Emosi

Suasana kantin nampak ramai. Suara riuh terdengar di setiap sudut kantin.

"Mau makan apa? Biar gue yang pesenin," ucap Axel seraya mencegat Aruna dan Lula di depan kantin.

"Bisa pesen sendiri kok," Lula menarik tangan Aruna dan berjalan melewati Axel dan teman-temannya.

Axel berlari kecil mengikuti Aruna, lalu menarik pergelangan tangan gadis itu. "Tunggu.. tunggu."

Aruna dan Lula menghentikan langkahnya, menoleh ke arah Axel yang tengah memegang tangan Aruna. "Apa sih?" tanya Aruna ketus.

"Mau makan apa? Biar gue pesenin? Atau mau duduk dimana nanti gue bawain makanan," ucap Axel dengan lembut.

Aruna menarik napasnya panjang, berusaha menunjukkan senyumnya walaupun hanya sedikit. "Gue bisa pesen sendiri dan bisa bawa makanannya sendiri, jadi lo nggak perlu repot-repot menawarkan jasa," ucap Aruna.

"Gue nggak merasa direpotin kok," ucap Axel kekeuh.

"Lo tuh punya kuping nggak sih? Nggak ngerti banget dibilangin pakai bahasa manusia!" ucap Lula emosi.

Nio mencolek Aryasa, lalu menunjuk ke arah Axel dan Aruna yang tengah menjadi pusat perhatian murid-murid di kantin.

"Lihat tuh, tengil di deketin si manusia setan," ucap Nio.

Aryasa menoleh melihat tangan Aruna yang dipegang erat oleh Axel. Aryasa mendengus. "Sialan!" ucapnya pelan.

Satria melihat wajah Aryasa yang nampak emosi, tapi pria itu nampak menyembunyikan emosinya dengan sangat rapi.

"Lepasin," ucap Aruna berusaha melepaskan tangannya dari pegangan Axel.

"Ayo kita makan bareng," ucap Axel.

"Astagfirullah Axel! Lo tuh ngerti bahasa manusia nggak sih? Udah gede masih goblok aja heran," Lula sudah tidak tahan dengan emosinya yang sedari tadi hanya ia pendam.

Axel tersenyum miring, kini wajah lembutnya berubah menjadi harimau yang ingin menerkam mangsanya "Nggak usah jual mahal gitu, nyium Aryasa aja lo mau, masa gue ajak makan aja lo nolak."

Axel menarik tubuh Aruna, membuat tubuh gadis itu hanya menyisakan jarak yang sangat sedikit dengan dirinya. "Gue nggak kalah ganteng dari Aryasa, gue juga tajir. Jadi lo mau dong nyium gue juga?"

Aruna menggigit bibirnya, ia ingin sekali meluapkan emosinya saat ini, tapi entah kenapa mulutnya terasa susah sekali untuk berbicara.

Aryasa menghentikan makanannya. Sorot matanya menunjukkan kemarahan. Ia paling tidak suka jika ada orang yang menyangkut pautkan dirinya dengan masalah yang tidak penting.

"Bangsat!" Aryasa menggebrak meja dengan sangat keras bahkan membuat seisi kantin melihat ke arahnya.

"Akhirnya lo kepancing juga," ucap Axel tersenyum saat melihat Aryasa yang tengah menatapnya tajam.

"Sayang banget kalau nih cewek cuma nyium lo. Gimana kalau nyium gue sekalian, boleh kan?" ledek Axel.

Aryasa berjalan menghampiri Axel dengan sorot mata yang siap menghabisi pria itu.

Sebuah pukulan keras mendarat di wajah Axel. Membuat tubuh pria itu terjatuh ke lantai.

Tidak ada satupun orang yang berani menghentikan Aryasa. Mereka hanya dapat diam dan menyaksikan perkelahian itu.

"Bangsat lo!" Aryasa terus memukuli Axel tanpa ampun.

Terlihat wajah Axel sudah babak belur, dari hidungnya pun mengeluarkan darah segar, bahkan tubuhnya sudah terkapar lemas di lantai.

Kevin dan Jeff hanya diam menatap Axel yang terkapar di lantai.

Aryasa melihat Kevin dan Jeff tajam, seolah ingin menjadikan kedua pria itu sasaran selanjutnya. "Mau ikutan kayak teman lo?"

Kedua pria itu menggeleng takut. "Nggak Yas, silahkan dilanjut aja," ucapnya kompak.

Aruna menarik tubuh Aryasa, membuat pria itu menghentikan pukulannya.

Aryasa menarik napasnya seraya mengontrol emosinya, ia tidak ingin gadis yang berada dihadapannya saat ini menjadi sasaran emosinya.

"Udah Yas," ucap Aruna.

"Gue nggak bisa diam aja saat lo direndahin sama si brengsek ini," ucap Aryasa.

"Gue nggak suka lo kasar kayak gini," ucap Aruna tak mau kalah.

"Kalau bukan karena lo, udah mati nih anak hari ini sama gue," ucap Aryasa.

Aruna melihat tangan Aryasa yang terluka karena memukul Axel tanpa henti. "Tangan lo luka," ucapnya khawatir.

Satria, Nio dan Qausar menghampiri Aryasa dan Aruna. "Udah Yas, kasihan anak orang kalau mati sekarang, belum siap bekalnya," ucap Qausar nyeleneh.

Aryasa tersenyum sedikit, lalu menarik tangan Aruna. "Ayo ke UKS, obatin luka gue," ucapnya lembut.

Aryasa meninggalkan Axel yang terkapar lemas dan berjalan pergi bersama teman-temannya, Aruna dan Lula. Tidak ada rasa bersalah sedikitpun pada diri Aryasa setelah apa yang ia lakukan tadi.

Axel dibantu berdiri oleh Kevin dan Jeff. Pria itu merapikan seragamnya yang berantakan karena pukulan Aryasa yang membabi buta. "Sekarang gue tau kelemahan Aryasa," ucap Axel seraya tersenyum miring.

*****

Aruna dengan sangat hati-hati mengoleskan antiseptik di punggung tangan Aryasa.

"Seharusnya lo nggak kayak tadi, kasar banget," ucapnya.

"Kasar? Tuh anak setan pantas dapat pukulan itu," sambar Qausar.

"Gue nggak suka lo kayak tadi," ucap Aruna.

Aryasa terdiam.

Satria, Nio, Qausar dan Lula saling melihat satu sama lain. Mereka bertiga merasa ada janggal dari Aryasa. "Kok Aryasa nggak ngamuk? Biasanya kalau dia lagi emosi diceramahin gitu langsung kek orang kesurupan reog?" bisik Qausar.

"Ustt! Kayaknya itu bukan Aryasa deh," bisik Lula.

"Apa jangan-jangan Aryasa beneran suka sama Aruna?" ucap Satria dalam hati.

Aruna telah selesai mengoles antiseptik di tangan Aryasa. Ia menaruh membuang kapas bekas ke tempat sampah lalu bangkit.

Aryasa memegang tangan Aruna, mencegah gadis itu untuk pergi. "Maaf, gue nggak bisa kontrol emosi gue tadi," ucapnya.

Aruna menghela, kedua sudutnya mengembang sedikit. "Lo nggak salah, kakak gue pasti akan ngelakuinnya hal sama saat adiknya diperlakuin kayak tadi, karena nggak akan ada seorang kakak yang tega lihat adiknya direndahin," ucap Aruna lembut.

"Kakak janji akan selalu ngejagain Aruna."

Aryasa mematung, entah kenapa janjinya dua belas tahun lalu terlintas kembali dipikiran Aryasa saat mendengar ucapan gadis yang berada dihadapannya itu.

"Janji untuk bisa ngontrol dan nggak emosi kayak tadi?" Aruna menyodorkan ibu jarinya pada pria yang tengah menatapnya.

Aryasa tersenyum, lalu menyatukan ibu jarinya dengan ibu jari Aruna. "Janji."

Mata ketiga pria itu terbelalak. Apakah yang bersamanya di UKS sekarang benar-benar Aryasa? atau malaikat yang menyerupai Aryasa? Sangat mustahil jika seorang Aryasa bisa bersikap seperti itu.

"Itu beneran Aryasa?"

*****

To be continued

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!