Bab 14
Keenan merasa sedikit puas setelah memberi pelajaran pada kakak tirinya, Gibran. Ia juga merasa lega atas pengakuan perbuatannya. Diam-diam ia merekam seluruh pembicaraan mereka di ponselnya. Setidaknya rekaman itu akan menjadi bukti yang kuat jika ia kembali menyangkal perbuatannya.
"Apakah benar Andromeda adalah anak Aurora bersama Gibran? Sepertinya aku harus mencari tahu." Gumam Keenan.
Pria itu lalu mengendarai mobilnya menuju rumah sakit. Ia berniat menanyakan prosedur pengambilan tes DNA pada pihak rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit, ia langsung menuju meja informasi. Namun tiba-tiba pandangannya mengarah ke ruang ICU yang terletak di pojok ruangan. Seorang pria terlihat panik. Ia terus mondar mandir di depan ruang tersebut. Sesekali ia duduk, kemudian kembali berdiri. Begitu seterusnya.
Keenan mengamati pria itu dari kejauhan. Setelah cukup lama mengamati, ia baru mengenali pria itu.
"Gibran? Sedang apa dia di sini?" Tanyanya pada diri sendiri.
Keenan seolah melupakan kejadian di kantor Gibran siang tadi. Ia berjalan ke arah Gibran.
"Siapa yang ada di dalam?" Tanyanya. Kedatangan Keenan yang tiba-tiba mengejutkan Gibran yang tengah dilanda kekalutan.
"Kau…? Sedang apa kau di sini?" Tanya Gibran.
"Bukan urusanmu!" Jawab Keenan ketus.
Gibran melirik arloji di tangannya. Sudah hampir satu jam ia menunggu di depan ruang ICU. Namun dokter yang menangani Nadine belum juga keluar.
"Kau terlihat begitu panik. Siapa sebenarnya yang kau tunggu?" Tanya Keenan.
"Bukan urusanmu!" Jawab Gibran tak kalah ketus.
"Rupanya kau masih marah padaku setelah pertemuan kita siang tadi," ledeknya.
"Kau pikir aku anak kecil, yang akan marah dan menangis ketika dipukul?" Tanya Gibran sambil terkekeh. Ia berusaha menyembunyikan perasaannya yang begitu kacau.
Pintu ruangan terbuka. Tampak seorang pria berbaju khas seorang dokter. Dan seorang perawat berjalan di belakangnya.
"Dengan keluarga pasien nona Nadine Harrison?" Tanya sang dokter.
"Bagaimana keadaan kawan perempuan saya, dokter?" Tanya Gibran dengan wajah panik.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pasien baik-baik saja. Ia hanya mengalami luka luar. Tak lama lagi ia akan segera siuman." Ucap dokter. Ia pun berlalu dari hadapan kedua pria bersaudara tersebut.
"Apa yang terjadi hingga Nadine berada di ruangan ini?" Tanya Keenan.
Gibran tak menjawab.
"Kau bertengkar dengan Nadine, Atau kau sengaja melukainya?" Tanyanya lagi.
"Aku masih punya akal!" Jawabnya singkat.
"Jika kau mengaku memiliki akal. Kau tidak akan menyentuh Aurora malam itu!" Seru Keenan.
"Lagi-lagi masalah itu. Apa sudah tak ada topik lain untuk dibahas?" Tanyanya kesal.
"Bagaimana jika Andromeda adalah anak kandungmu?"
Pertanyaan Keenan membuatnya tersentak.
"Kau tahu, Aurora telah menikah. Kurasa wajar baginya memiliki anak."
"Mengapa kau begitu meremehkan wanita itu? Setelah menikmati tubuhnya. Kau meninggalkannya begitu saja. Bahkan aku mendengar sendiri jika kau menyangkal telah melakukan perbuatan kotor itu pada Aurora.
"Aku berbohong demi Nadine. Aku begitu mencintainya. Aku takut dia meninggalkanku jika aku mengakui semua ucapan Aurora."
"Lalu, sedikitpun kau tak memikirkan perasaan Aurora? Kau tahu, hidupnya hancur setelah peristiwa itu. Saat ia meminta pengakuanmu. Kau justru menganggapnya perempuan yang tak waras. Yang tak waras itu kau! Tuan Gibran!" Seru Keenan dengan nada tinggi.
Gibran bangkit dari duduknya. Ia hendak menampar adik tirinya tersebut. Namun seorang perawat tiba-tiba menghampiri keduanya. "Permisi, pasien atas nama Nadine sudah siuman. Anda bisa menemuinya sekarang." Ucap perawat itu.
Gibran pun segera meninggalkan Keenan kemudian memasuki ruangan tempat Nadine dirawat.
"I'm so sorry, Nadine," ucap Gibran. Ia menggenggam tangan kekasihnya yang baru sadar dari pingsannya tersebut.
Nadine memegang kepalanya yang terbalut. Tak lama ia pun menatap Gibran dengan pandangan penuh kebencian.
"I hate you!" Seru Nadine. Ia memalingkan wajahnya..
"I love you very much." Ucap Gibran.
"Bullshit! Apa yang kau sembunyikan dariku?" Tanya Nadine.
"Aku sudah berkata jujur padamu. Kumohon, maafkan sikapku," ucapnya.
Nadine menatap mata kekasihnya. Beberapa saat kemudian keduanya berpelukan. Mereka tak menyadari seseorang telah masuk ke ruangan itu.
Keenan berdehem kecil saat melihat sepasang kekasih itu berpelukan.
"Keenan." Ucap Nadine.
"Bagaimana keadaanmu?" Tanyanya.
"Aku baik-baik saja. Besok aku diperbolehkan pulang." Jawabnya.
"Syukurlah. Sepertinya kau harus lebih berhati dengan kekasihmu yang arrogant itu," ucap Keenan. Matanya melirik ke arah Gibran.
"Arrogant? Julukan itu sepertinya lebih pantas untukmu," ucap Gibran sinis.
"Hanya seorang pengecut yang bertengkar dengan teman wanitanya! Bahkan ia membuatnya nyaris kehilangan nyawa!"
"Diam kau! Kau lupa perbuatanmu padaku siang tadi? Tanya Gibran.
"Itu hanya teguran kecil dariku," ucap Keenan sambil terkekeh.
"Kau…!" Gibran mendekati adik tirinya. Ia berniat menghantam wajah Keenan namun teriakan Nadine menghentikannya.
"Terus saja kalian bertengkar! Jika itu akan menyelesaikan masalah!" Teriaknya.
Keenan membuka pintu kemudian meninggalkan ruangan itu.
*****
Keenan duduk menyendiri di taman. Ia merasa pikirannya begitu kacau. Namun ia tak tahu pada siapa harus berbagi. Tanpa disangka, teman kecilnya juga mendatangi taman sore itu.
"Hey, mister tampan!" Panggilnya dari kejauhan. Bocah tampan itu terlihat ceria menaiki sepeda kesayangannya.
"Hey!" Seru Keenan. Pria itu melambaikan tangannya. Kedatangan Andromeda seolah menjadi penghibur hatinya yang tengah gundah.
"Sudah lama kau tak menemuiku. Apa kau sudah melupakanmu?" Tanya Keenan pura-pura memelas.
"Oh, I'm sorry. Belakangan ini aku terlalu sibuk belajar dengan kawan-kawan baruku," jawabnya.
"Kawan baru? Sungguh? Siapa mereka?"
"Florencia dan teman-teman sekolahnya. Setiap sore kecuali hari Minggu mereka mengajakku belajar bersama di taman ini."
"Oh, that's a great news!" Aku senang jika kau memiliki banyak kawan sekarang." Ucap Keenan. Ia mengacak rambut Andro.
"Bagaimana kabar ibumu?" Tanya Keenan. Tiba-tiba wajah Andro berubah sedih.
"Kurasa mommy sedang tidak baik-baik saja. Beberapa hari ini ia terlihat murung. Ia tak lagi suka bercanda. Setiap kutanya apa yang terjadi padanya. Ia akan menjawab tak ada masalah apapun. Dan hanya merasa kelelahan."
"Bolehkah aku menemui ibumu?" Tanya Keenan. Andro menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, kita berangkat sekarang."
Keduanya lalu meninggalkan taman dan menuju rumah Andro. Keenan mengikuti Andro dengan mobilnya.
Di depan rumah sederhana itu. Tampak seorang perempuan tengah menyirami tanaman hias yang berderet rapi di teras.
"Good evening," sapa Keenan.
Aurora lalu menengok ke arahnya.
"Kau?" Tanyanya sedikit kaget.
"Aku datang bersama Andromeda. Kami tak sengaja bertemu di taman. Ia mengatakan jika kau terlihat murung belakangan ini."
"I'm Ok!" Seru Aurora.
Keenan menatap Aurora. Kesedihan nampak jelas terlihat dari sorot matanya.
"Aku tahu, bagaimana perasaanmu kini. Ucapan Gibran pasti sangat menyakitimu. Namun aku sudah memberi pelajaran kecil padanya."
"Apa maksudmu?" Tanya Aurora.
"Aku memukulnya."
"Untuk apa kau melakukannya? Kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan masalah."
"Aku mendesaknya agar ia mengakui perbuatannya padamu. Namun ia terus bersikeras menyangkalnya. Dengan sedikit ancaman aku berhasil mendapatkan pengakuannya. Semuanya telah kusimpan di ponselku."
"Sikapmu berlebihan," ucap Aurora.
"Kau pantas mendapatkan keadilan." Ucap Keenan.
Keenan mengalihkan pandangannya ke langit sore yang mulai berwarna jingga.
"Kini aku telah mendapatkan jawaban atas pertanyaanku selama ini."
"Kau terlalu cepat mengambil keputusan. Yang kau lihat malam itu tak seperti yang kau pikirkan. Aku dan Nadine hanya pergi ke acara reuni kampus. Meskipun gadis itu sedikit nakal namun aku juga berani bersumpah jika kami tak melakukan apapun di kamar apartemenku. Aku tak mungkin mengkhianatimu. Bahkan hingga detik ini tak ada seorang pun perempuan yang mampu menggantikanmu."
Ucapan Keenan membuat batin Aurora terasa teriris. Penyesalan pun mungkin hanya percuma atau bahkan sudah terlambat. Seandainya malam itu ia bisa berpikir jernih. Mungkin cerita hidupnya akan berbeda. Ia tak harus melahirkan seorang anak dengan menyembunyikan rahasia siapa ayah kandungnya.
Buliran bening menetes di pipinya. Ia tak memiliki kata yang tepat untuk mengucap maaf pada pria yang ada di hadapannya tersebut.
"Sebelum ke tempat ini, aku terlebih dahulu ke rumah sakit. Di sana aku melihat Nadine. Perempuan itu mengalami kecelakaan kecil setelah bertengkar dengan Gibran."
"Lalu, bagaimana kondisinya?" Tanya Aurora dengan wajah panik.
"Mengapa kau terlihat begitu khawatir? Bukankah dia perempuan yang membuatmu kecewa? Bahkan Gibran sepertinya lebih memilihnya. Dibandingkan mengakui perbuatannya padamu."
"Aku telah berprasangka buruk padanya. Aku ingin meminta maaf." Ucap Aurora.
"Kau sungguh ingin menemuinya?" Tanya Keenan.
Aurora menganggukkan kepalanya.
"Mari kuantar," ucapnya.
Tak lama kemudian keduanya berjalan beriringan menuju mobil Keenan menuju rumah sakit.
To be continue…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
eLzo
terbuat dari apa hatimu aurora? heran eike 🙃
2021-10-25
1
Aqiyu
ternyata Keenan.....
2021-10-13
2
huang xiwei 🌷
lanjuuut kak ..
2021-09-08
2