Bab 15
Sesampainya di rumah sakit. Keenan dan Aurora menuju ruang ICU. Namun keduanya tak menemukan Nadine di ruang tersebut. Seorang perawat mengatakan jika Nadine telah dipindahkan ke ruang perawatan.
Aurora mengetuk pintu bernomor 301. Seseorang membukakan pintu untuknya.
"Aurora? Kau…" Ucap Gibran.
"Bagaimana keadaan Nadine?" Tanyanya.
"Masuklah."
"Bagaimana keadaanmu?" Tanya Aurora. Ia melangkah mendekati Nadine yang berbaring setengah duduk di ranjang besi.
"Kau tak perlu mencari muka di hadapan kekasihku." Ucapnya sinis.
"Aku hanya ingin tahu keadaanmu," ucap Aurora.
"Aku baik-baik saja."
"Aku ingin meminta maaf padamu," ucap Aurora.
"Apa kau punya salah?" Tanya Nadine.
"Aku telah berpikir buruk tentangmu. Aku sempat mengira malam itu kau dan Keenan telah…" Aurora tak melanjutkan kata-katanya.
"Sudahlah. Lupakan saja. Bukankah aku telah mengatakan jika aku dan Keenan tak memiliki hubungan lebih selain teman. Tapi kau tak percaya 'kan?"
"Lalu, apa kau mempercayai ucapanku?" Tanya Aurora.
"Aku lebih mempercayai kekasihku. Maaf aku harus beristirahat." Ucapnya seolah mengusir Aurora dengan halus.
Aurora pun bergegas meninggalkan ruangan itu. Setidaknya ia merasa sedikit lega karena telah meminta maaf pada Nadine. Meskipun sikap Nadine begitu dingin padanya.
"Tak ada kebohongan yang abadi." Ucapnya saat melintas di hadapan Gibran yang membukakan pintu untuknya. Entah mengapa kalimat singkat yang diucapkan Aurora tersebut terasa begitu menamparnya.
"Hari telah gelap, ayo kita pulang. Andro pasti sudah menunggumu." Ucap Keenan.
Gibran memandang keduanya berlalu dari hadapannya dengan perasaan yang sulit diungkapkan.
****
Keesokan harinya.
Aurora hendak membuka kiosnya. Namun ia begitu kaget saat mendapati pintu kiosnya telah terbuka. Ia yakin betul. Sebelum ia meninggalkan kiosnya, ia selalu memastikan pintu kiosnya telah terkunci.
Aurora lalu membuka pintu kiosnya dengan tangan gemetar. Jantungnya berdetak makin kencang saat melihat tokonya begitu berantakan. Mesin kasir pun tak ada di meja. Ia lalu memeriksa laci tempatnya menyimpan uang. Kosong. Aurora masih ingat, terakhir ia mendatangi toko itu. Di lacinya yang biasa terkunci itu ia menyimpan uang yang jumlahnya cukup besar. Hari.ini ia berencana akan memindahkan uang hasil penjualan kue tersebut ke bank.
Tubuh Aurora seketika terasa lemas. Ia terduduk di kursi kasir. Ia lalu mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan untuk Keenan.
[To: Keenan
Datanglah ke tokoku sekarang. Aku perlu bantuanmu.]
Beberapa menit kemudian Keenan tiba di toko Aurora.
"Apa yang terjadi?" Tanyanya dengan wajah panik.
"Kau lihat sendiri." Ucapnya.
Keenan memandang seisi toko yang berantakan. Ia juga tak menemukan mesin kasir di atas meja.
"Astaga! Tokomu dirampok! Apa kau juga kehilangan uangmu?" Tanya Keenan.
"Perampok itu menguras isi laciku," jawabnya.
"Aku akan segera menghubungi polisi." Ucap Keenan.
Tak berselang lama, sebuah mobil polisi tiba di toko kue Aurora. Setelah melakukan sedikit interogasi pada Aurora, beberapa petugas memasang garis polisi di area toko.
Andro yang biasa menghabiskan harinya di toko bersama sang ibu pun mendatangi tempat tersebut. Dari kejauhan ia bisa melihat lampu sirine dari mobil polisi yang masih menyala. Andro mempercepat laju sepedanya. Dalam hitungan menit tempat tersebut telah dikerumuni banyak orang. Sebagian hanya ingin menonton. Namun ada beberapa yang meliputnya. Mungkin kantor surat kabar atau stasiun televisi.
"What happened, mom?" Tanya Andro sambil mendekati sang ibu.
"Toko kita dirampok." Jawab Aurora lirih.
Andro tersentak kaget.
"Bagaimana ini bisa terjadi? Lalu, di mana Erina. Dimana kasir itu? Apakah peristiwa ini terjadi akibat kecerobohannya?" Tanya Andro.
"Beberapa hari ini ia tak datang ke toko. Ia mengatakan ada acara ke luar kota." Jawab sang ibu.
Andro berpikir sejenak. Ia lalu mendekati pintu toko. Ia memperhatikan dengan teliti gembok yang masih terpasang di lubang kunci pintu besi tersebut. Entah dirusak atau sengaja dibuat agar terlihat seperti dibuka paksa.
Salah seorang polisi sedari tadi mengamati tingkah Andro.
"Siapa anak laki-laki itu?" Tanyanya.
"Dia Andromeda, puteraku," jawab Aurora.
"Bolehkah aku masuk ke dalam toko, pak? Kurasa aku bisa membantumu mengumpulkan bukti."
"Tentu saja." Ucap polisi itu sambil tersenyum ramah.
Andro mengamati laci tempat ibunya menyimpan uang. Sama seperti pintu kios. Gembok masih melekat di dekat lubang kunci. Sedikit rusak.
" Apakah Mommy tahu alamat rumah Erina?" Tanya Andro.
"Ia tinggal di sebuah tempat kost tak jauh dari toko ini," jawab sang ibu.
Andro bergegas mengayuh sepedanya. Dan meninggalkan tokonya. Sepedanya melaju ke sebuah tempat kost tak jauh dari toko kue milik sang ibu.
"Permisi, apakah gadis bernama Erina merupakan salah satu penghuni kostan ini?" Tanya Andro pada seorang perempuan yang baru saja membuka pintu gerbang.
"Maksudmu Erina yang bekerja di toko kue? Kebetulan ia kawan sekamarku." Ucapnya.
Andro menganggukkan kepalanya.
"Apakah kakak tahu kemana ia pergi beberapa hari terakhir?" Tanya Andro.
"Entahlah. Yang kutahu Erina sedang membutuhkan banyak uang. Ia sempat bercerita padaku. Jika orang tuanya terlilit banyak hutang. Beberapa kali kudengar entah ayah atau ibunya meneleponnya. Sepertinya Erina merasa tertekan karena keluarganya terus-menerus meminta uang." Jelas perempuan itu.
Andro menganggukkan kepalanya.
"Kakak tahu alamat Erina?" Tanyanya kemudian.
"Kau bisa menanyakannya pada pemilik kost. Sebelum menyewa kamar di kosan ini pemilik kost pasti meminta fotokopi KTP kami."
Andro lalu menemui pemilik kosan yang rumahnya menyatu dengan kamar yang disewakannya. Setelah berbicara dengan pemilik kost, Andro pun berhasil mendapatkan alamat tempat tinggal Erina. Setelah mengucapkan terima kasih, bocah Genius itu pun kembali ke toko.
"Apakah Mister tampan mau mengantarku ke suatu tempat?" Tanyanya.
"Tentu saja." Jawabnya.
"Antar aku ke alamat ini." Ucapnya.
"Alamat siapa ini?" Tanya Keenan.
"Ini adalah tempat tinggal orang tua Erina. Aku mendapatkannya dari pemilik kost." Jawabnya.
"Kau sungguh anak yang cerdas!" Serunya sambil mengelus kepala Andro.
Andro meringis. Memperlihatkan giginya yang berderet rapi.
Polisi yang sedari tadi memperhatikan Andro itu pun diam-diam berdecak kagum.
Di dalam mobil.
"Aku yakin Erina pelaku perampokan toko mommy," ucap Andro
"Bagaimana mungkin ia merampok tempat kerjanya sendiri?" Tanya Keenan.
"Itu mungkin saja terjadi. Mister lihat berita kriminal di televisi? Tak jarang pelaku kejahatan justru orang terdekat." Ucap Andro.
"Sepertinya kau berbakat menjadi seorang detektif." Ucap Keenan.
"Aku hanya ingin membantu penyelidikan kasus ini," ucapnya.
Setelah perjalanan yang cukup jauh akhirnya mobil itu sampai di alamat yang mereka cari.
Dari kejauhan keduanya dapat mendengar suara keributan yang berasal dari sebuah rumah.
"Lunasi hutangmu atau kami bawa putrimu!"
"Kalian lintah darat yang kejam! Kami menyesal telah berhutang pada kalian!"
Tak lama dua orang lelaki bertubuh kekar tampak menyeret paksa seorang gadis dari dalam rumahnya. Ibunya terus menarik tangan si gadis namun ia kalah kuat dan akhirnya perempuan itu jatuh terjengkang. Sementara seorang pria bertopi dan mengenakan setelan jas hanya memandang adegan memilukan itu. Beberapa warga yang berkerumun pun tak mampu berbuat banyak.
Keenan dan Andro berjalan mendekati rumah tersebut.
"Lepaskan Erina!" Seru Andro.
Kedua pria bertubuh kekar itu justru terkekeh.
"Kau jangan ikut campur, anak kecil. Pergilah dan lanjutkan bermain." Ejeknya.
"Aku tak akan pergi sebelum anda melepaskan gadis ini!" Seru Andro.
Salah satu pria bertubuh kekar itu berniat memukul wajah Andro namun anak itu menghindar. Andro justru terlebih dahulu berhasil menghantam perutnya. Pria itu mengaduh kesakitan. Pria bertubuh kekar lainnya mencoba menangkap tubuh kecil Andro dari belakang. Namun Andro justru menginjak kedua kakinya. dengan sekuat tenaga ia menghantam perut pria itu menggunakan siku tangannya. Pria itu belum menyerah. Ia kembali melayangkan kepalan tangannya ke wajah Andro namun lagi-lagi bocah Genius itu berhasil menghindar. Ia justru menggigit tangannya. Saat ia mengaduh kesakitan, Andro menendang ************ pria itu. Ia pun jatuh terjengkang dan kesulitan bergerak. Pria bertopi yang sedari tadi diam itu pun memberi aba-aba kecil pada kedua anak buahnya untuk segera meninggalkan tempat itu.
"Terima kasih, nak." Ucap perempuan itu. Ia berlari mendekati anak gadisnya yang masih shock.
"Terima kasih, Andro," ucapnya.
"Kau mengenal pemberani kecil ini, Nak?" Tanya ibu Erina.
"Tentu saja. Dia adalah anak pemilik toko tempatku bekerja." Jawabnya.
"Kau anak yang hebat. Orang tuamu pasti bangga memiliki anak sepertimu," ucap ibu Erina. Tangannya mengelus rambut pirang Andro.
"Darimana kau tahu alamat tempat tinggalku?" Tanya Erina.
"Aku mendapatkannya dari pemilik kost." Jawab Andro.
"Lalu apa tujuanmu datang ke rumahku?" Tanya Erina dengan wajah panik.
"Kami tengah menyelidiki sebuah kasus perampokan." Jawab Keenan.
"Perampokan?" Tanya ibu Erina sedikit bingung.
"Ya. Toko kue tempat Erina bekerja semalam mengalami perampokan." Jawab Keenan.
"Kami curiga jika Erina pelakunya." Ucap Andro. Erina tampak menundukkan kepalanya. Lalu ia terduduk lesu di tanah.
"Maafkan aku. Aku terpaksa melakukannya. Aku sungguh telah kehabisan akal untuk menghadapi rentenir itu. Tiga tahun yang lalu kami berhutang pada lintah darat itu. Kami terpaksa berhutang pada rentenir karena saat itu kami membutuhkan uang yang cukup besar untuk biaya operasi kakakku yang mengalami kecelakaan. Meskipun setiap bulan kami selalu membayar hutang, namun rasanya hutang kami tak pernah berkurang. Bahkan hutang kami yang awalnya 20 juta. Justru membengkak menjadi 70 juta. Beberapa bulan yang lalu ayahku meninggal. Kami mulai kesulitan membayar hutang tersebut. Rentenir itu terus menerus mengancam kami. Jika dalam minggu ini kami tak melunasi hutang kami. Mereka mengancam akan menyita rumah kami.
Aku bingung ketika ibu terus menerus menelponku jika rentenir itu tak henti mengancam keluargaku. Akhirnya aku nekad merampok tempat kerjaku sendiri dengan dibantu kakakku. Aku tahu perbuatanku salah. Namun aku sungguh tak punya cara lain. Aku mengambil seluruh uang di laci. Jumlahnya hampir 30 juta. Mesin kasir juga telah kujual melalui online. Aku pikir dengan uang itu aku dapat segera membebaskan keluargaku dari lilitan hutang. Namun bos rentenir itu justru menginginkanku untuk dijadikan istri mudanya." Jelas Erina sambil terisak.
Tiba-tiba sirine mobil polisi terdengar. Tanpa sepengetahuan Andro, ternyata Keenan mengirim pesan berisi lokasi alamat tersebut pada nomor Aurora.
"Kau sungguh anak yang luar biasa!" Ucap polisi itu. Andro hanya tersenyum.
"Erina? Kau…?" Tanya Aurora.
"Maafkan saya, Nyonya," ucapnya sambil berlutut di hadapan Aurora.
"Bangunlah," Ucap Aurora sambil menarik tubuh Erina untuk berdiri.
"Aku sudah memaafkanmu. Tetapi yang kau lakukan ini adalah perbuatan kriminal dan melawan hukum. Kau tetap harus menjalani proses hukum. Namun kau tenang saja. Di persidangan nanti aku akan bersaksi agar hukumanmu ringan." Ucap Aurora.
Polisi membawa Erina dan kakak kandungnya, Rony menuju mobil. Meskipun hati sang ibu terasa perih. Namun ia tak mampu berbuat apapun. Kedua anaknya harus mempertanggung jawabkan perbuatan mereka.
"Andromeda. Kami kagum pada keberanian dan kecerdasanmu. Bahkan kau hanya perlu beberapa jam untuk mengungkap kasus ini. Kau sudah terlebih dulu melangkah di saat kami baru akan mulai mengadakan penyelidikan. Kurasa kau pantas mejadi detektif cilik. Kami yakin dengan kecerdasanmu kau mampu membantu tugas kami." Ucap polisi itu.
"Siap 86!" serunya. Ia menempelkan tangan kanannya di pelipisnya.
"You are my pride, dear," ucap Aurora. Ia kemudian merengkuh Andromeda ke pelukannya.
To be continue...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
eLzo
The power of kepepet ya kau Erinaa😒
2021-10-25
1
Imma Dealova
makasih kak udah setia nyimak novelku😊
2021-09-10
5
Hermin Indarwati
next
2021-09-10
4