Bab 7
Gibran kini memimpin sebuah perusahaan yang letaknya tak jauh dari tempat tinggal Andromeda. Sejak peristiwa di kedai itu, ia merasa tertarik sekaligus penasaran dengan sosok anak laki-laki yang tampan dan pemberani itu.
"Mengapa tiba-tiba aku merasa wajah anak itu begitu mirip denganku?" Tanyanya dalam hati. Netranya memandang sebuah foto yang terletak di atas lemari kecil di ruang kerjanya. Di foto itu tampak gambar dirinya saat masih kanak-kanak. Ia berfoto bersama sang ayah pada saat pesta ulang tahunnya yang ke 8. Beberapa tahun sebelum sang ayah meninggalkan dirinya beserta ibu dan seorang adik perempuannya.
"Mungkin hanya sebuah kebetulan," ucapnya sambil menertawai diri sendiri.
Gibran melirik arloji di pergelangan tangannya. 13.30 pm.
"Astaga! Aku terlalu sibuk, hingga melupakan makan siangku!" Serunya.
Pria itu pun bergegas meninggalkan ruang kerjanya. Baru saja ia membuka gagang pintu, tiba-tiba ia dikejutkan oleh kedatangan seorang perempuan.
"Surprise!" Serunya sambil melompat lalu memeluk tubuh Gibran. Pria itu hampir terjatuh karena mendapat pelukan yang mendadak itu.
"Nadine? Kau…?" Tanya Gibran dengan wajah kebingungan.
"Yeah, this is me," jawabnya.
"Mengapa kau tak memberitahuku jika kau pulang hari ini?" Tanya Gibran. Tangannya melepaskan tangan Nadine yang masih melingkar di pundaknya.
"I want to give you a surprise, dear," Ucapnya. Tangannya mengelus dagu Gibran. Perempuan itu mendekatkan wajahnya, namun Gibran memalingkan wajahnya. Seorang petugas kebersihan tiba-tiba melintas di hadapan mereka. Ia tampak tak enak hati menyaksikan adegan mesra bos tampan dan kekasihnya di dalam ruangan dengan pintu terbuka itu.
"Kau sudah makan siang?" Tanya Gibran. Nadine menggelengkan kepalanya.
"Jika kau tak keberatan, temani aku makan siang sekarang."
"Di mana?"
"Nanti kau juga tahu."
Keduanya pun lalu keluar dari ruang pimpinan perusahaan itu. Sesampainya di kedai, Nadine justru merengut. Ia menunjukkan wajah kesalnya.
"Kau ajak aku makan di tempat ini? Apa kau tak salah?" Tanyanya.
"Tak ada yang salah dengan tempat ini. Aku sudah menjadi pelanggan di kedai ini. Makanan di sini bersih, dan tak kalah lezat dengan makanan yang dijual di restoran. Lagipula aku bisa menghemat waktuku jika aku makan siang di kedai ini," Jawab Gibran.
"Duduklah!" Seru Gibran. Tangannya menarik sebuah kursi untuk Nadine. Namun perempuan itu tak bergeming. Ia masih saja berdiri dan memasang wajah kesalnya.
"Don't be childish, please," ucap Gibran.
Nadine pun terpaksa memenuhi permintaan kekasihnya. Beberapa menit kemudian, seorang pramusaji menghampiri mereka.
"Seperti pesananku biasanya. Tapi kau buatkan dua porsi," ucap Gibran. Pramusaji itu pun mencatat pesanan Gibran pada buku kecilnya. Ia mengangguk paham kemudian berlalu dari meja Gibran.
"Kau lihat, tanpa aku menyebutkan apa yang kupesan, pramusaji itu bahkan sudah paham." Nadine hanya diam. Tak menanggapi ucapan kekasihnya.
Gibran memandang setiap sudut kedai. Ia terlihat mencari keberadaan seseorang.
"Siapa yang kau cari?" Tanyanya.
"Tak ada," jawabnya. Pandangan matanya masih mengitari kedai yang mulai ramai pengunjung itu.
Tak lama kemudian seorang pramusaji pun menghampiri keduanya. Ia tampak membawa nampan berisi dua piring makanan serta dua gelas minuman yang telah dipesan Gibran sebelumnya.
"Ayo, makanlah," ajak Gibran. Pria itu mulai menyantap menu makan siang favoritnya. Lagi-lagi Nadine tak bergeming. Ia masih asyik dengan ponselnya.
"Apa kau sudah lupa, beberapa waktu lalu kau harus dirawat di rumah sakit karena pola makanmu yang tak pernah kau jaga. Apa kau mau kembali lagi ke tempat itu?" Tanya Gibran.
Nadine melirik wajah Gibran. Ia meletakkan ponselnya, lalu mulai meraih piringnya.
Di sela makan siangnya, Gibran mendengar suara yang tak asing di telinganya.
"I want to two pieces wings with sauce tomato, please,"
Gibran pun mengarahkan matanya ke arah suara itu.
"Andromeda," ucapnya.
Gibran meninggalkan piringnya yang belum kosong. Ia melangkah mendekati Andromeda yang tengah memesan makanan pada pramusaji di meja kasir. Nadine hanya terdiam memandang sang kekasih menjauh dari meja mereka.
"Hey, boy!" Serunya.
"Mister Handsome," ucap Andro.
"Don't call me like that, please," ucap Gibran sambil terkekeh.
"Kau memesan 2 porsi makanan?" Tanyanya.
"My mom have sick today, She couldn't cooking for me," jawabnya.
"Oh, I'm sorry to hear that. I hope your mom get well soon," Ucap Gibran. Tangan kanannya mengusap rambut pirang Andro. Entah rasa asing apa yang tiba-tiba menjalar di hatinya. Gibran tak dapat memahami.
"Kau sendirian?" Tanya Andro.
"Aku bersama perempuan berbaju merah muda itu," ucap Gibran. Tangannya menunjuk ke arah tempat duduk Nadine.
"Apa perempuan itu kekasihmu?" Tanya Andro.
"Ya, begitulah," jawab Gibran.
Beberapa saat kemudian seorang pramusaji menyodorkan dua kantong makanan pesanan Andro.
"Biar aku yang membayarnya," ucap Gibran.
"No, thank you," ucap Andro kemudian. Ia mengeluarkan selembar uang dari dalam saku celananya.
"Anggap saja ini sebagai rasa terima kasih karena kau telah menolongku beberapa waktu yang lalu," ucapnya.
Gibran sudah terlanjur menyerahkan uang itu kepada kasir.
"Simpan saja uangmu, atau tabunglah."
Gibran mengambil uang dari tangan Andro lalu memasukkannya kembali ke saku celananya.
"Baiklah kalau kau memaksa." Ucapnya kemudian.
"Di mana tempat tinggalmu?" Tanya Gibran.
Andro tak menjawab. Ia teringat pesan sang ibu agar tak memberitahu dimana tempat tinggal mereka pada siapapun. Terlebih pada seseorang yang baru ia kenal.
"I'm sorry, Mister. I must go home now. Moy mom have waiting for me," Ucapnya. Andro kemudian mengayuh sepedanya meninggalkan kedai itu.
Gibran kembali ke mejanya. Ia melihat piring dan gelas Nadine sudah kosong.
"Kau lapar juga ternyata," ucapnya sambil terkekeh.
"Siapa anak laki-laki itu?" Tanyanya sinis.
"Namanya Andromeda. Aku belum lama mengenal anak itu. Beberapa waktu yang lalu anak itu menolongku waktu dompet milikku dicopet." Jawan Gibran. Ia kembali menduduki kursinya.
"Dia berkelahi dengan pencopet itu?"
"Anak itu telah mengajariku bagaimana cara terbaik menyelesaikan masalah."
"Maksudmu?"
"Andromeda namanya. Dia hanya mengawasi pencopet itu dari kejauhan. Dan pada saat yang tepat, dia menangkap pencopet itu. Tanpa sedikit pun pukulan atau kekerasan. Aku kagum padanya sejak saat itu. Kurasa jika dia dewasa nanti, dia akan jadi orang yang hebat."
"Kau masih ingat, petugas kebersihan yang tadi melintas saat kau masih di pintu ruang kerjaku? Dialah pencopet itu."
"Astaga! Kau memberi pekerjaan pada seorang pencopet?"
"Saat itu aku sempat berpikir untuk memanggil polisi. Namun Andro membuka mataku. Masalah bisa diselesaikan tanpa memunculkan masalah baru. Anak itu mengatakan jika pencopet itu hanya tak memiliki uang untuk mengganjal perutnya yang lapar. Benar saja, saat kutanya pencopet itu. Dia baru saja datang ke kota ini namun sialnya, ia dirampok. Aku pun memberinya pekerjaan sebagai petugas kebersihan. Karena kebetulan aku sedang membutuhkan beberapa.
Pemuda itu sudah hampir sebulan bekerja di kantorku. Kurasa aku belum pernah mendengar laporan buruk tentangnya."
"Andromeda bukan anak laki-laki biasa. Orang tuanya pasti bangga memiliki anak seperti dirinya," ucapnya.
Andromeda benar-benar telah mencuri hati Gibran. Namun Anak Genius yang tampan itu sama sekali tak menyadari, jika ayah kandungnya yang selama ini ia rindukan itu begitu dekat dengannya.
Begitu pun Andromeda, sedikit pun ia tak menyadari jika ia telah bertemu dengan sang ayah. Meskipun ia telah berjanji pada sang ibu untuk tak menanyakannya lagi.
*****
Sesampainya di rumah.
"Mengapa kau lama sekali? Kau mendapat masalah?" Tanya sang ibu.
"No, Mom, tadi aku bertemu lagi dengan Mister Handsome di kedai," ucapnya.
"Pria yang dompetnya dicuri itu?" Tanya sang ibu lagi.
"Ya. Dia bahkan membayar makanan kita."
"Mengapa tak kau tolak?"
"Aku sudah menolaknya. Namun dia terus memaksa."
"Tadi pria itu bertanya di mana tempat tinggalku."
"Lalu?"
"Aku mengingat pesanmu. Jadi aku tak memberitahunya dimana kita tinggal."
"Bagus, jika kau paham."
"Segeralah makan siang, aku tak ingin melihatmu sakit lebih lama lagi," Ucap Andro. Ia mengambil sesendok makanan dari piring lalu hendak menyuapi sang ibu. Sang ibu menatap Andromeda penuh haru. Andromeda benar-benar menjadi satu-satunya penyemangat dan cahaya hidup bagi Aurora. Meskipun ada rasa bersalah dalam hatinya karena ia masih menyembunyikan rahasia besar dari sang anak.
to be continue..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
EmmaStlen
em for me, it doesn't matter if it's Malay to Indonesian or English, it's just as important as I know how to read it best
for me 😊👍
2021-11-17
1
eLzo
setelah mister Tampan terbitlah mister hansome, whatever you say, Andro 😂
2021-10-24
1
Death angel
thor jangan b.inggris mulu, gk pinter akunya 😭
2021-10-16
2