"Panggil saja saya Mas, saya masih muda," pinta Afkar pada Fathia.
"Hhmm baik.Sekarang akan saya bayar 150 juta, ini rekening dan ATM nya, sisanya saya minta waktu satu bulan lagi," jelas Fathia lembut dan sedikit memohon.
"Saya terima uang ini, tapi saya tidak akan memberikan kamu tengang waktu lagi karena ini sudah terlalu lama," jawab Afkar santai.
"Tapi juragan, bagaiman saya akan melunasi hutang ini seminggu lagi? saya juga harus bekerja dulu untuk bisa mendapatkan uang," keluh Fathia dengan suara tertahan serasa ia ingin menangis.
"Hutang? kapan anak saya ada hutang piutang?" tanya Bu Julanar kaget menghampiri mereka di ruang tamu, ia tak sengaja mendengar percakapan mereka hendak menuju dapur.
"Bu, kenapa ibu tidak istirahat saja?" Fathia menghampiri ibunya.
"Jelaskan sama ibu, untuk apa kamu berhutang dengan rentenir itu?" pinta sang ibunda pada anaknya.
"Ibu masuk lagi saja, biar Fathia yang menyelesaikan masalah ini," jawab Fathia lain takut ibunya khawatir.
"Berapa hutang anak saya?" tanya Bu Julanar pada sang rentenir.
"Lima ratus juta termasuk bunga," jawab Afkar santai saja.
"Untuk apa uang sebanyak itu Thia? kenapa ibu tidak tau kalau kamu meminjam uang pada rentenir?" sedih Bu Julanar.
"Buk, masuk saja jangan pikirkan masalah ini biar Fathia yang urus," kata Fathia lagi menenangkan ibunya.
"Bukan Fathia yang punya utang tapi saya," jawab Bi Inas lantang.
"Kamu? buat apa? dan kenapa Fathia yang menanggung hutang ini? tanya Julanar kesal pada adiknya.
"Mbak pikir cukup uang yang dikirimnya untuk kami? anak saya juga butuh biaya di kota Mbak dia sedang kuliah. Anggap saja ini bentuk balas budi Fathia karena saya yang sudah menjaga dan merawat Mbak yang sudah sakit-sakitan," jelas Inas tanpa rasa bersalah sekalipun.
"Tega kamu Inas, kamu adik saya Fathia itu ponakan kamu sendiri kenapa kamu tega membuatnya dalam masalah sebesar ini," sedih Bu Julanar tak percaya.
"Dia sendiri yang mau," jawab Inas santai.
Julanar menatap anak semata wayangnya meminta jawaban.
"Fathia di jebak bu," jawab nya lirih dan setetes bulir air jatuh dari matanya.
"Lalu kalau Fathia tidak membayar hutang ini bagaimana? kami bisa saja lapor polisi karena anak saya tidak tau masalah ini," tanya Julanar berusaha tegar untuk menarik anaknya keluar dari masalah yang di buat oleh adik kandungnya sendiri.
"Silahkan Ibuk lapor polisi karena ibuk tidak memiliki bukti. Sedangkan saya memiliki bukti kalau Fathia menandatangani surat pernyataan bahwa ia yang akan menanggung hutang piutang ini jika tidak ia akan masuk penjara," jelas Afkar.
Julanar hanya bisa menghela nafas panjang sambil memegang dada ia terduduk di lantai kakinya terasa lemas tak mampu lagi rasanya ia untuk berdiri.
"Kalau begitu saya permisi pulang, ingat kamu harus membayar sisa hutang ini satu minggu lagi," pamit Afkar meninggalkan rumah bi Inas.
"Saya antar Tuan," basa basi Inas.
"Bagaimana ini nak,kenapa kamu tidak cerita sama ibu?" tangis Julanar meratapi nasib anaknya.
"Ibu kita kekamar yuk, nanti jantung Ibu sakit lagi. Biar masalah ini Fathia yang pikirkan jalan keluarnya," ajak Fathia memapah ibunya menuju kamar.
"Aduh" keluh Julanar meremas dadanya.
"Kenapa bu?"
"Dada ibu sa-sakit Thia."
"Kita ke kamar ya, minum obat ibu," ajak Fathia
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Yuen
Itu dah klo terlalu lemah dan baik ma org... Gak punya rasa mawas diri ma sekali, mau aja nurut kayak org b*doh fathia
2021-11-16
1