanya mengembuskan napas kelegaan dari kenikmatan surga dunia.
Velia meringkuk di dada sang suami sembari menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka yang polos. Indra memijat keningnya, merasa berkhianat kepada Sara.
Berulang kali ia menyakiti sang kekasih dengan mengumbar janji yang tidak kunjung ditepati. Indra mencoba menenangkan suara dalam hatinya. Sebentar lagi, ia akan menyelesaikan segalanya. Setelah tujuannya tercapai, Velia akan ia ceraikan, dan hidup bersama Sara untuk selamanya.
*****
"Sara!" Saka mengguncang tubuh wanita yang memeluk guling saking nyenyaknya. "Hei, bangun. Katanya mau pergi."
Sara mengeliat, "Ke mana? Aku masih ngantuk mau tidur."
"Kamu bilang mau ikut naik ke darat. Kalau enggak mau, aku tinggal, nih."
"Dingin! Mau bobo lagi."
"Tidur saja kalau begitu. Aku siap-siap mau berangkat," ucap Saka dengan beranjak dari hadapan Sara, tetapi wanita itu menahan lengannya.
"Aku ikut denganmu. Aku akan siap-siap."
"Aku buat sarapan dulu sebelum kita pergi."
"Turunnya bareng. Aku mau mandi dulu." Sara bergegas mengambil handuk kimono, lalu ikut turun ke bawah bersama Saka.
Sara menuju kamar mandi, sedangkan Saka berkutat di dapur membuat nasi goreng. Subuh tadi ia sudah bangun untuk memasak nasi dan sekarang waktu menunjukkan pukul enam pagi.
Udara segar dapat dirasakan, deburan ombak begitu nikmat di dengar. Sara keluar dari kamar mandi dengan menggigil. Air pengunungan memang segar, tetapi sangat dingin apalagi ia tidak memakai air hangat.
Saka mengambil handuk dari tangan Sara. "Sudah tahu dingin, masih saja keramas."
"Bantu keringkan ujungnya," kata Sara.
"Ini sedang aku lakukan." Saka membentuk rambut Sara menjadi kepang satu dengan handuk. "Biarkan seperti ini. Nanti rambutmu akan cepat kering."
"Kamu masak apa?"
"Nasi goreng. Jam delapan nanti kita berangkat. Kamu siap-siap saja."
Aroma harum dari nasi goreng buatan Saka mengunggah selera Sara. Perutnya keroncongan hanya dengan menghirup aroma bumbu yang ditumis.
"Nah, nasi goreng buatan Chef Saka sudah siap."
"Baunya harum. Pasti rasanya enak," kata Sara saat dua nasi goreng telah tersedia di meja makan.
"Ayo makan."
Keduanya sarapan bersama dengan lahap. Saka membereskan meja makan selagi Sara bersiap-siap di kamar atas.
Waktu menunjukkan pukul setengah delapan, tetapi kapal motor sudah datang menjemput. Tapi untungnya Sara dan Saka sudah bersiap sebelumnya.
"Kamu tidak mabuk naik kapal motor, kan?"
"Aku tidak mabuk laut."
"Ini sangat berbeda. Kapal motor bau minyaknya sangat terasa, belum lagi kita bercampur pada penumpang lain. Aku ada obat anti mabuk," kata Saka.
"Tidak perlu. Aku bukan wanita yang mudah mabuk perjalanan."
Saka membantu Sara naik ke atas kapal motor. Baru naik saja aroma bahan bakar solar sudah tercium. Sara duduk di bagian tubuh kapal motor pada bagian tepi. Ada juga beberapa orang yang duduk berdekatan dengannya.
Saka tampak berbincang-bincang dengan awak kapal sembari melirik ke arah Sara. Sepertinya awak kapal itu bertanya mengenai diri Sara karena Saka terus tersenyum dengan sesekali memandangnya.
"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Sara.
"Dia bilang, apa kamu kekasihku?"
"Terus kamu jawab apa?"
"Kamu kekasihku."
Sara mencubit lengan Saka. "Enak saja. Aku sudah punya pacar."
Saka terkekeh, "Berharap sedikit apa salahnya."
Mesin kapal motor dihidupkan. Sara merasakan tubuhnya bergetar. Suara bising dari mesin membuat telinga terasa tuli. Penumpang yang lain berbicara keras karena suara mesin.
"Kita akan menderita selama satu setengah jam," kata Saka.
"Rasanya perutku mual."
"Astaga, Sara! Aku, kan, sudah bilang untuk minum obat anti mabuk. Kapal motornya saja belum jalan."
Sara memeluk lengan Saka. Aroma bahan bakar dari kapal itu mencuat. Sara berlindung di balik pakaian yang Saka kenakan. Setidaknya aroma parfum Saka dapat menyelamatkannya.
Kapal motor bergerak mengarungi lautan. Selama perjalanan, Saka memberitahu daerah yang mereka lewati.
"Pulau terpanjang, namanya pulau Lemukutan. Setelah kita pulang nanti, aku akan mengajakmu ke sana."
Sara mengangguk saja. Sesungguhnya perutnya terasa mual. "Saka, aku mau muntah."
"Ayo turun." Saka membantu Sara untuk turun dari tempat duduknya. Keduanya berada di tepi. "Muntahkan saja di sini."
"Malu dilihat orang."
"Tidak apa-apa. Mereka sudah biasa."
Sara tidak bisa menahannya. Ia memuntahkan seluruh isi di dalam perutnya. Sarapan pagi yang dimakan, habis dikeluarkan.
Saka memijat tengkuk Sara, memberinya minum yang memang dibawa untuk bekal selama perjalanan. Sara berkumur membersihkan mulutnya, lalu Saka menyeka bibirnya dengan tisu dan hal itu berhasil membuat Sara heran.
"Gosok perutmu dengan minyak kayu putih." Saka membantu Sara untuk naik lagi ke tempat mereka duduk. Untung saja Saka selalu membawa segala persiapan di dalam tasnya.
"Cewek cantek mabok," tegur seorang penumpang wanita.
"Maklom, baru nak suah namu kapal," jawab Saka. (Maklum, baru pernah naik kapal motor)
Semua penumpang tertawa. Saka hanya tersenyum sembari menyeka wajah Sara dengan tisu.
"Kalian pasti mengejekku."
"Tidak," jawab Saka, "kamu minum pil anti mabuknya. Perjalanan kita masih jauh."
Saka memberi satu butir pil dan Sara meminumnya. Saka menyandarkan punggungnya ke tubuh kapal, dan Sara berbaring di pangkuan pria itu.
"Tidurlah. Saat sudah dekat akan aku bangunkan." Saka menyelimuti bagian pinggang sampai kaki Sara dengan jaket miliknya. Meski Sara memakai jeans panjang, tetap saja harus dilindungi. Ia juga mengusap puncak kepala Sara dengan lembut.
Sara sendiri tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Ia membiarkan Saka menyentuhnya. Rasa aman, nyaman ia rasakan. Saka melindunginya, memberi perhatian, dan Sara sendiri ingin sekali bermanja dengannya.
"Ayo tidur," kata Saka.
"Iya, aku akan tidur," jawab Sara dengan memejamkan mata.
Bersambung
Dukung Author dengan vote, like dan koment.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Wrin Budayani
saka lebih baik dari indra ...
2022-11-08
0
Agni amrin
awas sara meleleh
2022-09-16
0
viva vorever
sarah yg diperhatikan aku yg meleleh,hatiku bagai dihiasi taman bunga😀😀
2022-08-25
0