Maaf

Seusai kejadian di kantin, Aryasa menyuruh Aruna untuk ke kelasnya setelah pulang sekolah, karena gadis itu harus mengerjakan tugas piket Aryasa.

"Lo emang bisa se-kasar itu ya sama cewek?" tanya Aruna membuka pembicaraan.

"Tergantung, cewek itu pantas dikasarin atau nggak," jawab Aryasa.

"Laura itu cewek, lo nggak kasihan apa?"

Aryasa tersenyum miring, ia berjalan mendekati Aruna dan mencengkeram tangan gadis itu, membuat kulit putihnya sedikit memerah.

"Kasian? Cewek kayak dia nggak pantas dikasihanin, yang ada makin ngelunjak!"

Aryasa semakin mendekat dengan Aruna, membuat tubuh gadis itu tersudut ke dinding dibelakangnya. "Lo bisa ngerasain apa yang gue lakuin ke Laura kalau lo nggak nurut sama gue," ucap Aryasa.

Aruna menelan ludahnya, ia melihat rahang Aryasa yang mengeras, sorot mata Aryasa juga sangat tajam. Sepertinya ucapan Aryasa kali ini tidak bisa ia anggap hanya bisikan gaib.

*****

Aruna menyapu, mengepel, dan membersihkan papan tulis, sedangkan Aryasa hanya duduk dan asyik bermain game di ponselnya.

"Lo tuh kadang baik, kadang kayak setan. Bisa nggak sih sifat baik lo itu permanen aja?" ucap Aruna sembari membersihkan papan tulis dan berdiri membelakangi Aryasa.

Ucapan Aruna membuat Aryasa tersentak. "Lo ngomong apa tadi?"

"Hm.. nggak. Udha lupain aja."

Aruna telah selesai mengerjakan tugas piket Aryasa. Kini ia bersiap untuk mengambil tasnya dan pulang.

"Gue akan sungkem sama cewek yang bisa bikin lo luluh, apalagi bisa bikin lo jadi bucin," ucap Aruna seraya menaikkan satu alisnya untuk menggoda Aryasa.

Aryasa memajukan tubuhnya, pandangannya tidak lepas sedikitpun dari Aruna. "Satu-satunya cewek yang bisa bikin gue luluh itu cuma adik gue doang."

Aruna mematung. Pikirannya kini bekerja dengan sangat keras. Apa mungkin adik yang dimaksud Aryasa adalah dirinya, atau mungkin Aryasa yang ia kenal sekarang hanya kebetulan memiliki nama yang sama dan punya adik?

"Ayo pulang," ucap Aryasa.

Aruna masih mematung, namun kedua matanya membulat saat mendengar ucapan Aryasa.

"Yeh malah diam! Ayo, gue antar lo pulang," ucap Aryasa menggandeng tangan Aruna.

Aruna terkekeh pelan saat melihat tangannya digandeng oleh pria yang mendapat gelar pacarable tersebut dari para murid SMA Garuda. "Setan lo lagi pergi ya?"

*****

Aryasa menyalakan mesin motornya, ia menunggu Aruna yang masih berdiri di dekat motornya. "Cepat naik."

"Pegang pundak boleh?" tanya Aruna hati-hati.

Aryasa menghela napasnya. "Boleh. Nggak ada larangannya."

Aruna tersenyum. Ia segera memegang pundak Aryasa dan menaiki motor pria itu.

"Pegangan."

Aruna memegang pundak Aryasa.

"Jangan pegang pundak."

"Katanya nggak ada larangan pegang pundak."

Aryasa menggeleng tidak habis pikir dengan gadis itu. Aryasa melingkarkan tangan Aruna di perutnya. "Pegangan tuh disini, biar nggak jatuh."

"Kenapa harus pegangan disini?"

"Bawel!"

"Iya, iya."

Aryasa segera melajukan motornya. Ia mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, bahkan beberapa kali ia menyalip mobil dan truk yang berada di depannya.

"Pelan-pelan, gue masih mau hidup," ucap Aruna merasa takut dengan aksi Aryasa yang menurutnya menantang maut.

"Ha? Apa?" ucap Aryasa pura-pura tidak mendengar ucapan Aruna.

"Gue takut," ucap Aruna dengan suara sedikit gemetar.

Aryasa tertawa puas.

Aruna semakin mengeratkan pegangannya. Ia terus menunduk, ia terlalu takut untuk melihat jalan.

Di dalam hati Aruna, ia ingin sekali cepat ke apartemennya.

Melihat jalanan yang mulai sepi, Aryasa langsung menarik handle grip nya dengan kecepatan tinggi. Namun, Aryasa dikejutkan dengan truk yang tiba-tiba keluar dari sebuah bangunan.

Aryasa dengan cepat menarik remnya, namun karena jalan yang licin dan laju kendaraan Aryasa sebelumnya sangat tinggi, membuat ban motornya tergelincir, membuat tubuh Aryasa dan Aruna terguling dengan keras di aspal.

Dengan mata sayup-sayup dan merasa tangannya sedikit sakit, Aryasa mengingat Aruna, gadis yang diboncengnya, apalagi gadis itu tidak memakai helm.

Aryasa segera bangkit, ia melihat Aruna yang ditolong oleh warga sekitar, bahkan warga lainnya pun membantu mendirikan motor Aryasa.

Aruna terduduk lemas seraya menundukkan kepalanya. Ia merasa kepalanya terasa sakit akibat jatuh tadi, tapi ia tidak bisa menangis, air matanya seolah tidak bisa menetes sedikitpun.

"Lo baik-baik aja kan?" tanya Aryasa seraya menakupkan wajah Aruna dengan telapak tangannya. Terlihat jelas kekhawatiran disorot mata Aryasa.

"Kita ke dokter yuk, luka lo harus diobatin," ucap Aryasa ketika melihat luka di pelipis mata Aruna.

Aruna menatap lurus Aryasa. Air matanya mengalir membasahi pipi halusnya.

"Gu- gue mau pulang," ucapnya gemetar.

Aryasa menarik tubuh Aruna, membuat tubuh gadis itu masuk ke dalam pelukannya. "Maaf, gue udah bikin lo dalam bahaya."

Aruna merasa ketakutannya sedikit memudar saat Aryasa memeluk tubuhnya. "Gu- gue takut. Gue takut kalau kita.."

Aryasa semakin mengeratkan pelukannya, pria itu meletakkan dagunya di atas kepala Aruna. Aryasa berusaha menenangkan gadis itu.

Aryasa perlahan melepaskan pelukannya, melihat Aruna yang pucat dengan sangat lekat. "Kita baik-baik aja, jadi lo nggak usah takut ya," ucapnya lembut.

"Gue minta maaf," tambah Aryasa.

...*****...

...To be continued...

...Jangan lupa untuk meninggalkan vote dan komen ya setelah membaca ❤️...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!