Bab 13
"Cindy! Cindy! Ke ruanganku sekarang juga!" Seru Gibran. Tak berapa lama seorang perempuan berparas menarik dan memakai rok selutut itu pun memasuki ruang atasannya.
"Cepat kau ambilkan kotak P3K!"
Cindy hanya berdiri menatap wajah bos tampannya tersebut. Pelipisnya tampak memar dan darah masih mengalir dari sudut bibirnya. Perempuan muda itu ternganga.
"Apa yang kau lihat!" Bentaknya. Cindy pun bergegas keluar dari ruangan Gibran. Tak lama berselang, ia kembali dengan membawa kotak kecil berisi obat-obatan.
"Biar kuambilkan air hangat untuk mengompres lukamu," ucap Cindy. Perempuan itu pun berjalan ke arah pantry. Ia mengambil selembar kain serta mangkuk berisi air hangat. Ia kemudian mencelupkan kain tersebut ke dalam mngkuk.
"Aku bisa melakukannya sendiri. Kau bisa pergi sekarang." Ucapnya. Tangannya memeras kain yang telah basah itu lalu perlahan ditempelkan di pelipisnya dan di sudut bibirnya. Cindy belum beranjak dari ruangan itu. Ia menatap wajah bos tampan yang tengah kesakitan dengan lukanya tersebut. Tiba-tiba ia merasa iba. Gibran menyadari Cindy memperhatikannya.
"Kembali ke ruanganmu dan lanjutkan pekerjaanmu!" Serunya. Cindy lalu bergegas meninggalkan ruangan itu.
"Apa yang terjadi?" Tanya salah seorang pegawai.
"Entahlah. Sepertinya bos bertengkar dengan tamu pria yang mengaku sebagai saudaranya," jawab Cindy.
"Bos terluka?" Tanya salah seorang lainnya.
"Hanya luka kecil," jawab Cindy.
Beberapa menit kemudian Gibran tampak keluar dari ruangannya lalu menghampiri meja Cindy.
"Jika hari ini ada tamu untukku, katakan padanya agar kembali besok." Ucapnya.
Gibran meninggalkan kantornya lebih awal. Pertemuan dengan adik tirinya yang mendadak itu benar-benar telah membuat harinya kacau. Tiba-tiba ia kehilangan semangat kerjanya.
Mobil Gibran melaju meninggalkan kantor menuju apartemennya.
Gibran menatap bayangannya di cermin. Ia tersenyum getir. Mengapa ia diam saja menerima pukulan dari adik tirinya tersebut.
Ingatannya tiba-tiba tertuju pada Andromeda.
"Apakah Andromeda…? Apakah anak itu adalah anak Aurora dan juga anakku? Tidak!" Serunya. Pria itu menepis pikirannya sendiri.
"Aurora telah menikah. Andro adalah anak dari suaminya. Dia bukan anakku!"
Tetapi apa yang sudah kulakukan pada Aurora malam itu, bisa saja perempuan itu hamil karena perbuatanku.
"Argggggh!" Teriaknya. Gibran mengutuk dirinya sendiri.
Suara ketukan pintu sedikit mengagetkannya.
"Siapa?" Tanyanya.
Seorang perempuan membuka pintu lalu masuk ke dalam ke kamarnya.
"Aku tadi mendatangi kantormu. Sekretarismu mengatakan jika kau telah meninggalkan kantor."
Nadine meletakkan tasnya di atas meja lalu duduk di sisi Gibran. Perempuan itu menatap wajah calon tunangannya.
"Astaga! Apa yang terjadi? Siapa yang memukulmu?" Tanyanya penasaran.
Nadine hendak menyentuh wajah Gibran namun pria itu menepis tangannya.
"Ini hanya luka kecil. Kau tak perlu risau."
"Lihatlah. Pelipismu bahkan terlihat memar. Dan bibirmu bengkak! Siapa yang telah memukulmu?"
"Hanya pertengkaran kecil. Lupakan saja." Ucap Gibran.
"Baiklah. Jika kau tak mau memberitahuku. Sekarang juga aku akan menghubungi sekretaris mu. Aku akan menanyakan padanya. Siapa tamu yang tadi menemuimu." Nadine beranjak dari tempat duduknya dan hendak melangkah keluar. Namun tangan Gibran menahannya.
"Keenan yang memukulku." Ucapnya lirih.
"Keenan? Kau mengenalnya?" Tanya Nadine.
"Dia saudaraku. Saudara tiri tepatnya," jawabnya.
Ucapan Gibran sontak membuat Nadine kaget.
"Kau bercanda!"
"Tak ada gunanya aku bercanda. Keenan adalah saudara tiriku. Kami memiliki ayah yang sama. Waktu itu aku masih kecil. Saat ibuku mengajakku ke rumah seorang perempuan. Ia memiliki seorang anak laki-laki yang beberapa tahun lebih muda dariku. Kurasa dia adalah Keenan kecil. Ibuku memakinya dengan kata-kata kasar. Beberapa kali menyebutnya istri simpanan. Beberapa bulan setelah kejadian itu, ibunya jatuh sakit lalu meninggal dunia."
"Lalu? Keenan tinggal bersama keluargamu?" Tanya Nadine.
"Nenek tak mengizinkan. Baginya Keenan adalah anak haram. Meskipun ia terlahir dari pernikahan yang sah. Ayah menyembunyikan pernikahan ke duanya dari ibuku. Itulah mengapa ibu dan nenekku sangat kecewa."
"Lantas, siapa yang merawat Keenan setelah ibunya meninggal?" Tanya Nadine.
"Nenekku mengirimnya ke panti asuhan." Jawab Gibran. Ucapan Gibran sontak membuat Nadine kembali terkejut.
"Setega itukah nenekmu?" Tanya Nadine.
"Nenek adalah pemegang kekuasaan tertinggi pada perusahaan kami. Ayahku harus selalu tunduk dan mematuhi setiap perintahnya. Nenek mengancam akan mengambil perusahaan ayah jika mengajak Keenan tinggal bersama kami."
"Hari ini adalah pertemuanku kembali dengannya setelah bertahun-tahun kami tak pernah saling tahu kabar masing-masing. Setelah nenek meninggal, ayah berniat menjemputnya dari panti Asuhan. Namun ayah tak lagi menjumpai Keenan. Pengurus panti asuhan tersebut mengatakan jika Keenan telah diadopsi oleh sepasang suami istri yang berasal dari luar kota. Meskipun ayah telah memaksa meminta alamat orang tua baru Keenan, namun pihak panti tak memberikan informasi apapun. Sejak saat itu ayah mulai sakit-sakitan. Ayah tak lagi bertemu dengan anak laki-laki dari istri ke duanya tersebut hingga ajal menjemputnya."
"Lalu, apa yang menjadi penyebab pertengkaran kalian hingga ia memukulmu?" Tanya Nadine.
"Aurora." Jawabnya.
"Aurora? Perempuan yang kita temui di taman itu?"
"Kurasa malam itu Aurora benar-benar melihatmu keluar dari kamar Keenan."
"Bukankah aku telah mengatakan, kami tak melakukan apapun di kamar itu."
"Tak ada yang saksi malam itu. Yang ia lihat mungkin saja benar."
"Kau juga tak mempercayaiku?" Tanya Nadine.
"Lalu, apa yang sebenarnya kau lakukan bersamanya di dalam kamar apartemen itu?"
"Malam itu kampus kami mengadakan acara reuni. Aku belum memiliki pasangan. Aku telah mengajaknya namun ia menolak. Aku benar-benar tak punya kawan pria lagi untuk kuajak ke acara itu. Meskipun Keenan telah menolak ajakanku, namun aku tak punya pilihan lain. Aku terpaksa mendatangi kamarnya. Dengan sedikit rayuan, akhirnya ia menyetujui permintaanku untuk menjadi pacar pura-puraku."
"Rayuan? Rayuan macam apa?" Tanyanya sinis.
Pertanyaan itu membuat Nadine tersinggung.
"Kau juga beranggapan sama dengan Aurora? Kau pikir aku perempuan macam apa?" Tanyanya.
"Kau merayu Keenan dengan cara memberikan tubuhmu?" Tanya Gibran.
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Gibran. Perempuan itu bahkan tak peduli. Tamparannya membuat wajah kekasihnya semakin terasa nyeri.
"Jaga ucapanmu!" Teriaknya.
Gibran memegang pipinya. Pria itu tampak kesakitan.
"Kurasa pengakuan Aurora di taman kemarin benar. Perempuan itu tak berbohong. Dia bahkan membuka aibnya sendiri. Inikah yang menjadi penyebab pertengkaranmu dengan Keenan? Kau benar-benar pernah menikmati tubuhnya? Kau benar-benar munafik!"
Kali ini Gibran menampar pipi kekasihnya.
"Lakukan lagi! Jika itu membuatmu puas! Kau menuduhku melakukan hal kotor itu. Padahal kau sendiri lah yang melakukannya pada seorang perempuan yang baru kau kenal. Bahkan kau melakukannya saat ia tak sadarkan diri. Ck ck ck!"
"Hentikan bicaramu, Nadine!" Bentaknya.
"Apa aku salah bicara? Jika memang hal itu tak benar, kau tak perlu sepanik ini! Pembohong!" Seru Nadine. Ucapan Nadine kali ini membuat Gibran kehilangan kesabarannya. Ia berniat kembali menampar kekasihnya. Namun Nadine mencoba menghindar. Sial. Kakinya justru tergelincir. Hak sepatu yang dipakainya tiba-tiba patah. Perempuan itu pun hilang keseimbangan. Beberapa detik kemudian Kepalanya membentur dinding kamar yang keras. Nadine terjatuh di lantai dengan mata terpejam.
"Astaga! Nadine! Bangunlah!" Teriak Gibran mendapati kepala kekasihnya berlumuran darah. Ia terus mengguncang-guncangkan tubuh Nadine dan tak henti memanggil namanya. Namun Nadine tak bergerak sedikitpun.
Dengan tangan gemetar Gibran menaruh jarinya di bawah hidung Nadine. Meskipun lemah namun jarinya masih bisa merasakan jika Nadine masih bernapas.
Tanpa pikir panjang, Gibran membopong kekasihnya. Ia keluar dari kamarnya dan membawa Nadine ke dalam mobilnya.
Pria itu mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tanpa memperdulikan keselamatannya sendiri.
"Bertahanlah, Nadine," ucapnya parau.
To be continue...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
eLzo
Yeay main tampar-tamparan ...
2021-10-25
1
Death angel
karma dunia 😌
2021-10-16
2
Aqiyu
amnesia dah
2021-10-13
2