Devan dan Dinda sudah berada di mobil yang di sopiri oleh asisten Arya. Di sepanjang perjalanan tidak ada yang berbicara, hening dan hanya bunyi deru mesin mobil. Dinda, gadis itu dari awal naik mobil , tidak pernah lepas memandang ke arah Devan.
Saat ini Dinda duduk di belakang jok mobil samping pria itu. Devan hanya menatap lurus tanpa menyadari sekretarisnya tersebut menatap dirinya.
Devan menoleh ke arah Dinda dan mengernyitkan dahinya pasalnya gadis itu tidak berkedip menatap dirinya. Dia menyentil dahi Dinda sedikit keras, membuat Dinda meringis.
"Aww sakit Pak! Kenapa dahi saya di setil?" Dinda mengusap dahinya.
"Kenapa menatap saya seperti itu?" Devan baik bertanya dan dengan cepat Dinda menggelengkan kepalanya.
"Ti-tidak. Saya hanya ingin melihat sepeda motor berlalu lalang dari jendela mobil," bantah Dinda membela diri.
" Kau pikir saya bodoh! Disampingmu ada jendela, kenapa harus melihat ke arah jendela mobil saya!"
Dinda tersenyum malu-malu setelah ketahuan, sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Hehe..., saya baru sadar disamping saya ada jendela mobil," ucap Dinda asal sambil cengengesan.
Sementara Devan berdecih melihat itu.
Arya hanya tersenyum melihat berdebatan sahabat tersebut dengan sekretaris barunya. Karna sangat jarang Devan berintetaksi dengan seorang wanita.
"Arya, kita mampir ke toko baju dulu," perintah Devan.
"Siap Pak," sahut Arya.
"Bapak ingin membeli pakaian?" tanya Dinda dengan tampang polosnya.
Devan memejamkan matanya sambil mengusap dadanya.
"Apa kau tidak lihat, baju mu itu. Tidak mungkin saya membawamu bertemu dengan rekan bisnis saya dengan kemeja yang kebesaran ditubuhmu!" ketus
Devan.
Lagi, Dinda hanya cengengesan menampilkan deretan gigi putihnya.
Mobil lamborghini hitam itu sudah sampai di toko yang menjual pakaian dan Devan lebih dulu turun dari mobil.
"Ayo turun," titah Devan. Meminta Dinda segera turun dari mobil.
"Saya Pak?" Dinda menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, siapa lagi kalau bukan kau!" ujar Devan ketus .
Dinda mengekori Devan dari belakang kala memasuki toko pakaian. Pria itu memilih-milih kemeja untuk Dinda dan matanya jatuh pada kemeja berwarna hitam.
"Coba pakai yang ini," ujar Devan menyodorkan kemeja pilihannya pada sekretarisnya.
"Kenapa warna hitam, Pak? " tanya Dinda.
"Bila bajumu disiram air, tidak akan menampakkan daleman bajumu," jawab Devan sekenanya. Dengan refleks Dinda langsung menyilang kedua tangannya di dada.
"Tadi Bapak ngintip ya?" tuding Dinda dengan tatapan penuh curiga..
"Heh! Apa yang kau pikirkan, saya tidak mengitip! Punyamu kurang menggoda bagi saya!" Devan langsung menutup mulutnya karna keceplosan.
Bodoh! Kenapa dia harus menjawab seperti itu.
"Maksud Bapak yang kurang menggoda punya aku yang mana?" Kini, Dinda semakin gencar bertanya dengan pria tampan itu.
Sedangkan Devan ingin sekali membenturkan kepalanya ke tembok. Kenapa dia tidak bisa menjaga mulutnya.
"Sudah. Sekarang ganti bajumu. Saya sudah ditunggu klien." ujar Devan sambil melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
Dinda segera masuk ke ruang ganti pakaian. Sekitar sepuluh menit gadis itu sudah mengganti kemejanya.
"Bapak, sudah." Dinda berdiri dihadapan Devan dengan senyuman manisnya.
Pria itu melirik pakaian yang gadis itu kenakan sekilas.
"Sekarang kita ke kasir." Devan berjalan ke arah meja kasir dengan Dinda yang mengikuti dari belakang.
"Berapa kemeja yang dipakai gadis ini? " tanya Devan sambil melirik ke arah Dinda.
"Totalnya tiga juta Pak," ujar penjaga kasir wanita tersebut.
Devan mengeluarkan kartu ATM nya. Dinda melongo mendengar harga kemeja tersebut sambil menatap ke arah kemeja yang dia kenakan sekarang.
Setelah selesai membayar mereka berdua keluar dari toko pakaian tersebut dan memasuki mobil.
"Seharusnya Bapak tidak usah membelikan saya kemeja ini. Pasti uang bapak habis gara-gara beliin kemeja untuk saya " ujar Dinda menatap kasihan pada Devan.
"Kau pikir saya orang yang tidak mampu? Jangankan membelikan kemeja yang kau pakai, saya juga bisa membeli toko pakaian itu kalau saya mau," ujar Devan dengan wajah sombongnya.
Dinda geleng-geleng kepala sambil bertepuk tangan, kagum.
"Wah, Bapak Devan ternyata sultan. Jadi semakin cinta dengan Bapak," ujar Dinda yang langsung bergelayut manja di lengan Devan. Pria itu mendorong kepala Dinda hingga membentur pintu mobil.
"Ish, Bapak kenapa aku didorong?"
" Kau jangan kurang ajar dengan atasan! Apalagi memeluk saya seperti ini!"
" Tapi saya cinta dengan bapak," ujar Dinda dengan tidak tahu malunya. Apalagi dalam mobil itu bukan hanya ada mereka berdua tapi juga ada Arya yang cekikikan melihat wajah merah padam Devan yang menahan marah.
"Kau ini mempunyai malu apa tidak? Saya tidak menyukaimu apalagi mencintai kamu!"ketus Devan penuh emosi. Dinda cemberut mendengarnya tapi sedetik kemudian kembali tersenyum.
" Mungkin sekarang Bapak tidak cinta dengan ku, tapi aku jamin nanti Bapak Devan akan mengejar-ngejar aku minta untuk menerima cinta Bapak, " ujar Dinda dengan penuh percaya diri.
"Cih, dasar tidak tahu malu," balas Devan menatap sinis gadis tersebut.
Mobil berwarna hitam itu sudah sampai di sebuah restoran mewah bintang lima. Devan turun dari mobil diikuti oleh Dinda yang membawa sebuah berkas yang sudah disiapkan untuk membahas meeting hari ini.
"Maaf menunggu lama," ujar Devan sambil berjabat tangan dengan Dodi, rekan bisnisnya.
"Tidak masalah Bapak Devan," balas Dodi tersenyum tipis.
"Ayo silahkan duduk," titah Dodi.
Devan segera duduk di kursi itu dan Dinda berdiri di samping Devan.
"Jadi bagaimana kerja sama kita pak Devan tentang pembangunan hotel di Bali?" tanya Dodi.
"Saya setuju tapi anda yakin membangun hotel di Bali akan sangat menguntungkan?" tanya Devan balik.
"Tentu. Apalagi banyak para turis yang berlibur ke Bali dan tentunya mencari penginapan untuk mereka bermalam. Dan kita mencari lokasi yang strategis agar menjadi hotel yang dipilih para turis," jelas Dodi. Devan manggut-manggut dengan penjelasan rekan bisnisnya.
Dinda, gadis itu tidak lepas menatap Devan. Menurutnya Devan terlihat lebih tampan ketika sedang serius. Gadis itu tersenyum sendiri menatap Devan.
"Ya Tuhan, semoga jodohku Pak Devan. Kalau dia bukan jodohku maka jadikanlah aku jodohnya," ujar Dinda berdoa dalam hati.
Tak terasa meeting mereka berdua sudah selesai. Dan Dodi sudah lebih dulu meninggalkan restoran, dan kini tertinggal Devan dan Dinda.
"Bapak aku lapar," ujar Dinda sambil memegangi perutnya.
"Kau ingin makan apa?" tanya Devan.
Gadis itu duduk di kursi dan membuka buku menu. Seorang pelayan restoran mendekat ke arah mereka berdua setelah Devan memanggil.
"Ayo cepat pilih, kau ingin pesan apa?"
"Aku ingin pesan nasi goreng, mie goreng, tempura, dan minumnya es teh."
Devan terkejut mendengar pesanan Dinda. Bukan dia tak mampu membayar tapi tidak menyangka tubuh sekecil Dinda memiliki n*fsu makan yang besar.
Devan berdiri hendak pergi ke toilet dan saat dia tiba -tiba berhenti seseorang menabrak punggung belakangnya.
Devan berbalik dan mendapati Dinda yang mengusap kepalanya akibat membentur punggung pria tersebut.
"Kenapa mengikutin saya?" tanya Devan heran.
"Aku takut Bapak Devan meninggalkan ku di sini," jawab Dinda sambil tersenyum manis.
"Aku ingin ke toilet, jadi tidak usah mengikutin saya!"
"Tidak mau. Aku ingin ikut dengan Bapak. Aku menunggu di luar toilet, tidak ikut masuk."
"Siapa juga memintamu ikut ke dalam toilet!"
"Bisa saja Bapak minta di temenin," celetuk Dinda terkekeh geli.
Devan hanya menghembuskan napas kasar. Dosa apa dia hingga mendapat sekretaris seperti Dinda .
Bersambung....
Maaf bila cerita yang aku buat kurang menarik atau tidak jelas alur ceritanya.
Terima kasih🙏💕***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Alifah Azzahra💙💙
Gokil bener🤣🤣
2024-11-21
0
Dian Mustika
Aq suka cerita yg konyol ginian.... 🤩🤩
2023-06-19
0
TIARA
Ini menarik Thor. Aku ngebayangin saat Devan mulai Bucin ke Dinda. Duh pasti seru. Semangat Thor 💪
2022-06-27
0