Dikerjain

Jam pelajaran olahraga di kelas XII IPA III telah usai. Kini Aruna beranjak ke lokernya untuk mengganti seragamnya.

Aruna mematung sejenak saat melihat lokernya yang kosong tidak menyisakan apapun di dalamnya. Padahal jelas-jelas sebelum olahraga ia menaruh seragamnya di dalam loker.

"Kok malah bengong, ayo cepetan ganti seragam," ucap Lula yang berada di belakang Aruna.

"Seragam gue hilang," lirih Aruna.

Kedua mata Lula membulat saat mendengar ucapan Aruna. Bagaimana bisa sebuah seragam hilang begitu saja di dalam loker. Apa mungkin seragam Aruna bisa kelayapan?

"Jangan becanda Runa, tadi gue lihat lo naruh seragam kok," ucap Lula.

"Beneran nggak ada, La," ucap Aruna.

"Mampus! Bisa dihukum lo sama Bu Dame," ucap Lula takut mengingat Bu Dame selalu tidak suka adanya perbedaan, apalagi masalah seragam.

*****

Aruna dan Lula masuk ke dalam kelas. Aruna memberanikan dirinya untuk mengikuti jam pelajaran Bu Dame, apapun konsekuensinya ia akan tetap mencoba untuk ikut pelajaran Bu Dame.

Sorot mata Bu Dame fokus melihat Aruna yang mengenakan seragam olahraga. "Ini jam pelajaran matematika, kenapa kamu pakai seragam olahraga?" tanya Bu Dame seraya menunjuk Aruna.

"Maaf Bu, seragam saya hilang di loker," ucap Aruna jujur.

"Nggak usah bohong!"

"Saya nggak bohong, Bu."

"Keluar kamu! Bersihin aula sekarang," perintah Bu Dame.

"T-tapi Bu.."

"CEPAT!!!"

Dengan berat hati Aruna harus keluar kelas dan tidak mengikuti pelajaran Bu Dame, ditambah lagi ia harus membersihkan aula.

Aruna mengambil sapu, kain pel dan ember dari ruang kebersihan. Perlahan ia membersihkan aula yang cukup luas.

"Kain pel, sapu, ember, cocok banget sama lo, klop," ucap seseorang yang suaranya sangat Aruna kenali.

Aruna menoleh, melihat Aryasa, Satria, Nio dan Qausar yang berada di belakangnya.

"Ini kan jam pelajaran, kenapa kalian keluar?" tanya Aruna heran.

"Kepo lo," ucap Aryasa dingin.

Aruna mendesis pelan. Ia merutuki nasib sialnya yang harus bertemu terus dengan pria seperti Aryasa.

"Gue mau bersihin aula, kalian minggir sana," ucap Aruna seraya mengepel.

Aryasa tersenyum miring. Ia membuka botol air mineral yang berada di tangannya lalu menuangnya ke lantai tanpa merasa berdosa sedikitpun.

"Yah, tumpah," ucapnya.

Kedua mata Aruna membulat saat melihat lantai yang sudah ia pel kini harus ia pel lagi karena ulah Aryasa. "Lo bisa nggak sih sehari aja gitu nggak usah ganggu hidup gue!"

"Nggak!"

Nio berjalan mengitari Aruna lalu menendang ember berisi air yang berada tidak jauh dari gadis itu. Melihat air pel yang sudah tumpah, Qausar langsung menginjak dan berkeliling membuat ceplakan sepatunya berada dimana-mana.

"Lo berdua apa-apaan sih?" omel Satria.

Aryasa melihat Satria dengan tajam, begitu juga dengan Nio dan Qausar.

"Lah, lo kenapa?" tanya Nio.

"Kelakuan lo kayak anak kecil," ucap Satria dengan sedikit nada tinggi.

"Kenapa jadi lo yang sewot? Suka lo sama dia?" tanya Aryasa dengan raut wajah dingin.

Satria mematung sejenak. Ia berusaha keras memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Aryasa.

Setelah beberapa detik terdiam, akhirnya Satria membuka suara untuk mengalihkan pembicaraan. "Ke belakang sekolah yuk, ngerokok," ucapnya.

"Kalau masalah rokok mah nggak ada penolakan,'' sahut Nio.

"Kuy kita ngerokok," ucap Qausar bersemangat.

Aryasa mengangguk setuju. Keempat pria itu berjalan meninggalkan Aruna dengan alat kebersihannya.

Aruna menarik napasnya panjang, ia harus mulai membersihkan lagi dari awal.

*****

Aruna duduk dipinggir lapangan seraya meluruskan kakinya, sorot matanya melihat lantai aula yang tinggal sedikit lagi akan bersih sempurna.

"Nih minum dulu," ucap seseorang seraya memberikan sebotol air mineral pada Aruna.

Aruna menoleh, melihat ke arah orang yang memberinya minum, yang tak lain adalah Aryasa. "Lo ngapain balik lagi? Mau bikin kotor lagi? Mau ngerjain gue lagi?" ucap Aruna dengan sedikit nada tinggi.

"Lo nggak kasihan sama gue apa? Sumpah gue capek banget," lirih gadis itu.

Aryasa tersenyum, lalu mengambil kunciran yang berada di pergelangan tangan Aruna dan mengikatkannya dirambut gadis itu.

Kedua pipi Aruna memanas saat Aryasa menguncir rambutnya. Detak jantungnya pun mulai berdegup tidak beraturan. "Runa tahan, nggak boleh baper," ucap batin Aruna.

"Biar nggak gerah," ucap Aryasa.

Aruna meneguk air mineral yang diberikan Aryasa hingga habis, tanpa sadar cara itu ia lakukan untuk menghilangkan rasa gugupnya.

"Lo haus banget?" tanya Aryasa.

"Menurut lo? Gue nggak haus bersihin aula dua kali gara-gara kelakuan teman lo yang laknat itu," ucap Aruna sinis.

Aryasa tersenyum. Untuk pertama kalinya Aruna melihat Aryasa tersenyum, biasanya pria itu selalu menampilkan raut wajahnya yang dingin.

Aryasa mengambil kain pel yang berada disamping Aruna. "Biar gue aja," ucapnya.

"Terus gue ngapain?" tanya Aruna.

"Duduk aja," jawab Aryasa.

Tanpa sadar kedua sudut bibir Aruna mengembang saat melihat Aryasa mengepel. Pria itu tampak sangat mempesona, walaupun terlihat dari gerak-geriknya yang tidak biasa melakukan pekerjaan itu.

"Lo punya kepribadian ganda ya? Kadang baik, kadang ngeselin," ucap Aruna enteng.

"Lo mau gue guyur air pel?" tanya Aryasa dengan raut wajah dinginnya yang kembali terlihat.

Aruna menyeringai tak berdosa. "Tuh kan, setannya datang lagi."

*****

Aryasa membaringkan tubuhnya dilantai, ia merasa lelah setelah mengerjakan tugas Aruna. Aruna pun ikut membaringkan tubuhnya disebelah Aryasa. Ia menoleh ke samping, melihat Aryasa yang tengah mengatur napasnya. "Makasih ya," ucap Aruna membuka pembicaraan.

"Hm."

"Kok lo bisa bersihin aula sih?" tanya Aryasa.

Aruna terdiam sejenak. Ia baru kali ini mendengar Aryasa berbicara dengan kalimat yang cukup panjang dengan nada santai.

"Weh tengil!"

Aruna tersadar. "S-seragam gue hilang di loker, jadi gue nggak boleh ikut pelajaran bu Dame gara-gara nggak pakai seragam yang semestinya," jelasnya.

Aryasa bangkit, mengubah posisinya menjadi duduk. Posisi tersebut diikuti oleh Aruna.

"Kok bisa?" tanya Aryasa.

"Nggak tahu, padahal seingat gue tuh ada di loker," jawab Aruna.

Aryasa mendesis pelan. "Sial! Ada orang lain yang ngerjain lo selain gue."

Aruna mengeryitkan keningnya, ia sedikit terkejut dengan ucapan enteng yang keluar dari mulut Aryasa yang tak berdosa. "Ha? Gimana? Gimana? Jadi cuma boleh lo doang yang ngerjain gue? Egois banget lo!"

Aryasa mendelik ke arah Aruna, "Emang mental lo kuat kalau dikerjain banyak orang?" tanya Aryasa.

Aruna menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Iya juga sih. Tapi gue nggak terima, masa lo dengan seenaknya aja ngerjain gue," oceh Aruna.

"Kenapa? Lo nggak terima?"

"Ya nggak lah!"

Aryasa melihat Aruna lekat. Gadis itu nampak tidak takut sama sekali dengan Aryasa, bahkan beberapa kali ia menentang ucapan Aryasa.

"Waktu lo jadi pembantu gue masih ada sisa empat hari. Siapin mental lo," ucap Aryasa.

"Kalau kakak gue tau kelakuan lo, bakal habis dihajar sampai babak belur lo sama dia," ucap Aruna.

"Panggil kakak lo sini, gue nggak takut," tantang Aryasa.

*****

To be continued

Terpopuler

Comments

enn.aaa

enn.aaa

smgt author

2021-09-17

1

enn.aaa

enn.aaa

lanjutt Thor aku suka karyamuu

2021-09-17

1

enn.aaa

enn.aaa

kakaknya ya lo gublukk

2021-09-17

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!