First Kiss

Aryasa terduduk didekat bathtub. Bayang-bayang dirinya dan Aruna saat kecil selalu menghantui pikirannya.

"Aruna, lo dimana sekarang? Gue kangen banget sama lo," ucap Aryasa.

"Gue bingung harus cari lo dimana? Kalau lo disakitin orang lain, siapa yang nolong lo? Gue nggak bisa ngejagain lo," ucap Aryasa seraya menghampus air matanya yang tanpa sengaja terjatuh.

Drittt! Drittt!

Aryasa melihat panggilan masuk. Tertera nama Nio dilayar ponselnya.

"Woy! Bukain pintunya, gue sama anak-anak mau masuk nih," ucap Nio dari seberang.

Aryasa menghela napasnya. Ia segera bangkit dan membuka pintu apartemennya.

"Ngapain lo kesini?" tanya Aryasa dingin.

"Kangen," goda Nio.

"Najis!"

Satria melihat mata Aryasa yang sedikit sembap. "Lo abis nangis, Yas?" tanya Satria.

Nio dan Qausar langsung memfokuskan pandangannya ke Aryasa.

"Lo kenapa? Galau?" tanya Nio.

"Lo bisa nangis? Gue baru tau," ucap Qausar.

Aryasa menarik napasnya panjang, ia ingin sekali bercerita tentang kerinduannya pada Aruna, tapi tidak saat ini.

"Lo pasti kepikiran sama kembaran lo itu ya?" tanya Qausar yang seolah mengerti isi pikiran Aryasa.

"Lo punya foto kembaran lo pas kecil kan? Lo kasih tau aja nama lengkapnya, nanti gue, Nio dan Qausar bantu cari," ucap Satria.

"Iya benar, gue siap bantu cari kembaran lo sampai ketemu," sahut Nio semangat.

"Udahlah nggak usah bahas dia dulu, gue juga lagi nyuruh orang buat cari informasi dia," ucap Aryasa.

"Lo kok kesini?" tanya Aryasa pada Satria.

"Diajakin nih sama dua kunyuk," jawab Satria menunjuk Nio dan Qausar yang tengah asik memakan cemilan yang berada di atas meja.

"Besok ada rencana apa nih buat ngerjain si tengil? Mumpung masih ada waktu enam hari," ucap Nio.

"Eh tapi lo sadar nggak sih? Kalau diliat dengan teliti dan seksama, mukanya si tengil mirip sama Aryasa," ucap Qausar.

"Kata orang, kalau mirip itu jodoh," goda Nio.

Aryasa melihat Nio dan Qausar dengan tajam. "Lo berdua mau liburan dirumah sakit apa alam baka?" tanya Aryasa.

Nio dan Qausar menyeringai tak berdosa. Jarinya menunjukkan pis, seraya ingin berdamai dengan Aryasa.

*****

Aruna mengambil foto kecilnya bersama Aryasa. Ia mengusap foto tersebut dengan lembut.

"Apa lo masih ingat gue, Yas? Kalau kita masih sama-sama, pasti lo akan ngejagain gue, dan nggak akan ngebiarin satu orang pun bikin gue sedih," ucap Aruna dengan mata yang berkaca-kaca.

"Apa Aryasa yang sekarang gue kenal itu benar-benar lo? " tambah Aruna.

"Gue harus cari tau, gue harus pastiin kalau Aryasa itu benar-benar kembaran gue atau bukan," ucap Aruna sungguh-sungguh.

*****

Aruna menghela berat saat menginjakkan kakinya di sekolah. Bukan pelajaran ataupun suasana sekolah yang membuatnya malas, melainkan pertemuannya dengan Aryasa dan teman-temannya.

"Nggak! Nggak! Gue harus cari tau tentang Aryasa," ucap Aruna.

Bruk!!

Sebuah tas dilemparkan ke Aruna dengan kasar. "Nih bawain ke kelas," perintah seseorang yang tak lain adalah Aryasa.

Panjang umur dan sehat selalu untuk Aryasa yang tiba-tiba datang.

Aruna mendesis pelan. "Ish, Kalau datang tuh ngucap salam atau ucapin selamat pagi kek! Jangan tiba-tiba muncul kayak jenglot!" decaknya.

"Oke ulang. Selamat pagi tengil," ucap Aryasa dingin.

"Nggak usah, nggak perlu!" sahut Aruna sinis.

Satria, Nio dan Qausar melihat Aryasa dan Aruna dari kejauhan dengan heran. "Niat banget tuh anak jadiin si tengil pembantu, sampai ditungguin di gerbang," ucap Nio.

Laura, Ezlin dan Ansel yang melihat dari sisi lain tampak kesal.

"Tuh anak harus dikasih pelajaran apa ya biar nggak deketin Aryasa lagi?" tanya Laura.

"Kasih pelajaran matematika aja, soalnya matematika itu agak bikin bingung, jadi pasti dia kesusahan," ucap Ansel enteng.

Laura menatap Ansel seolah ingin membunuh sahabatnya itu. Jika ia tidak mengingat Ansel adalah sahabatnya mungkin saat ini ia sudah mejambak rambut gadis itu.

"Kayaknya bukan tuh cewek deh yang deketin Aryasa," ucap Ezlin.

Terlintas sebuah ide jahanam dipikiran Laura. Gadis itu tersenyum penuh arti. " Gue punya ide. Gue akan bikin hidup tuh cewek berantakan!" ucap Laura.

"Ide apa?" tanya Ansel.

"Nanti lo juga tau," jawab Laura.

"Ide lo aman kan, Ra? Jangan macem-macem. Apalagi kalau ide lo sampai bahayain orang lain," ucap Ezlin yang sudah sangat hapal dengan tabiat Laura yang rela melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

*****

Aruna membawa tas Aryasa dengan bibir yang maju beberapa sentimeter. Beberapakali juga ia terlihat ingin melempar tas pria itu.

"Inget ya, cuma satu minggu gue jadi pembantu lo, selepas itu lo nggak usah ganggu hidup gue," ucap Aruna.

"Tergantung, perlu diperpanjang apa nggak," ucap Aryasa seraya tersenyum miring.

Kedua mata Aruna membulat. "Jangan-jangan lo mau ngerjain gue sampai kelulusan, cuma berkedok dicicil per minggu? Iya kan?" oceh Aruna.

Aryasa tidak menjawab ucapan Aruna, ia tetap jalan diikuti Aruna di belakangnya.

"Lo jangan diam aja! Iya kan lo senang ngerjain gue?" ucap Aruna dengan sedikit nada tinggi.

Aryasa membalikkan tubuhnya, membuat tubuh Aruna menabrak dada bidang milik Aryasa.

Aruna memukul tubuh Aryasa pelan. "Lo tuh kalau mau putar balik bilang dulu, untung aja gue nggak.." ucap Aruna menggantung.

"Aduh, untung aja ada jeda, kalau nggak bisa nggak sengaja kecium," batin Aruna.

Aryasa menatap Aruna dalam. Sikap dingin yang ada pada diri Aryasa seketika menghilang tanpa jejak saat melihat wajah Aruna yang sangat dekat dengannya. "Apa? Lo takut kalau lo nggak sengaja nyium gue?"

Aruna mematung sejenak. Ia mencermati baik-baik ucapan pria itu. Tidak ada yang salah dengan pendengarannya, yang salah adalah, bagaimana Aryasa bisa tau isi pikirannya?

Aruna mengatur napasnya, ia merasa oksigen di sekelilingnya seolah menghilang. Aruna berusaha mengontrol dirinya agar tidak terlihat salah tingkah di depan Aryasa. "Lo pikir gue takut nyium lo?"

"Nih kalau berani," ucap Aryasa seraya menepuk pipinya pelan seolah menantang gadis itu.

Aruna berjinjit, lalu mendaratkan bibir mungilnya di pipi kiri Aryasa.

Aryasa terdiam. Terkejut? Tentu saja. Aryasa tidak menduga jika Aruna benar-benar akan menciumnya.

Aryasa merasakan sebuah sentuhan hangat yang menyentuh pipi kirinya. Sebenarnya ucapan Aryasa hanya untuk mempermainkan gadis itu, tapi Aruna benar-benar menciumnya.

Para murid yang melihat kejadian itu berteriak histeris. Tak terkecuali dengan Warrior dan Laura and geng.

Kembali tertulis dalam sejarah. Selain Aryasa yang mengandeng tangan Aruna, kini Aruna berani mencium sosok pria yang dikenal prince of kulkas didepan murid lainnya. Sungguh Aruna mempunyai ilmu yang mantap!

Ya ampun kesucian Aryasa udah diambil!

Huaa mau juga nyium Aryasa.

Ahh! Iri banget!

"Gila tuh cewek berani nyium Aryasa," ucap Nio.

"Kok Aryasa nggak ngamuk ya?" tanya Qausar.

Satria hanya terdiam sembari melihat Aryasa dan Aruna dari kejauhan dengan lekat.

"Dahsyat tuh cewek! Aryasa nggak ada penolakan sama sekali," ucap Ezlin.

Laura mengepal tangannya kuat. Ia tidak bisa berdiam diri terus melihat kelakuan Aruna yang semakin membuatnya kesal. "Gue harus benar-benar ngasih pelajaran ke tuh cewek!"

Setelah beberapa detik, Aruna menjauhkan bibirnya dari pipi Aryasa, lalu melangkah mundur dari pria itu.

Kedua sudut bibir Aruna mengembang dengan sangat lebar saat melihat Aryasa yang diam seperti patung. Perlahan Aruna menepuk pundak Aryasa. "Santai aja, jangan grogi," ucapnya.

...*****...

...To be continued...

...Jangan lupa untuk meninggalkan jejak setelah membaca ❤️...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!