Milik Gue

Aryasa menghentikan motornya di depan apartemen. Sejak kecelakaan tadi, Aryasa mengendarai motornya dengan sangat pelan, bahkan beberapa kali ia memegang tangan Aruna yang melingkar di perutnya untuk memastikan kalau gadis itu baik-baik saja.

"Makasih," ucap Aruna.

Aryasa menarik tangan Aruna, mencegah gadis itu untuk pergi. "Gue mau ketemu orang tua lo, gue mau minta maaf udah bikin lo celaka," ucapnya.

"Papa gue lagi ke luar kota," jawab Aruna mengingat sang papa kemarin berangkat ke Lombok untuk pertemuan bisnis.

Aryasa mengangguk mengerti, "Oke."

"Sekali lagi makasih ya udah nganter gue pulang," ucap Aruna.

"Besok gue jemput ya," ucap Aryasa.

Aruna terdiam, rasa takutnya masih menghantui, apalagi saat mengingat dirinya terguling di aspal tadi.

"Besok gue bawa mobil, gue tunggu disini ya," ucap Aryasa seraya mengerti apa yang ada dipikiran Aruna.

Aruna memaksakan kedua sudut bibirnya terangkat. "Oke."

*****

Aruna keluar dari apartemennya, ia berjalan ke tempat yang dijanjikan Aryasa.

Aruna melihat sosok Aryasa yang bersandar di badan mobilnya dengan satu tangan yang ia masukkan ke dalam saku, membuat pria itu nampak sangat tampan dan mempesona.

Aruna berjalan mendekati Aryasa. "Lo beneran jemput?"

Aryasa tersenyum sedikit, sangat sedikit. "Cowok itu yang dipegang omongannya," ucapnya seraya membukakan pintu mobilnya, lalu menyuruh Aruna untuk masuk.

"Ayo, nanti terlambat."

Aruna mengangguk dan masuk ke dalam mobil Aryasa.

*****

Sebuah mobil BMW masuk ke parkiran sekolah.Para murid perempuan sudah hapal betul dengan pemilik mobil tersebut, mereka bersiap untuk melihat pria yang mendapat gelar pacarable tersebut turun dari mobilnya dan menunjukkan ketampanannya. Tak terkecuali Laura, ia sudah menunggu kehadiran Aryasa sejak tadi di koridor.

Aryasa keluar dari mobilnya, lalu membukakan pintu untuk Aruna.

Para murid melihat kejadian aneh itu dengan sangat nyata. Tertulis lagi dalam sejarah SMA Garuda, seorang Aryasa Xheivariz Damar satu mobil dengan seorang gadis, bahkan Aryasa sampai membukakan pintu mobil untuk gadis itu.

Sebelumnya Aryasa tidak pernah berboncengan ataupun menaiki mobil mewahnya dengan seorang gadis, jangankan seorang gadis, teman-temannya saja seperti Satria, Nio dan Qausar tidak pernah menaiki mobil pria itu.

"Makasih."

"Iya sama-sama."

Aryasa berjalan disamping Aruna, bahkan pria itu menyamai langkah gadis itu.

"Kok pada ngeliatin ya?" Aruna merasa takut saat para murid perempuan itu melihatnya seolah ada yang salah dengan Aruna.

"Mereka iri," ucap Aryasa dengan raut wajah dingin.

Aryasa menghentikan langkahnya, membuat Aruna ikut berhenti. Pria itu menoleh, "Mulai hari ini lo nggak usah jadi pembantu gue lagi, nggak usah nunggu depan kelas gue lagi jam istirahat," ucap Aryasa kembali dingin.

"Kenapa? Waktu gue masih tiga hari lagi, sesuai perjanjian satu minggu," ucap Aruna merasa ada yang salah dengan pria yang berada dihadapannya itu.

"Anggap aja udah selesai."

*****

"Ya ampun Aruna, ini kenapa?" teriak Lula ketika melihat pelipis mata Aruna yang terluka.

"Jatuh," jawabnya.

"Kok bisa sih? Jelasin gimana kejadian kenapa lo bisa jatuh?"

"Nggak sengaja kepeleset," jawab Aruna berbohong, karena kalau ia berbicara jujur pada Lula kalau luka itu ia dapatkan karena kecelakaan motor dengan Aryasa, pasti Lula akan mengoceh pada pria itu.

"Kepeleset? Jangan bilang lo kepeleset karena bikin konten joget-joget?"

Aruna terkekeh pelan. "Haha ya nggak dong La, gue nggak bisa kayak gitu," jawab Aruna.

"Ya terus kenapa bisa jatuh? Masa nggak ada angin nggak ada hujan lo tiba-tiba jatuh? Kurang asupan?" tanya Lula penasaran.

"Udah ah La, gue ke toilet dulu ya," Aruna bangkit dan berjalan meninggalkan Lula yang masih bertanya-tanya penyebab luka di pelipis mata Aruna.

Di perjalanan menuju toilet, Aruna dihadang oleh Laura, Ezlin dan Ansel yang tengah menatapnya dengan tatapan tak suka.

"Permisi," ucap Aruna saat ketiga gadis itu menutup jalannya.

Laura mendecak, tak mau berbasa-basi lagi dengan Aruna, ia langsung menarik dan mendorong gadis itu ke dinding. Sebuah tamparan kerasa mendarat keras di wajah Aruna, membuat luka dipelipis matanya kembali berdarah.

Aruna menggigit bibirnya kuat seraya menahan rasa sakitnya.

"Harus pakai bahasa apa sih biar lo ngerti dan ngejauhin Aryasa?" ucap Laura dengan nada sedikit tinggi.

Laura mendonggakkan dagu Aruna, membuat kedua mata mereka saling bertemu. "Muka sok polos lo ini lo jadiin senjata kan buat cari perhatian Aryasa?"

"Nggak usah sok cantik jadi orang!"

Merasa gemas dengan Aruna yang hanya diam, membuat kesabaran Laura sangat diuji. Tamparan keras kembali mendarat di wajah Aruna. Gadis itu masih terdiam, tidak melakukan pembelaan sama sekali.

"Semenjak lo hadir, Aryasa jadi berubah! Gue peringatin lagi sama lo untuk jauhin Aryasa!"

Aruna menarik napasnya, lalu membuka suara. "Harus berapa kali gue bilang, gue nggak ngedeketin Aryasa!"

"Terus kalau bukan lo, siapa? Aryasa? Nggak mungkin Aryasa yang mulai deketin duluan!"

Laura mengangkat tangannya, bersiap untuk mendaratkan tamparan lagi di wajah Aruna, namun seseorang menahan tangannya.

"Gue yang deketin dia. Mau apa lo?"

Kedua mata Aruna membulat saat melihat kehadiran Aryasa. Terlihat sorot mata Aryasa yang menunjukkan emosi yang membara.

Laura mematung, wajahnya nampak memucat. Ia melepaskan tangannya. Ia tidak menyangka kalau ada Aryasa yang sedari tadi melihat semua perbuatannya pada Aruna.

Aryasa menyudutkan tubuh Laura ke dinding, lalu menakupkan rahang gadis itu dengan satu tangannya. Aryasa tidak peduli dengan siapa ia berhadapan, meskipun orang itu perempuan.

"Sekali lagi gue lihat lo ngelakuin kayak gini ke cewek gue, abis lo!"

*****

Aryasa mengambil antiseptik dan kapas dari P3K yang berada di UKS.

Aruna duduk di pinggir ranjang, tangannya mengambil antiseptik dan kapas dari tangan Aryasa, namun pria itu menepuk tangan gadis itu.

"Lo duduk aja, biar gue yang obatin," ucapnya seraya mengoleskan antiseptik di dekat pelipis mata Aruna.

Aryasa mulai mengoleskan antiseptik dekat pelipis mata Aruna dengan sangat pelan.

Aruna sedikit meringis saat merasakan cairan antiseptik itu mengenai lukanya.

"Lain kali kalau seseorang memperlakukan lo kayak tadi tuh dilawan, jangan diam aja," ucap Aryasa.

"Kalau lo diam, orang itu akan seenaknya sama lo, karena dia pikir lo nggak ada keberanian," tambahnya.

"Atau, emang sebenarnya lo takut ya?" Aryasa menyipitkan matanya seraya menyudutkan Aruna untuk berkata jujur.

"Diam itu bukan berarti takut! Gue cuma nggak mau aja bikin masalah lagi," Aruna melakukan pembelaan atas tuduhan Aryasa yang mengiranya kalau ia takut pada Laura.

Aryasa tersenyum miring, jarinya pun menoyor kening gadis yang berada dihadapannya itu dengan pelan. "Alasan!"

Aruna mendesis pelan. Ia merasa malas mendengar ocehan Aryasa, padahal permasalahan ini terjadi karena Aryasa. "Lo sadar nggak sih sebenarnya akar permasalahan ini tuh gara-gara lo?"

Aryasa menghentikan kegiatannya, lalu menatap Aruna seraya menggoda gadis itu. "Sadar banget."

Tring!

Sebuah notifikasi masuk ke ponsel Aryasa, ia segera menaruh antiseptik dan kapas bekas tersebut di atas meja. Lalu mengambil ponsel yang berada di sakunya.

Aryasa melihat notifikasi tersebut, merasa tidak penting, ia menaruh ponselnya di atas ranjang dan mengabaikan notifikasi tersebut.

Tring!

Sebuah notifikasi kembali masuk, membuat Aruna penasaran, gadis itu melihat ke layar ponsel Aryasa, namun ia tersentak saat melihat foto yang ada di lockscreen ponsel Aryasa. Foto anak laki-laki dan perempuan yang sangat ia kenali, bahkan foto tersebut juga ada di ruang tengah apartemennya. "Itu kan foto..? Berarti Aryasa yang gue kenal sekarang benar-benar kembaran gue," ucapnya dalam hati.

Aryasa memajukan tubuhnya mendekati Aruna. Tatapan pria itu tidak beralih sedikitpun dari wajah cantik gadis itu.

Aruna merasakan oksigen di sekelilingnya menghilang, jantungnya pun berdetak tidak beraturan saat melihat wajah Aryasa yang sangat dekat dengannya.

"Tahan Runa, jangan baper. Aryasa itu kembaran lo," ucapnya dalam hati.

Aryasa membuat jarak semakin sempit diantara mereka. "Lo jangan baper karena omongan gue ke Laura tadi. Itu gue lakuin supaya lo nggak diperlakuin kayak tadi sama dia."

Aruna menahan tawanya, memundurkan tubuhnya dari Aryasa, lalu memukul tubuh Aryasa pelan. "Baper? Nggak lah! Jangan mentang-mentang lo dapat gelar pacarable, jadi lo pikir kalau semua cewek akan suka sama lo. Oh tidak seperti itu brother."

Aryasa melihat Aruna dengan raut wajah serius. Perlahan tangannya menakupkan wajah gadis itu. "Siapapun orang yang berani memperlakukan lo nggak baik, bakal berurusan sama gue!"

"Gue paling nggak suka saat ada orang lain yang berani nyentuh milik gue."

*****

To be continued

Jangan lupa untuk meninggalkan vote dan komen ya setelah membaca ❤️

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!